Global-News.co.id
Cahaya Ramadhan Utama

Mudik Lebaran 1443 H, Konsolidasi Religius, Ekonomi dan Politik

Masdawi Dahlan
Oleh Masdawi Dahlan 
IDUL FITRI tahun 1443 H ini merupakan momentum hari raya yang sangat membahagiakan bagi kaum muslimin. Betapa tidak setelah dua tahun tidak bisa melakukan mudik akibat pandemic covid -19, pada Idul Fitri tahun ini kaum muslimin  bisa melakukan mudik secara leluasa sekalipun juga tetap harus patuh pada protap kesehatan.
Dengan kembali bisa mudik lebaran dengan lancar dan leluasa kaum muslimin bisa berkumpul lagi dengan sanak family dan keluarga setelah berjauhan karena tuntutan pekerjaan mapun karena factor jalinan perkawinan. Berkumpul bersama keluarga bersenda gurau dengan kebahagiaan dan suka cita bersama.
Mudik lebaran yang merupakan tradisi tahunan umat Islam  Indonesia ini, bukan hanya mengandung muatan ajaran religius sebagai perintah tuhan untuk menyambung silaturrahim, namun mudik juga merupakan momentum konsolidasi sosial, ekonomi dan politik yang akan sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan politik bangsa ini.
Sabagai aktifitas religius mudik merupakan bagian dari ajaran Islam untuk menyambung silaturrahmi. Saling maaf bermaafan atas salah dan khilaf setelah lama berpisah dan setelah selesai menjalankan puasa Ramadhan. Mudik adalah kontemplasi religius dari manusia fitrah yang dihasilkan dari puasa Ramadhan.
Dalam Al-Quran Surat An Nisa Allah SWT berfirman : Wahai manusia bertaqwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam), dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari (dirinya), dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan peliharalah hubungan kekeluargaan. Sesunguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (QS An Nisa: 1).
Mudik menuntut manusia merenungi akan hakikat dan keberadaannya sebagai manusia yang berasal dari jiwa yang satu dan harus memeliharanya. Allah menjamin ikhtiar memelihara persatuan melalui silaturrahmi dengan memberi pahala yang besar, yaitu janji Allah berupa jaminan panjang umur dan diperbanyak rezeki.
Dalam mudik muncul semangat persatuan dan rasa saling tolong menolong. Dimulai dari antar keluarga dekat hingga merambah pada kehidupan lingkungan social yang leih besar yakni masyarakat. Dari situlah benih kebersamaan kedekatan sosial dan persatuan terpupuk, sabagai jalan menuju terciptanya kekompakan dalam hidup berkeluarga bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Mudik juga mengandung manfaat secara ekonomis. Dalam mudik terjadi aliran dana merata ke seluruh pelosok negeri. Dana segar yang dibawa oleh para pemudik yang ada di rantau di berbagai daerah dan kota besar, akan bisa menjadi pemacu bangkitnya kekuatan ekonomi lokal di daerah. Karena dengan mudik uang tidak hanya numpuk di kota, namun bisa mencair ke pelosok untuk memotivasi ekonomi local.
Seorang yang bekerja di ibu kota, misalnya, akan bangga dengan membawa simpanan dan hasil pekerjaannya ke kampung halamannya. Bersenang senang dan membagikan sebagian rezeki kepada kerabatnya, hingga bisa menjadi modal usaha untuk mengembangkan kekuatan ekonomi di kampung halamannya. Bagi kaum muslimin yang ada di kampung kondisi ini sangat berguna sebagai sarana untuk bangkit.
Ekonom Edy Saputro yang juga dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah mengatakan bahwa ritual mudik terbukti bisa menggerakkan ekonomi di semua sektor. Bank Indonesia (BI), misalnya, menyiapkan uang tunai Rp 152 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri tahun 1442 H lalu. Jumlah ini naik 39 persen dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya Rp 109 triliun.
Oleh karena itu, kata dia, beralasan jika perputaran uang selama mudik akan berjalan pesat. Prediksi BI penarikan uang saat mudik tahun 2021 lalu naik 20 persen dibandingkan tahun 2020. Penarikan uang tunai akhir Ramadhan mencapai sekitar Rp 14 triliun. Realitas ini menunjukkan perputaran uang selama mudik menarik dicermati. Tidak saja dari aspek sosial namun juga dari nilai ekonomi. Jadi, beralasan jika BI menyediakan 4.600 kantor bank tempat penukaran uang baru untuk keperluan berlebaran.
Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan mudik bisa menjadi momentum untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Dia menilai dengan mudik yang longgar akan berdampak positif pada aktifitas bisnis dan perekonomian yang muaranya dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai mudik memiliki dampak pada kenaikan uang beredar dan aktifitas ekonomi dikota maupun di desa. Di tahun sebelum pandemic, kata dia,  mudik dapat meningkatkan perputaran uang sebanyak 10 persen. Bagi perekonomian secara makro  mudik mampu berkontribusi 25 persen lebih pada pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana dengan masalah politik?
Mudik juga diprediksi akan berpengaruh pada konsolidasi politik secara nasional. Para tokoh pemerintah, anggota DPR maupun pengusaha dan para urban lainnya dari daerah yang  pulang kampung pasti akan membawa cerita tentang dinamika politik mutakhir tanah air.  Mereka akan mensosialisasikan kondisi politik kepada para keluarga dan kerabatnya di kampung. Bukan hanya itu mereka bisa juga membawa pesan dan ajakan tentang figur tertentu yang layak untuk dipilih menjadi peminpin masa depan.
Apalagi pada momentum mudik lebaran tahun 1443 Hijriyah ini, dimana kondisi politik nasional kacau balau akibat munculnya turbulensi politik yang mengarah pada instabilitas, akibat adanya gerakan sekelompok pihak yang ingin mengangkangi konstitusi untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan secara membabi buta. Warga di daerah pasti akan bertanya dan merasa senang ketika mendapatkan pencerahan dan informasi politik pilihan yang dibawa oleh para kerabatnya dari ibu kota.
Momentum mudik tahun 1443 H ini memiliki makna yang beda secara politik dibandingkan dengan mudik tahun tahun sebelumnya. Kerinduan akibat tidak bisa mudik selama dua tahun karena pandemic dan kondisi bangsa yang terus dilanda berbagai persoalan bertubi tubi akan membuat warga didaerah secara emosional memimpikan perlunya perubahan paradigma kepemimpinan nasional.
Mereka merindukan hadirnya pemimpin yang bisa menciptkan kedamaian, keadilan dan ketenteraman. Pemimpin yang memimpin dengan hati yang jujur, memahami akan dinamika dan keragaman rakyatnya, dan berjuang untuk menyembuhkan penyakit bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. (*)
* Penulis adalah wartawan global-news.co.id dan koran Global News.

baca juga :

Sidoarjo Segera Bangun Dua SMPN Baru

Redaksi Global News

Semarak Ramadan, BNI dan UNAIR Berkolaborasi Bagi 1.000 Paket Sembako

gas

Workshop Pengembangan Literasi Bagi Guru dan Kepala SD

gas