
SURABAYA (global-news.co.id) – Masyarakat kembali diingatkan untuk mengubah paradigma sehat dengan fokus pada Germas (gerakan masyarakat hidup sehat). Germas adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Prof Dr dr Erwin Astha Triyono SpPD-KPTI, FINASIM, menyampaikan itu usai membuka Pertemuan Penguatan Implementasi Germas di Berbagai Tatanan, Rabu (5/9/2024).
Ditegaskan, isu penting dalam Germas itu mengajak masyarakat untuk bertanggungjawab pada kesehatan dirinya sendiri.
“Kita butuh kerjasama dengan masyarakat. Jangan sampai masyarakat yang karena merasa sudah ikut asuransi terus jadi merasa bebas makan apa saja dengan alasan kalau sakit sudah ada yang menanggung,” katanya di hadapan para nakes peserta pertemuan yang berlangsung hingga 6 September itu.
Terkait ajakan masyarakat untuk ikut bertanggungjawab pada kesehatan sendiri, pihak Dinkes Jatim sudah meluncurkan beberapa aplikasi yang memungkinkan masyarakat bisa mengases atau mengukur dirinya secara mandiri apakah berpotensi terkena penyakit tertentu.
Semisal aplikasi e-Tibi untuk mengases apakah seseorang potensi terkena TBC, aplikasi e-Desi untuk mendeteksi dini faktor risiko terkena hipertensi, Sigalon untuk deteksi dini kasus low vision (penurunan kemampuan penglihatan), serta e-Detik yang membantu para ibu hamil, dalam memantau perkembangan kondisi kehamilannya, terutama bagi mereka yang masuk dalam kategori risiko tinggi. Dengan menggunakan aplikasi ini, ibu hamil dapat secara mandiri mengetahui kondisi kesehatannya setiap minggu, tanpa harus sering bolak-balik ke fasilitas kesehatan.
Dijelaskan, melalui aplikasi itu masyarakat tak hanya mendeteksi risiko suatu penyakit secara mandiri, tapi juga mendapat edukasi terkait penyakit tersebut karena aplikasi itu didesain juga sebagai media edukasi.
Untuk melengkapi, Dinkes Jatim juga tengah menggodok e-Diabetes untuk deteksi dini dari kemungkinan terkena diabetes. “Kita punya e-Diabetes yang masih berproses dan e e yang lain yang memberikan edukasi masyarakat agar jauh lebih baik,” ungkap Kadinkes.
Dengan diketahui adanya faktor risiko, lanjutnya, bisa dicegah jangan sampai kemudian terkena penyakit. Dalam hal ini penekanannya pada aspek preventif dan promotif. Caranya bagaimana?
Mulai dari istirahat yang cukup, melakukan olahraga atau aktivitas fisik minimal 30 menit per hari, cari makanan sehat, hindari stres berlebihan, hindari merokok, skrining kalau usia sudah 40 tahun ke atas dengan ke Puskesmas untuk mengetes tensi masing-masing.
“Karena kalau ketemu (penyakit) lebih dini, akan jauh lebih baik. Itu yang kita harapkan dari isu konten promosi kesehatan atau meningkatkan isu preventif promotif yang baik,” terang Erwin.
Diakui, saat ini sistem kesehatan di Indonesia masih fokus pada kuratif (pengobatan) yang memakan biaya sangat besar.
“Di negara maju uangnya habis untuk kegiatan promotif preventif. Sehingga kalau sama-sama habis, tapi di negara maju hasil akhirnya masyarakat sehat, sementara di negara kita uangnya habis untuk kuratif dan hasil akhirnya meninggal. Kenapa karena sudah telanjur jadi sindrom metabolik, telanjur terjadi keganasan dan itu pengobatannya relatif lebih susah,” paparnya.
Lebih lanjut Erwin mengatakan, saat ini pembudayaan Germas sudah oke. “Yang penting adalah adanya upaya-upaya pada level preventif promotif. Kita ingin anggarannya habis di sini, tapi hasil akhirnya sehat. Target sasarannya individu, keluarga dan masyarakat. Jadi paradigma yang kita ubah dari program yang mencari pasien menjadi pasien atau masyarakat yang mengases dirinya sendiri,” katanya.(ret)