Global-News.co.id
Kesehatan Utama

Waspadai Benjolan, 70% Penderita Kanker Payudara ke RS dengan Stadium Tinggi

Dr Bob J.Octovianus dan Nisya Lina yang sedang menceritakan pengalamannya menghadapi kanker payudara.

SURABAYA (global-news.co.id) – Kanker payudara masih jadi pembunuh nomor satu perempuan di Indonesia, bahkan di dunia. Problem terbesar pada penanganan kanker adalah terlambatnya penderita untuk datang ke rumah sakit.

Breast Surgeon RS Onkologi Surabaya dr Bob J.Octovianus, mengatakan, lebih dari 70% kasus kanker payudara datang terlambat (sudah stadium III dan IV). Keterlambatan datang ke rumah sakit kerap disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang kanker, masalah ekonomi, hambatan psikologis dan informasi yang salah –terkait mitos-mitos di masyarakat.

Hingga kini kasus kanker payudara di Indonesia cukup tinggi. Mencapai 21,5 pada setiap 100.000 wanita. Tingginya angka kasus kanker di Tanah Air patut diwaspadai karena kasus ini juga memiliki kasus kematian yang cukup tinggi.

Karena itu Bob mengingatkan, ketika merasakan ada benjolan di payudara, sebaiknya segera periksa ke dokter. Dengan pemeriksaan tepat akan diketahui secara dini apakah benjolan itu berbahaya atau tidak. Jika berpotensi menjadi kanker payudara, juga bisa lebih cepat disembuhkan.

Keberadaan benjolan itu memang tidak menimbulkan rasa sakit, karenanya sering kurang mendapat perhatian. Dan ketika datang ke rumah sakit saat kondisi terlambat, sel-sel kankernya sudah menyebar dengan diameter lebih dari 2 sentimeter atau berada di stadium III dan IV.

Pengabaian terhadap benjolan di payudara ini terkadang juga terjadi karena merasa dalam keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker payudara. Padahal faktanya, pasien dengan riwayat kanker keluarga hanya 10-15%, selebihnya karena terjadi sporadis dan faktor lingkungan termasuk gaya hidup.

Dijelaskan, kalau benjolan di payudara segera diperiksakan ke dokter yang tepat, akan diketahui apakah benjolan itu punya kemampuan menembus ke tempat lain dan melakukan penyebaran atau tidak, benjolan itu cair atau padat. Atau sebaliknya benjolan itu tidak berbahaya atau muncul karena faktor hormonal. Jika berpotensi kanker, dokter akan memastikan dengan melakukan biopsi jaringan untuk mengetahui secara pasti ganas tidaknya sel kanker. Dan terakhir dokter akan melakukan penentuan diagnosa untuk mengambil tindakan operasi.

“Jadi tidak semua benjolan di payudara itu berbahaya. Dokter akan menentukannya melewati serangkaian pemeriksaan mulai USG hingga skrining mamografi. Sebelum melakukan serangkaian pemeriksaan, dokter tidak akan mengambil tindakan operasi. Karenanya jika sejak dini ditemukan adanya sel kanker, kanker payudara dapat disembuhkan,” kata Bob dalam acara Pink Movie & Talk with RS Onkologi di Double Tree by Hilton Surabaya, Selasa (11/10/2022).

Dalam talkshow yang juga diikuti sejumlah siswi dan guru dari SMPN 4 Surabaya itu, Bob menjelaskan, 70% kanker payudara dipengaruhi oleh hormon estrogen. Selain faktor gaya hidup mulai kurangnya aktivitas fisik, tingginya kandungan lemak dalam tubuh (obesitas), stres hingga kurangnya asupan vitamin D yang kaya manfaat untuk mencegah kanker. Wanita yang menstruasi lebih awal dan lambat menopause berisiko kena kanker payudara. Demikian halnya wanita yang tidak pernah hamil, tidak memiliki anak dan tidak pernah menyusui.

“Semakin lama wanita terpapar estrogen, risiko kena penyakit kanker payudara makin besar. Saat dia hamil, menyusui, paparan estrogen semacam ada diskon, menjadi berkurang sehingga risiko kena kanker payudara juga berkurang,” katanya.

Pada kesempatan itu, survivor kanker payudara Nisya Lina (38) mengungkap pengalamannya menghadapi kanker hingga sembuh. Nisya menceritakan tujuh tahun lalu saat dirinya baru memiliki 1 buah hati, merasakan ada benjolan di payudaranya. Sebelum ke RS Onkologi, dia sempat periksa ke salah satu dokter di Surabaya. Dia dideteksi kena kanker payudara dan harus segera operasi. Namun dia belum memutuskan, masih menimbang-nimbang dulu hingga 3 bulan. Dia akhirnya tergerak periksa ke RS Onkologi setelah dokter yang hendak ditemui di Graha Amerta ke luar negeri. Dan diagnosanya ternyata sama, dia kena kanker payudara stadium IIIA dan harus segera operasi. “Setelah mendapat dukungan suami dan keluarga dan menguatkan hati saya, saya putuskan untuk operasi. Saya tidak mau kankernya makin menyebar,” katanya.

Sebulan setelah operasi, dia menjalani kemoterapi. “Jangan ditanya sakitnya. Saya melalui semua itu karena ingin sembuh, saya ingin melihat anak saya tumbuh. Saya ada keluarga yang harus saya dampingi, ” katanya.
Kuatnya semangat untuk sembuh ini mempercepat pemulihan Nisya pasca kemoterapi.

“Dokter menyarankan saya makan apa saja, habis kemoterapi bisa makan lahap itu sesuatu yang luar biasa. Sebagian penderita kanker habis kemoterapi sulit makan, mual, muntah, diare. Alhamdulillah saya tidak mengalami itu,” katanya.

Setelah kemoterapi selesai dan sudah tidak ada sel kanker di tubuhnya, dia menjalani rekonstruksi pemulihan bentuk payudara. Kondisi ini membuatnya makin percaya diri. Bahkan dia diperbolehkan hamil anak kedua rentang dua tahun pasca kemoterapi-nya selesai. “Bahkan saat ini saya berencana nambah anak lagi, semoga dimudahkan semuanya,” katanya.

Nisya juga menjalani hidup sehat pasca operasi dan kemoterapi. Tidak stres. Makan makanan sehat, olahraga. Saat kemoterapi dia juga rutin minum obat-obatan yang diberikan dokter. Dan dia berharap sel kanker tidak menghampirinya lagi. Apa yang dialami Nisya mematahkan mitos jika kanker payudara tidak bisa disembuhkan.

Bukan hanya talkshow, di Bulan Kesadaran Kanker Payudara (Breast Cancer Awareness Month) ini Double Tree by Hilton Surabaya juga akan menggelar funwalk pada 16 Oktober dan zumba bersama pada 23 Oktober. (ret, tis)

baca juga :

Tiga ABG Tewas Terseret Pusaran Arus di Pantai Niyama Tulungagung

Redaksi Global News

Monumen Reog Ponorogo: Pemprov Jatim Kucurkan Rp30 Miliar

Redaksi Global News

Hari Anak Nasional 23 Juli, RSI Bagi Balon dan Bingkisan untuk Pasien Anak