SURABAYA (global-news.co.id) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus berupaya memberikan bantuan (intervensi) secara tepat sasaran. Sebab, pihaknya telah melakukan pencocokan (kroscek) data melalui administrasi kependudukan, yakni KTP dan KK dengan kondisi di lapangan.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Anna Fajriatin mengatakan, alasan melakukan kroscek data adalah untuk memberikan bantuan kepada warga yang tinggal atau berdomisili di Kota Surabaya. Hasil dari kroscek yang dilakukan, 23.532 masuk ke dalam data kemiskinan ekstrem.
“Kami cocokkan data itu dengan data MBR, serta melalui aplikasi Cek – In Warga Surabaya. Apakah orang ini ada di Surabaya atau betul berdomisili di Surabaya? Nah itu, dari data itu kita cocokkan. Sebab, itu yang akan menjadi dasar intervensi untuk pengentasan kemiskinan ekstrem di Surabaya dan untuk pemberian intervensi tahun 2023 terkait semua program di Pemkot,” kata Anna, Sabtu (15/10/2022).
Sedangkan untuk proses pemberian bantuan, Anna menjelaskan, jika hal tersebut akan diatur dalam Peraturan Walikota (Perwali MBR) yang saat ini tengah dirancang oleh Walikota Surabaya Eri Cahyadi untuk disesuaikan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) dan Pemerintah Pusat. Dalam Perwali tersebut, akan ada kriteria apa saja yang disebut sebagai kategori keluarga miskin.
“Ada Perwali yang juga melandasi bahwa data ini menjadi dasar pemberian (bantuan) semua program yang akan diberikan oleh Pemkot. Maka, Pak Walikota selalu menyampaikan untuk dicek lagi, artinya apakah warga itu benar pindah atau tidak,” ujarnya.
Anna mengaku, jika ada warga KTP Surabaya yang menerima bantuan tetapi tidak tinggal di Kota Surabaya memicu kecemburuan sosial di lingkungannya. Hal tersebut juga berlaku bagi warga yang belum memperbaharui status pekerjaan di kolom KTP-nya.
“Kalau status pekerjaannya belum berubah, maka yang sebelumnya masih tertulis belum bekerja akan terus mendapatkan bantuan. Itu bisa mencelakakan dirinya, misalnya RT datang ke rumahnya karena warga itu dapat bantuan tetapi tidak ada, maka bisa dialihkan kepada warga yang lain,” ungkapnya.
Sebelumnya, Walikota Eri Cahyadi menemukan ribuan warga ber-KTP dan KK Kota Surabaya diketahui tidak tinggal atau berdomisili di Kota Pahlawan.
Hal ini berdasarkan pencocokan data dengan kondisi di lapangan yang dilakukan oleh camat, lurah dengan melibatkan RT/RW, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) serta Kader Surabaya Hebat (KSH).
“Ketika data ini sudah sama antara KTP dengan yang ada di lapangan, maka anggaran APBD Surabaya terkait dengan intervensi akan tepat sasaran,” ujarnya. (pur)