Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Utama

ISMI Jatim Tolak Rencana Kenaikan PPN Jadi 12%  

Imam Hambali

SURABAYA (global-news.co.id) – Rencana Pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% mulai Januari 2025 banyak ditentang kalangan pengusaha. Pasalnya, akibat ekonomi yang menurun beberapa tahun terakhir ini, bila PPN dinaikkan pasti akan membuat pengusaha menjadi kelabakan.

Karena itu Ikatan Saudagar Muslim Indonesia Jawa Timur (ISMI Jatim) merasa keberatan atas rencana kenaikan PPN menjadi 12% tersebut. Hal itu lantaran kondisi ekonomi masyarakat sangat berat di mana sekarang beban harga kebutuhan pokok sudah tinggi dan kemampuan perusahaan swasta untuk menggaji pegawainya juga sangat berat.

“Sebenarnya di masyarakat sangat banyak perusahaan menggaji karyawannya masih di bawah UMR/UMK,” kata Imam Hambali, Sekretaris ISMI Jatim, kepada Global News, Rabu (21/8/2024).

ISMI Jatim, kata pengusaha property ini, justru mengharapkan kepekaan dan kepedulian dari pemerintah melihat kondisi beban masyarakat secara umum yang sudah sangat berat. Karena itu, pria yang juga Ketua Lazismu Jatim ini, menegaskan, bahwa ISMI Jatim mengharapkan Pemerintah mensubsidi kebutuhan pokok masyarakat. Contohnya harga beras bila disubsidi bisa rendah, misalnya cukup 5.000/kg.

“Sehingga semua masyarakat marasakan subsidi yang diberikan oleh Pemerintah kepada semua lapisan masyarakat baik yang kaya atau miskin. Karena selama ini banyak subsidi hanya diberikan kepada masyarakat menengah ke atas,” katanya.

Selanjutnya ISMI Jatim mengharapkan Pemerintah menciptakan kondisi makro ekonomi lebih baik sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.

“Lalu ISMI Jatim mengusulkan biaya pendidikan dasar 12 tahun dan biaya kesehatan dasar sehingga pendapatan masyarakat yang menurun tidak terbebani lagi biaya kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan,” katanya.

Masih Dibahas

Seperti diketahui, Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% paling lambat pada Januari 2025 mendatang. Naiknya tarif PPN bisa berimbas pada barang-barang yang dibeli masyarakat, termasuk rumah. Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, mengatakan, terkait kenaikan PPN menjadi 12% itu masih akan dibahas oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terlebih dahulu.

“Karena dampaknya kan perumahan ini punya multiple efek, jadi itu pasti akan dibahas kembali (soal PPN 12%). Kan belum diberlakukan kan (PPN 12%),” katanya kepada wartawan di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.

Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Zainal Fatah, mengatakan jika benar ada kenaikan PPN menjadi 12% tentu ada kekhawatiran karena dapat mempengaruhi pilihan-pilihan masyarakat dalam menggunakan uangnya, termasuk dalam pembelian rumah. Walau demikian, menurutnya, Pemerintah akan memiliki cara untuk mengatasi hal tersebut, termasuk dalam menurunkan jumlah backlog rumah.

Zainal mencontohkan saat pandemi COVID-19 di mana daya beli masyarakat turun dan penjualan perumahan anjlok. Guna siasati hal tersebut, pemerintah memberikan solusi berupa pemberlakuan PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP).

“Gambarannya gini deh. Waktu kita pandemi, pemerintah kan mengambil kebijakan PPN DTP, (PPN) ditanggung pemerintah. Itu bentuk cara yang kita carikan. Pemerintah pasti carikan (solusinya),” tuturnya.

Ketika ditanya apakah tahun depan PPN DTP akan dilanjutkan atau tidak untuk menyiasati jika PPN benar-benar naik menjadi 12%, Zainal mengatakan hingga saat ini belum ada pembahasan terkait hal tersebut. Namun, kata Zainal, pemerintah pasti akan mencarikan jalan keluarnya. “Jadi pasti tidak akan dibiarkan masalahnya. Yang waktu pandemi saja kita carikan (solusinya),” pungkasnya.

