Oleh Masdawi Dahlan
PADA suatu kesempatan berceramah di sebuah forum, Prof Dr M. Amien Rais menceritakan bahwa pada saat dirinya kuliah di sebuah universitas ternama di Amerika Serikat, seorang profesor pengampu mata kuliah tertentu mengungkapkan bahwa di dunia ini ada negara kaya raya sumber daya alamnya, namun rakyatnya miskin karena mereka bodoh.
Awalnya sang guru besar itu tidak menyebutkan nama negara tersebut. Akan tetapi akhirnya dia juga mengungkapkan di depan para mahasiswanya yang berasal dari berbagai negara di dunia itu. Di awali dengan ungkapan permohonan maaf kepada Amien Rais, sang guru besar mengatakan bangsa negara yang dimaksud adalah Indonesia.
“Mohon maaf tuan Amien Rais negara besar kaya raya sumber daya alamnya, namun rakyatnya miskin akibat kebodohannya itu adalah negara anda yakni Indonesia,” ujar sang guru besar tersebut.
Dalam cerita yang lain, beberapa tahun yang lalu seorang netizen pernah menulis di media sosial tentang pertemuan rahasia antar warga negara Indonesia keturunan negara tertentu yang digelar di sebuah hotel mewah di Jakarta. Pertemuan itu dikomandani oleh seorang yang kini menjadi konglomerat ternama di Indonesia.
Dalam unggahan tulisannya sang netizen menceritakan bahwa sang konglomerat itu mengungkapkan bahwa negara asalnya kini jumlah penduduknya membludak dan membutuhkan negara yang bisa dijadikan semacam “kolonialisasi” untuk menampung warganya. Disebutkan negara yang bisa dijadikan kolonialisasi itu adalah negara-negara di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Mengapa memilih Indonesia? Alasannya karena rakyat Indonesia masih bodoh dan para pejabatnya banyak yang tidak jujur dan juga bisa dibodohi.
Dua isu di atas semestinya menyadarkan rakyat Indonesia bahwa mereka selama ini dianggap bodoh. Akibat kebodohan tersebut kekayaan alam yang dimiliki tidak bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraannya. Dan kebodohan itu juga menimpa para pejabat maupun aparat negara, akibat kebodohan itu mereka bisa dibodohi oleh pihak lain yang ingin menguasai Indonesia.
Amien Rais sendiri kemudian menyoroti masalah undang-undang di Indonesia yang dianggap proasing sehingga merugikan rakyat. Salah satunya adalah UU Migas. Karena itu, dia pun menyebutkan bangsa Indonesia adalah bangsa pekok (bodoh). “Ini ada UU yang aneh dan ajaib. Bahwa gas alam di perut bumi Indonesia, itu boleh digunakan oleh bangsa sendiri setelah bangsa lain dicukupi kebutuhannya,” kata Amien saat mengisi ceramah di Masjid Muthohirin Yogyakarta, Kamis (10/5/2018) lalu.
Menurutnya, kebijakan tersebut aneh. Sebab, kebutuhan dalam negeri dikorbankan hanya demi memenuhi kebutuhan negara lain, seperti Tiongkok, Taiwan, dan Singapura. “Ini mesti bangsa pekok (bodoh),” sindirnya (baca “Amien Rais Sebut Indonesia ‘Pekok’, PDIP Ungkit Amandemen UUD 1945, detik.com 11 Mei 2018, Red.).
Pertanyaannya benarkah rakyat Indonesia bodoh? Benarkah para pejabat juga bodoh? Kalau rakyat Indonesia bodoh mengapa bisa mengusir para penjajah dari bumi nusantara ini? Bukankah dengan mampu mengusir penjajah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia kuat dan pintar? Tak mungkin kalau rakyat Indonesia bodoh bisa mengusir penjajah, karena mengusir penjajah butuh strategi matang.
Kalau ukuran kebodohan dilihat dari kelemahan rakyat Indonesia mengusai teknologi, mungkin bisa dibenarkan. Karena hingga kini pun masih lemah. Tetapi mengapa dengan tanpa senjata dan teknologi canggih rakyat bisa mengusir penjajah dari bumi Indonesia? Logikanya rakyat Indonesia kuat, sekalipun lemah dalam penguasaan teknologi atau iptek.
Rakyat Indonesia tidak bodoh begitu pula dengan para pejabatnya. Rakyat dan para peminin Indonesia mengetahui bagaimana cara mengusir penjajah yaitu dengan cara memupuk persatuan dan kesatuan serta kekompakan. Dengan persatuan antar elemen bangsa, suku, ras dan agama, didukung keimanan yang kuat kepada Tuhan yang Maha Esa, rakyat bersama pemimpinnya bisa mengusir penjajah, sekalipun lemah di bidang teknologi dan persenjataan.
