Oleh Baddrut Tamam*
PADA tahun 2042 nanti dari beberapa sudut pandang, ekonomi Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi ke 3 di dunia. Tiongkok, India lalu Indonesia. Indicatornya jelas. Dari sumberdaya manusia, dari sumberdaya alamnya dan juga dari bonus demografi yang nanti akan membuat Indonesia akan menjadi kekuatan besar ketiga dunia.
Tetapi ada beberapa gangguan serius yang perlu ditangani secara serius juga. Setidaknya ada empat hal yang akan bisa mengganggu Indonesia untuk bisa menjadi kekuatan ekonomi ke 3 di dunia.
Yang pertama narkoba. Narkoba ini tidak sederhana, tapi terkait dengan banyak sudut pandang. Dari sudut pandang kebudayaan jelas tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia dengan tradisi, rasa, karsa dan cipta sebagai warga bangsa.
Indoneisa sekarang tidak lepas dari negara lain dari konstalasi ekonomi politik dunia. Maka narkoba harus menjadi focus dari kerja seluruh stakeholders, bukan hanya pemerintah, bukan hanya penegak hukum. Semua elemen harus serius mencari solusi bahaya narkoba dan tidak hanya dimasalah pengobatannya, tetapi di edukasi dan pencegahannya.
Negara harus tegas betul untuk menangani narkoba. Kalau generasi terpapar narkoba, sebagian dari nilai peluang untuk bisa bersaing semakin rendah. Akan ada degradasi moral dan segala macamnya.
Yang ironis pada tahun 2013 lalu dari presentasi data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa Jatim merupakan propinsi peringkat kedua setelah DKI Jakarta soal pengedar dan pengguna narkoba, dan sekarang pada tahun 2022 Jatim sudah ada pada peringkat pertama.
Ini anomali, kenapa ? Karena di satu sisi Jatim ini provinsi paling banyak musholla, paling banyak masjid, paling banyak pesantren, tetapi peringkat pertama pengguna dan pengedar narkoba di Indoensia. Pasti ada something wrong, ada sesuatu yang tidak selesai. Dan yang menyedihkan lagi, Jatim ada di peringkat pertama karena factor Madura.
Karena itu perlu duduk bersama seluruh ormas dan elemen lain, membicarakan tentang bahaya narkoba. Malu rasanya, disebut masyarakat yang punya etika, punya moralitas, integritas dan attitude akhlaq yang bagus tapi juga menjadi sarang narkoba. Narkoba ini jadi ancaman serius bagi kemungkinan Indonesia akan menjadi kekuatan negara ke 3 di dunia.
Gangguan kedua adalah fundamentalisme. Fundamentalisme yang pada tingkat tertentu bisa menjadi terorisme, juga harus jadi pemikiran yang sungguh-sungguh. Tidak hanya negara, tapi seluruh stakeholders. Sebagai satu bangsa perlu berfikir utuh dan sepakat bahwa ideology negeri ini Pancasila, ketuhanan, kemanusiaan, Persatuan, permusyawaratan dan keadilan, itu menjadi bagian dari fondasi dalam bernegara.
Ketiga, keadilan atau rasa keadilan. Kalau rasa keadilan ini, dalam seluruh aspeknya, tidak dibuat lebih baik maka akan ada antipati atau ketidakpercayaan, kecurigaan dan meningkat ke antipati. Belum lagi arus informasi luar biasa yang banyak dikonsumsi dan itu tidak diketahui itu benar atau salah, dinamika post truth dan lain sebagainya.
Beberapa hal dianggap oleh sebagian orang antara benar atau salah. Bahkan bagi beberapa orang yang sudut pandangnya terbatas, seluruh info apapun diterimanya.
Keempat korupsi. Korupsi harus menjadi perhatian. Tiada yang lebih terhormat, yang membuat seseorang akan terhormat itu, karena seseorang bisa berperan sesuai dengan fungsi dan kesungguhan. Artinya butuh ketauladanan, butuh kebijaksanaan, butuh nasionalisme, butuh kejujuran dan integritas dan butuh permusyawaratan, bukan lagi soal menang atau kalah.
Seluruh stakeholder bangsa perlu duduk bersama untuk membicarakan masing-masing poin persoalan yang sedang dihadapi dan mencari solusi serta mempertahankan yang sudah baik. Misalnya tentang narkoba. Adakah ormas yang di kabupaten ini yang banter menyuarakan narkoba ? Adakah kelompok akademisi ilmuwan ulama yang keras serius melakukan gerakan dan langkah untuk menyelamatkan generasi dari narkoba ? Karena ini urusannya juga dengan attitude moral dan iman.
Kemudian tentang ideology transnasional juga perlu mendapatkan perhatian ekstra. Post truth menjadi bagian dari pupuk yang ikut menyuburkan sekian banyak dinamika yang destruktif. Maka perlu ada gerakan bersama antara semua stakeholder, bukan hanya bupati, pimpinan forkopimda, tapi disemua pihak duduk bersama melakukan edukasi bersama tentang bahaya narkoba termasuk bahayanya pemerintahan yang korup.
Semua harus dibimbing jangan korup.
Para ASN termasuk masyarakat bersama sama stakeholder harus duduk bareng untuk bersama menjaga negeri ini. Semua sama tidak ada yang lebih terhormat. Semua terhormat jika melakukan kesungguhan untuk menyelamatkan generasi masa depan yang memiliki ilmu yang cukup memiliki iman yang baik, attiudute yang baik, dan bekerja melakukan kebaikan.
Jika empat hal ini dilakukan, insya Allah 2042 Indonesia akan menjadi negara yang memiliki kekuatan ekonomi. PDB akan bagus, pendapatan akan bagus. Tidak ada yang lebih terhormat, semua kita sama, cuma fungsi dan perannya yang berbeda beda. Dalam tubuh manusia ini juga perannya berbeda beda. Semua terhormat, yang tidak terhormat jika tangan, misalnya, bagian dari tubuh kemudian dibuat untuk berbuat yang tidak baik.
Karenanya perlu langkah yang konkret dari semua stakeholders, tidak ada superroritas, yang ada kesamaan hati dan pikiran untuk sama sama mendapaktan ridho Allah. Dan semuanya harus ridho atas keadaan dan bermuhasabah bersama, kontribusi apa yang sudah kita berikan kepada bangsa dan negara, karena negara ini bukan pemberian tapi hasil perjuangan.
Bagaimana rasanya dibeberapa negara yang tidak aman, ketika lebaran. Di Indonesia disini tenang damai tentram. Itu yang perlu menjadi perenungan bersama. Sehingga karena jadi bupati jangan sok sok’an, jadi pejabat juga jangan sok sok’an, jadi rakyat jelata jangan inferior, karna semuanya ada kebijaksaan masing masing dan perlu difikirkan bersama.
Jika empat faktor diatas bisa ditegakkan dengan baik, keadilan dan kesejahteraan akan semakin terbuka luas. Terus kemudian narkoba bisa diperangi bareng bareng sambil genjot sumber daya yang bagus. Narkoba bisa diminimalisir, dorong sumber daya yang berdaya saing, ekonominya didorong dan pemerintahannya berpihak betul pada rakyat. (*)
*Penulis adalah Bupati Pamekasan.