KEDIRI (global-news.co.id) – Para petani di kaki Gunung Kelud, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tertarik membudidayakan nanas dengan jenis Pasir Kelud I karena kualitas yang bagus dan harga jual lebih mahal.
“Saya punya luasan sekitar dua hektare untuk dikelola sendiri. Kalau luasan di Ngancar ini ada sekitar delapan hektare dengan jenis Pasir Kelud I,” kata Basuki, salah satu petani nanas dengan jenis Pasir Kelud I di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Senin (28/2).
Ia mengatakan mulai budi daya buah nanas sejak 1993. Beragam jenis buah nanas dicoba, termasuk Pasir Kelud I. Buah itu mulai ditanam sejak 2012 hingga sekarang.
Awalnya dirinya mendapatkan bantuan bibit nanas jenis Pasir Kelud I yang dikembangkan Institut Pertanian Bogor (IPB) 1.000 bibit. Namun, dalam perjalanannya buah hasil dari kultur jaringan itu hanya mampu bertahan 500 batang.
Namun, saat ini budi daya itu sudah menunjukkan hasil yang cukup bagus. Masa tanam buah ini 18 bulan. Setiap hektare tanaman ini mampu menghasilkan buah nanas hingga 75 ton dengan beragam ukuran. Namun, rata-rata berat buah tanpa mahkota antara 1,5-2,0 kilogram.
Untuk harga jual, Basuki mengaku masih cukup bagus. Saat buah nanas jenis lainnya harganya sudah jatuh, harga jual buah nanas jenis ini dari kebun antara Rp4.500 hingga Rp8.850 per kilogram, tergantung dari grade buah.
Terkait dengan penjualan, ia mengaku selama ini tidak ada kendala. Bahkan, buah sudah banyak dipesan yang mayoritas untuk dijual lagi.
“Untuk pasar, justru sebenarnya kekurangan barang. Alhamdulillah, harganya juga masih bagus. Saat yang lokal, Queen misalnya tidak laku, ini yang Pasir Kelud I masih laku. Tetap banyak yang membutuhkan. Pengiriman ke Ponorogo, Krian, pasar swalayan, pasar wisata,” kata dia.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sempat meninjau lokasi budi daya nanas jenis Pasir Kelud I ini. Ia mendapatkan informasi budi daya ini dari Rektor IPB.
Dirinya memberikan apresiasi dengan beragam varietas baru tanaman termasuk buah-buahan.
Di Jatim, dirinya pernah mengomunikasikan budi daya Porang serta Alpukat Pameling ke Presiden untuk mendapatkan skema yarmen (bayar pascapanen), yang kemudian diseriusi oleh OJK.
Hingga akhirnya, Porang dan Alpukat Pameling dengan kualifikasi tertentu mendapatkan skema KUR yarmen. Hal ini juga akan dicobanya untuk nanas Pasir Kelud I, karena masa tanam yang cukup lama hingga 18 bulan.
“Kalau masa tanam 18 bulan ambil KUR tanpa skema yarmen berat. Oleh karena itu, ini nanti kalau disetujui bupati, gapoktan bisa diajukan, nanas terutama yang jenis PK I (Pasir Kelud I). Bisa ajukan skema yarmen atas permintaan gapoktan, persetujuan bupati. 18 bulan memungkinkan bisa mengajukan skema yarmen, karena ‘market’ (pasar) besar,” kata dia.
Ia memberikan masukan agar ke depan lokasi lahan bisa dijadikan sebagai tempat wisata petik buah. Dengan itu, tentunya produk bisa lebih dikenal dan masyarakat semakin tahu nanas jenis itu.
“Durinya tidak terlalu tajam. Cara konsumsinya seperti melon, dikupas diiris. Jadi, simpel sekali tanpa khawatir tertusuk duri,” katanya. (ntr, kei)