Sri Mulyani dan Sri Lestari saat dikunjungi ibu-ibu PCI Muslimat NU Hongkong-Macao. Pengurus Cabang Istimewa Muslimat Nahdlatul Ulama (PCI MNU) Hongkong- Macao aktif membantu Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menghadapi masalah di negeri tempat mereka bekerja. Selain mengunjungi PMI yang menghadapi masalah hukum di penjara, ibu-ibu PCI Muslimat NU Hongkong – Macao juga mengunjungi PMI yang sakit di sejumlah rumah sakit di Hongkong. Kondisi dua PMI asal Ponorogo dan Trenggalek Jawa Timur, misalnya, sekarang sangat kritis.
Oleh Gatot Susanto
SRI MULYANI asal Ponorogo sejak masuk rumah sakit (RS) hingga sekarang belum pernah sadar. Dia masih tergolek di RS dengan alat-alat medis menempel di sejumlah tubuhnya.
Sedangkan Sri Lestari asal Trenggalek baru saja menjalani operası kanker yang ke-6. Saat dikunjungi ibu-ibu Muslimat Hongkong, Sri juga terbaring lemah di ranjang RS. Sama dengan Sri Mulyani, kondisinya juga kritis.
Sri Mulyani menjalani perawatan di Queen Elizabeth Hospital sejak Sabtu 10 Agustus 2024 lalu. “Dia nggak pernah sadar,” kata Hj Siti Fatimah Angelia, kepada Global News, usai menjenguk kedua PMI tersebut di RS, Rabu (21/8/2024) siang.
Menurut pihak RS, kata perempuan asli Suroboyo yang sudah lama menetap di Hongkong ini, jika sadar pun banyak organ tubuhnya sudah tidak berfungsi lagi dengan baik. Hanya kaki kanan yang terkadang bisa digerakkan sedikit.
“Badannya lumpuh. Dia sudah 10 tahun belum pulang ke Ponorogo. Selalu bilang kalau finish (sembuh) mau pulang lihat anaknya wisuda jadi sarjana. Dia mengidap penyakit stroke serta pecah pembulu darah di otak kiri dan kanan. Sudah kritis, pengobatannya hanya mampu mempertahankan beberapa hari saja. Nggak tahu apa yang terjadi jika obatnya habis,” kata Fatimah Angelia yang juga menjadi petugas pemulasaran jenazah bagi muslimah, khususnya PMI, ini.
Sementara Sri Lestari asal Trenggalek terkena penyakit kanker rahang. Setelah menjalani operası yang ke-5 selama 30 jam, dia masih sadar tapi tetap tidak bisa berkomunikasi. Bila berbicara dengan orang lain lewat pesan singkat yang dia tulis di What’sAPP (WA).
“Kalau komunikasi lewat ngetik di WA. Dia mengaku sebentar-sebentar sakitnya luar biasa. Seperti di-iris-iris. Dia nggak bisa ngomong. Kalau terlalu sakit dan gerak dikit langsung sesak napas dan mengalir keluar banyak lendir melalui selang yang terpasang. Bapaknya juga baru saja meninggal dunia,” katanya lewat tulisannya di WA seperti dikutip Siti Fatimah.
Dia sudah menjalani perawatan di RS selama 5 bulan. Dia mengaku ingin sekali dijenguk oleh keluarganya dari Trenggalek. Namun, banyak kendala sehingga hingga sekarang belum terlaksana.
“Penginnya ada keluarga yang bisa datang menjenguk. Saya coba minta bantuan ke Ibu KIP (mantan Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Red.) serta Pak Emil (Emil Dardak, mantan Wagub Jatim). Mohon bantuan menghadirkan keluarganya. Kemarin dia baru saja menjalani operası yang ke-6, belum tahu berapa jam? Katanya sister (perawat) nggak lama karena hanya mencabut perangkat medis dan lain-lain serta sedikit perbaikan. Satu badan sudah ditempel-tempel (dioperasi). Yang paling sakit bahu sebelah kiri atas katanya. Karena habis diambil kulitnya untuk nempel yang di rahang,” katanya.
Fatimah mengaku sangat sedih melihat kondisi mereka sebab para PMI itu berjuang hingga ke negeri yang jauh untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya di kampung halaman. Namun ternyata di Hongkong nasibnya sungguh tragis.
“Semua perjuangan para PMI itu untuk kebutuhan keluarganya di tanah air. Namun beberapa PMI nasibnya sungguh tragis. Tapi sebaliknya, ada juga PMI yang dengan gayanya yang sok pinter, sok cantik, sok agamis, tapi saat di Hongkong bukannya mengais rezeki tapi malah mengambil suami orang,” katanya.
Karena itu, Fatimah mengusulkan, selain memberi pelatihan teknis sesuai bidang pekerjaan mereka, para PMI juga perlu dibekali pengetahuan tentang akhlak yang baik agar mereka hidup dengan baik pula selama bekerja di luar negeri.
“Selain mengambil suami orang, ada yang hidup tanpa pernikahan resmi dengan orang dari negara lain. Bahkan, ada yang terlibat tindak kriminal. Saya bersama ibu-ibu Muslimat sering mengunjungi mereka di penjara. Memberi nasihat dan bimbingan ruhani,” katanya.
Muslimat NU Hongkong-Macao melakukan tugas-tugas kemanusiaan itu dengan ikhlas sukarela. Sebab, para PMI itu juga sama-sama orang Indonesia yang mengadu nasib di Hongkong. “Meski kami tidak diundang di upacara HUT ke-79 Kemerdekaan RI di Wisma Indonesia (KJRI Hongkong), tapi kami tetap melaksanakan tugas -tugas ini, terus membantu para PMI ini,” ujarnya sambil bercanda. (*)