Oleh Masdawi Dahlan*
KETIKA negeri ini dalam kondisi memprihatinkan, pertanyaan yang kerap diajukan adalah siapa sebenarnya penyebab bangsa menjadi seperti ini? Apakah ini kesalahan pemerintah atau para pemimpin, atau juga kesalahan para wakil rakyat, penegak hukum, para tokoh agama dan tokoh masyarakat, atau mungkin kesalahan bersama antara pemimpin bersama masyarakat secara umum?
Pertanyaan ini wajar dikemukakan dengan tujuan untuk menemukan solusi yang tepat dalam memperbaiki kondisi bangsa. Tidak mungkin bangsa ini bisa menemukan jalan perbaikan tanpa ditemukan terlebih dahulu apa bentuk kekeliruan dan siapa pula yang terlibat dalam membuat kekeliruan tersebut. Baru setelah itu dilakukan perbaikan secara menyeluruh.
Dalam Al Qur’an Allah SWT menggambarkan tentang kemelut atau kehancuran sebuah negeri. Allah SWT menyebutkan bahwa kehancuran atau kemelut di sebuah negeri bukan hanya kesalahan pemimpin saja, namun kesalahan bersama antara pemerintah atau pemimpin dengan masyarakat atau elemen rakyat secara umum.
Allah SWT berfirman : “Maka (Firun) dengan perkataan itu telah mempengaruhi kaumnya, sehingga mereka (kaumnya) patuh kepadanya. Sungguh mereka (firun bersama para kaumnya) adalah sama-saama kaum yang fasiq,” ( QS Az Zukhruf 54).
Dalam ayat di atas digambarkan Firun menjadi kuat berkuasa dan kejam karena dia dikultuskan dan dibuat demikian oleh rakyatnya. Sehingga ketika dia menjalankan tugas kepemimpinannya, rakyat tidak bisa berkutik harus patuh dan taat kepada ketentuan dan aturan Firun. Sehingga jadilah dia raja diraja dan bahkan akhirnya sampai mengaku sebagai tuhan.
Dalam system ketatanegaraan di Indonesia, para pemimpin negeri ini adalah hasil rekrutmen secara demokratis yang dipilih oleh rakyat. Lalu para pemimpin itu menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan hukum perundang-undangan yang dibuat oleh para wakil rakyat yang merupakan representasi dari rakyat.
Ketika bangsa ini mengalami persoalan serius, berupa korupsi, ketimpangan ekonomi, hukum dan peradilan, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin saja, akan tetapi pemimpin dan rakyat sama sama memiliki andil dalam terbentuknya kepemimpinan yang tidak baik di sebuah negeri, karena pemimpin itu memiliki kekuasaan setelah rakyat memberikan kepercayaan kepada mereka.
Dr Nurul Ghufron SH MH salah seorang Pimpinan KPK RI, saat menjadi dosen tamu di Universitas Madura Pamekasan, Senin (23/5/22), mengatakan kemelut krusial di negeri ini, yang berawal dari perilaku korupsi, merupakan kesalahan sistemik yang melibatkan banyak elemen, para pemimpin, rakyat, wakil rakyat, partai politik, hingga lembaga yudikatif. Semua itu, kata dia, memiliki keterlibatan atas terjadinya kondisi negeri yang carut marut ini. Tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak dari banyak elemen tersebut.
Jika dalam rekrutmen kepemimpinan politik, rakyat menjatuhkan pilihannya tidak berdasarkan kepada kearifan atau bahkan tidak mempedulikan hukum Allah, akan tetapi memilih pemimpin sesuai suka atau tidak suka, sesuai kepentingan kelompok atau bahkan memilih karena dibayar atau suap menyuap, maka pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang tidak diridlai Allah.
Pemimpin yang tidak diridlai Allah SWT ini tidak akan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa pemimpin atau pemerintahan yang terbentuk dengan jalan yang tidak diridlai Allah, maka Allah tidak akan membimbing dan memberi pentunjuk baginya. Allah SWT akan membiarkan dia bekerja sesuai hawa nafsunya, sehingga yang terjadi adalah kepemimpinan yang penuh kedzaliman dan kebohongan pada rakyatnya.
Begitu juga dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Sebagai elemen yang diunggulkan dalam lingkungan sosial kemasyarakatan, mereka juga memiliki andil besar dalam menciptkan baik tidaknya kepemimpinan di negeri ini. Tokoh agama dan tokoh masyarakat seharusnya bijaksana dan jujur dalam menyikapi peroblema bangsa. Bukan sebaliknya justru mereka teribat dalam konspirasi tarik menarik untuk meraih kekuasaan politik.
Allah SWT mengabarkan dalam Al Quran tentang konspirasi antara Firun dengan para tukang sihir yang merupakan representasi tokoh agama dan tokoh masyarakat pada zamannya. Pada saat ingin melumpuhkan Nabi Musa AS, Firun meminta bantuan para tukang sihir. Para tukang sihir menyanggupi akan membantu Firun namun dengan persyaratan mereka mendapat imbalan yang jelas. Dengan tegas Firun berjanji akan memberikan jabatan dan memilih mereka menjadi orang dekat atau bagian dari kekuasaan.
“Maka ketika para pesihir datang, mereka berkata kepada Firun, apakah kami benar benar akan mendapatkan imbalan yang besar jika kami yang menang (melawan Musa)? Dia (Firun) menjawab, “ya dan bahkan kamu pasti akan mendapat kedudukan yang dekat (kepadaku), ” (QS Asy Syuara: 41-42)
Ketika disadari bahwa kemelut yang melanda bangsa ini adalah akibat dari kesalahan bersama semua elemen yang ada dalam bangsa ini, maka langkah yang harus dilakukan tidak ada jalan lain kecuali bersam sama pula mengakui dan melakuan perbaikan. Dengan diikuti komitmen untuk tidak mengulangi lagi perbuatan sama. Semua elemin bangsa harus melakukan taubat nasional, mengakui kesalahan yang pernah dilakukan dan mengubah bersama sama menuju yang lebih baik.
Para pemimpin yang berada di eksekutif, legislative maupun yudikatif, harus mengubah total cara kerjanya untuk mematuhi aturan dan diikuti kejujuran dan keihlasan untuk membangun negeri dengan baik. Lembaga lembaga demokrasi dan partai politik, LSM, perguruan tinggi dan ormas keagamaan dan elemen lainnya juga harus kembali ke jalan yang benar, bekerja lurus untuk kemanfaatan dan kebaikan bersama.
Para tokoh agama dan tokoh masyarakat juga harus tobat nasuha, kembali ke jalan yang lurus. Menyadari dirinya telah melakukan kesalahan menelikung kepentingan umat untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya. Merekat harus kembali menjadi bagian negeri yang ikut membekali rakyat dengan moralitas dan etika.
Masyarakat secara umum, harus belajar dan berusaha memahami konsep hidup beragama, bermasyarakat dan bernegara. Ikutilah ajaran agama dan petunjuk ketentuan hidup bernegara yang benar. Pilihlah pemimpin dengan jujur sesuai hati nurani, jangan mau disuap dan ikutilah aturan perundangan undangan dengan konsisten. Jika semua ini dilakukan, maka secara bertahap perubahan ke arah yang lebih akan terjadi di negeri ini. Pada puncaknya nanti Indonesia diharapkan bisa menjadi negeri besar yang maju sebagaimana dicita-citakan para pejuang kemerdekaan dan pendiri bangsa. (*)
* Penulis adalah wartawan Global News.