Sebagai informasi, tarif PPN saat ini masih sama seperti pada tahun 2022 yaitu 11%. Kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% mulai 1 April 2022. Lalu, kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Menurut Pengamat Properti Lukito Nugroho, penerapan PPN 12% dapat melemahkan pasar properti untuk sementara waktu. Penjualan properti akan terkena imbas karena harga properti semakin mahal.

“Kalau ada kenaikan PPN 12% pasti nanti market properti dan konstruksi, kan keterkaitannya properti dan konstruksi, pasti akan melemah dulu mungkin selama beberapa saat baru nanti stabil kembali,” ujar Lukito dikutip dari detikProperti, Rabu (21/8/2024).

Kenaikan harga properti disebabkan oleh meningkatnya biaya konstruksi. Lukito menyebut kontraktor, perencana, hingga supplier konstruksi akan terkena imbas dari kenaikan PPN. Dengan berbagai biaya jasa dan bahan konstruksi meningkat, maka harga properti menjadi lebih mahal.

Namun, dia meyakini perlambatan pasar hanya sementara karena permintaan akan properti akan selalu ada. Mengingat, properti terutama rumah merupakan kebutuhan yang pasti diperlukan.

“Properti pasti selalu ada. Orang kan mau nggak mau pasti nanti harus beli properti juga. Mereka cuma hanya menunda. Jadi dengan menunda terjadi perlambatan,” katanya.

Adapun kelompok yang paling terpengaruh dengan kenaikan PPN adalah masyarakat menengah. Berbeda dengan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapat bantuan dari pemerintah. Sedangkan masyarakat menengah atas tidak terlalu terpengaruh dengan kenaikan 1% saja. Oleh karena itu, masyarakat menengah perlu lebih cermat memilih properti serta menunggu kebijakan selanjutnya.

“Jadi memang harus cermat melihat produk di pasaran, terus kemudian cermat membaca kebijakan pemerintahnya setelah PPN 12% ini, apa selanjutnya. Karena kemungkinan ada subsidi (dan) insentif, biasanya diikuti dengan hal itu,” ucapnya.

Terpisah, Pengamat Properti dan Direktur Investasi Global Asset Management, Steve Sudijanto menyampaikan hal senada. Ia menilai kenaikan PPN akan berdampak pada harga rumah karena meningkatnya biaya konstruksi.

“Bahan bangunan seperti besi, semen, beton, cat, rangka aluminum, kabel, fitting listrik, keramik, genteng, semua akan ada kenaikan karena PPN 12%,” imbuhnya.

Lalu, biaya jasa kontraktor juga akan bertambah, karena biasanya harga jasa sebesar 15% hingga 25% dari nilai kontrak Quantity Bangunan sesuai Laporan Konsultan Quantity Surveyor. Sementara jasa arsitek masih stabil karena perhitungannya berdasarkan luas bangunan.

Steve mengatakan kenaikan harga properti tidak akan langsung mempengaruhi geliat pasar properti. Pasalnya, masih ada banyak rumah lama yang belum terdampak PPN 12% saat masa pembangunan.

“Kenaikan harga rumah tidak akan langsung berdampak (ke pasar properti), karena masih banyak rumah stock lama yang belum terjual atau banyak rumah KPR yang dilelang atau foreclosure alias macet,” ungkapnya. * fan/gas/dtp

baca juga :

Gubernur Khofifah: Peresmian Jembatan Diharapkan Pulihkan Koneksitas Ekonomi

Redaksi Global News

SIG Bangun Fasilitas Sekolah di Pasuruan dan Bogor

Redaksi Global News

Perkuat Pertahanan, Macan Kemayoran Boyong Hansamu Yama