
SURABAYA (global-news.co.id) – Ada yang lain di arena Car Free Day (CFD) Darmo Minggu (2/10/2022) pagi. Sejumlah perempuan melintas di kawasan itu mengenakan kebaya dan bersanggul lalu berkumpul di halaman kantor salah satu bank. Kehadiran mereka tentu saja menarik perhatian masyarakat yang tengah berolahraga, tak sedikit yang berhenti lalu meminta foto bersama bahkan mengikuti kegiatan yang digelar komunitas Perempuan Bersanggul Nusantara (PBN) Surabaya.
Bertepatan dengan Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober, komunitas tersebut ingin mengajak masyarakat untuk melestarikan budaya bersanggul dan berkebaya. ”Karena misi kita memang mengajak semua wanita untuk bersanggul dan berkebaya sebagai jati diri perempuan Indonesia. Karena ini sebagai satu kesatuan yang nggak boleh dipisahkan, sesuai budaya leluhur. Kalau berkebaya ya bersanggul,” kata Nana, Ketua Komunitas Bersanggul Nusantara Surabaya ditemui usai acara.
Diakui, kegiatan di arena CFD ini memang baru pertama kali dilakukan. Pada momen ini mereka tidak hanya mengampayekan kebaya dan sanggul, tapi juga mengadakan tutorial memakai sanggul cepol dan cara memakai udeng (tutup kepala dari kain) untuk bapak-bapak.
Salah seorang warga yang menyaksikan acara itu mengaku senang, karena kegiatan semacam ini sekaligus bisa menunjukkan ke masyarakat akan kekayaan budaya Indonesia. Dia hadir karena sang istri ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
Sementara Oentari menyebut, di Surabaya perempuan bersanggul dan berkebaya sudah sangat jarang di Surabaya. Apalagi muncul bersama-sama di tempat terbuka. “Kalau di Bali, berkebaya dan bersanggul sudah jadi keseharian. Makanya ketika diajak meramaikan kegiatan ini saya senang,” kata warga Surabaya yang kini bermukim di Bali.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Alfian Limardi, mengatakan, kegiatan yang diadakan Komunitas Bersanggul Nusantara tersebut bagus dan perlu diberi dukungan. “Komunitas ini punya misi yang bagus bagaimana menjaga busaya nusantara, budaya lokal supaya tetap lestari. Saya pikir dengan kondisi sekarang di mana budaya dari luar banyak memengaruhi budaya kita, akan lebih bagus kalau komunitas semacam ini disupport,” ujarnya.
Dari pengamatan Alfian, sejumlah orang bertahan dan terus menyaksikan dan mengikuti kegiatan. “Ini menunjukkan, mereka tahu kalau ini adalah budaya bagus yaitu berbusana dengan ciri khas etnik Nusantara. Dari tutorial tadi, kita juga bisa melihat bersanggul itu mudah dan bisa dilakukan sendiri tidak perlu ke salon,” pungkasnya.
Bertepatan dengan Hari Batik Nasional, para anggota komunitas ijuga mengenalkan motif-motif kain batik melalui kegiatan jembengan. Motif yang dibawakan pun beragam dari yang klasik seperti truntum, sidoluhur, parang, hingga motif masa kini motif flora, satrio manah, serta batik Madura dan kain songket Bali. (ret)