Selama ini harta kekayaan Indonesia tidak dikelola dengan baik, sehingga kurang maksimal membuahkan kesejahteraan bagai rakyat. Ini terjadi bukan semata karena kebodohan atau lemahnya teknolgi, namun juga akibat lunturnya persatuan dan hilangnya kekompakan. Para pejabat banyak yang tidak jujur, khianat dan korup, yang berakibat pada keengganan mereka untuk memikirkan bagaimana membangun negeri ini dengan baik.
Dalam perjalanan mengisi kemerdekaan, antar elemen di tubuh bangsa ini masih terjebak pada sikap eksklusifitas, yakni mengakau paling baik dan paing benar sendiri yang akhirnya menghilangkan persatuan dan kebersamaan. Akhirnya tidak maksimal memikirkan kewajiban mengelola kekayaan alam. Bangsa ini tidak serius mendidik generasi muda menguasai teknologi agar bisa mengelola kekayaan alam untuk kesejahteraan bersama.
Para pemimpin bangsa ini banyak yang memiliki pendidikan tinggi. Namun mereka banyak yang tidak jujur dan tidak amanah menjalankan tugasnya. Di antara mereka terjebak korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Di antara mereka tidak punya niat tulus memikirkan bagaimana mensejahterakan rakyat sebagai amanah undang undang dan kemerdekaan. Mereka hanya berpikir bagimana memperkuat kelompok dan memperkaya diri sendiri.
Akibatnya para pejabat terninabobokkan dengan imajinasinya untuk bersenang-senang menguasai materi, tanpa berpikir mensejahterakan rakyatnya, apakah bangsa Indonesia yang diamanatkan oleh para pejuang telah makmur dan rakyatnya sejahtera. Pada saat itulah musuh bangsa Indonesia yang selalu menguntit dari belakang mengetahui kelemahan mental para pejabat, yang pada gilirannya memunculkan banyak kebijakan para pejabat yang hanya menguntungkan kalangan pengusaha tapi mencekik rakyat.
Rakyat Indonesia akhirnya menjadi tamu di negerinya sendiri. Sumberdaya daya alam yang kaya, tak membuahkan kesejateran bagi rakyat, justru membuat kaya musuh-musuh negara, karena mereka berhasil meninabobokkan dan membodohi para pemimpin Indonesia.
Penilaian bahwa pejabat Indonesia banyak yang bodoh dan bisa dibodohi ternyata menemukan kebenarannya pada titik ini. Tentu saja mereka adalah oknum pejabat, sejumlah orang saja, tapi tragisnya, justru menguasai banyak sumber daya di Indonesia.
Maka, tidak ada jalan lain bagi Indonesia untuk bisa memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam, kecuali dengan menjaga kebersamaan dan memperkuat persatuan yang ditunjang dengan penguasaan teknologi dan manajemen tata kelola yang baik. Antar suku, ras dan agama harus saling bahu membahu, membangun persatuan untuk berpikir jernih membangun bangsa di atas persatuan dan kesatuan.
Bagaimana dengan umat Islam? Sebagai kelompok mayoritas di negeri ini umat Islam memiliki peran yang sangat strategis. Ukhwah Islamiyah sangat penting untuk memperkuat kebersamaan dalam bepikir dan membangun bangsa. Kelompok keagamaan yang ada dalam Islam harus bekerjasama menuju gerakan baru dengan tekad yang sama membangun bangsa.
Umat Islam harus menghentikan sikut menyikut dan menyingkirkan kelompok lain dalam rebutan jabatan politik dan pemerintahan. Karena perilaku itulah yang membuat umat Islam pecah dan lemah. Perpecahan antara kelompok umat Islam adalah target utama musuh umat Islam dan musuh Indonesia untuk bisa menguasai Islam dan Indonesia. Sebab jika umat Islam lemah, maka bangsa Indonesia akan mudah dikuasainya.
Umat Islam harus meningkatkan ukhuwah (persaudaraan) Islamiyah maupun ukhwah wathaniyah atau persaudaraan sesama elemen bangsa. Islam adalah agama rahmatan lilalamin, agama yang harus memberi kemanfaatan dan kebaikan bagi seluruh elemen bangsa. Karena itu umat Islam harus sadar bahwa dirinya wajib bisa memberi manfaat bagi sesamanya.
Di momentum halal bihalal pasca Idul Fitri tahun 1443 Hijriyah ini, semoga semua elemen bangsa khususnya umat Islam menyadari akan kekurangan dan kelalaiannya selama ini, untuk kemudian saling memaafkan dan bersama merajut tekad baru membangun dan memperkuat persatuan menuju Indonesia kuat dan hebat. (*)
- Penulis adalah wartawan Global News