Global-News.co.id
Kesehatan Utama

Prodi Pengobatan Tradisional Perlu Dukungan Pemerintah dan Swasta

Suryawan saat melakukan pengobatan akupuntur di acara Bhaksos.

SURABAYA (global-news.co.id) – Tingkat kepercayaan atau minat masyarakat  terhadap pengobatan tradisional terus meningkat. Karena itu, sejumlah perguruan tinggi sudah membuka program studi bidang ini.

Hanya saja, perkembangan studi ini tidak seperti yang diharapkan. Bertolak pada kenyataan ini, perlunya dukungan pemerintah dan swasta untuk memajukan pengobatan tersebut.
Pengobatan tradisional yang dikenal selama ini dapat dikata tidak mempunyai efek samping itu, semakin hari semakin diminati masyarakat. Mengapa? Karena pengobatan tradisional ini mengobati akar persoalan penyakit tersebut. Dengan demikian dalam kesembuhan suatu penyakit, dapat menyembuhkan  yang menjadi sumber penyakitnya, sehingga tubuh atau seseorang kembali normal.
“Pengobatan tradisional seperti akupunktur atau herbal menyembuhkan fungsional organ tubuh. Akupunktur/Herbal tidak hanya mengobati gejala, tetapi mengobati akar penyakitnya. Contoh penyakit diabetes, dimana dalam pengobatan tradisional pengobatan dilakukan untuk memperbaiki atau menyembuhkan pankreas, sehingga pankreas dapat kembali pulih menghasilkan insulin yang cukup. Dengan demikian pada akhirnya gula darah menjadi normal kembali,” kata Suryawan, SE., B.Med., M.Med.,” Kepala Prodi D4 Akupuntur dan Pengobatan Herbal Universitas Katolik Darma Cendika, Selasa (10/1/2023).
Suryawan (tiga dari kanan) dalam kegiatan baksos Akupuntur di Garnisun Surabaya.

 

 

 

 

 

Bagaimana animo masyarakat terhadap pengobatan tradisional? Tentang ini Suryawan yang juga Ketua Perkumpulan Naturopatis Indonesia (PKNI) Jatim itu mengatakan, secara umum animo masyarakat terhadap pengobatan tradisional ini terus meningkat. Indikatornya, salah satunya  bhakti sosial (Baksos) akupunktur yang dia gelar bersama Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia (YHMCHI) dan PITI Jatim serta sejumlah yayasan dan perkumpulan mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat Surabaya.
Animo masyarakat yang positif pada pengobatan tradisional (akupunktur) tersebut, memang harus diimbangi oleh ketersediaan tenaga kerja yang profesional.  Karena itu, perguruan tinggi mempunyai peran penting untuk menggencarkan sosialisasi pengobatan tradisional. Terutama pengobatan tradisional Akupunktur.
Hingga kini, kata Suryawan ada sejumlah perguruan tinggi telah membuka Program Studi Pengobatan Tradisional yang di dalamnya ada akupunktur seperti:
1. Universitas Katolik Darma Cendika D4 Akupunktur dan Herbal
2. Universitas Airlangga D4 Pengobat Tradisional
3. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri D4 Pengobatan Tradisional Tiongkok
Ilmu akupunktur dan pengobatan herbal sudah masuk di perguruan tinggi sejak beberapa tahun lalu. Hanya saja dalam perjalanannya, program studi ini masih belum menggembirakan. Mengapa? Persoalan yang paling utama itu yakni masih kurang lengkapnya infrastruktur pendukung.
“ Pendidikan yang baik perlu didukung dengan peralatan laboratorium  yang memadai, sebagai pendukung pembelajaran. Di Indonesia yang mempunyai laboratorium yang canggih belum ada. Sementara di luar negeri seperti  di Tiongkok dan India, laboratorium setera dengan fakultas kedokteran. Karena itu, kenyataan ini harus menjadi perhatian kita semua. Terutama dari pemerintah. Juga dari para konglomerat (swasta) yang mempunyai kepedulian dalam hal pendidikan kesehatan,” kata Suryawan yang juga Wakil Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Tugas Konsil Kesehatan Tradisional sendiri adalah mengatur kebijakan tenaga kesehatan tradisional di seluruh Indonesia.
Perkembangan Prodi Pengobatan Tradisional, katanya, memang masih kurang menggembirakan. Mahasiswanya tidak terlalu banyak. Hal ini karena, Pertama: masih kurangnya dukungan pemerintah. Terutama untuk pengembangan pengobatan tradisional. Tak ada program prioritas dari  pemerintah untuk program studi ini.
Kedua di lapangan masih  banyak Puskesmas (Nakesnya) yang  diberikan pelajaran pengobatan tradisional. Seharusnya pemerintah memperhatikan ini. Sekarang yang terjadi, perawat belajar jamu dan  akupunktur  belajarnya tidak di kampus, tetapi melalui pelatihan,  sehingga yang belajar beneran tak ada tempat untuk bekerja.
 “Sebenarnya, mereka itu bukan profesional, karena yang dipelajari campur. Mereka itu Nakes plus,” katanya.
Ketiga, kurangnya kesadaran masyarakat. Mereka memandang pengobatan tradisional tidak ilmiah. Minum jamu, katanya bisa sakit ginjal dan lainnya. Padahal, minum obat dokter kalau berlebihan juga kena ginjal,” katanya.
“Sekali lagi yang saya ingin katakan bahwasannya kami-kami yang ada di perguruan tinggi ini dan mengajar pengobatan tradisional berharap agar pemerintah peduli dalam pendidikan ini. Terutama dalam hal bagaimana peralatan pendukung pembelajaran, khususnya laboratorium benar-benar modern, seperti halnya di Tiongkok dan India. Saya juga mengetuk hati para pengusaha (swasta) untuk membantu dalam penyediaan laboratorium. Hal ini, agar perguruan tinggi menghasilkan tenaga kesehatan tradisional yang benar-benar profesional, dan pada akhirnya akan menambah tingkat kepercayaan masyarakat,” kata Suryawan.
Di luar negeri, terutama di Tiongkok dan India, pengobatan tradisional seperti akupunktur maupun herbal sudah mendapat  tempat di hati masyarakatnya. Di Indonesia pun pada akhirnya, pengobatan tradisional  ini akan maju seperti di dua negara tersebut.
Sekarang, kita harus membangun fondasi, seperti membangun tenaga kesehatan tradisional profesional misalnya. Untuk itu, kampus mempunyai peran penting dalam masalah ini. Terutama bila dikaitkan dengan keberadaan laboratorium yang modern, seperti halnya di perguruan tinggi di Tiongkok dan India.
“Saya optimistis, pengobatan tradisional di Indonesia pada saatnya akan maju. Sekali lagi, peran pemerintah dan donatur yang peduli dengan pendidikan kesehatan tradisional sangatlah menentukan perjalanan pengobatan tradisional ini. Terutama bila dikaitkan dengan ketersediaan laboratorium modern di kampus-kampus yang membuka prodi pengobatan tradisional,” kata Suryawan yang lulusan S2 Akupuntur dari Beijing University of Chinese Medicine itu. (Erfandi Putra)

baca juga :

Soal Imbauan MUI Jatim, Menag Sebut Semua Bebas Berpendapat

Redaksi Global News

Kantor Bupati Blitar Ditutup Sementara Pasca 4 Pegawai Protokol Positif COVID-19

Redaksi Global News

Bayi Kelainan Anus, Wabup Subandi Sebut Segera Dirujuk ke RS dr Soetomo

Redaksi Global News