Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Gaya Hidup Utama

Ketika Energi Bersih Menjadi Gaya Hidup: Membangun EBT Mandiri, Padepokan ASA Usul Ada Subsidi

Sapto Anggoro dan panel surya di atas atap Padepokan ASA Wedomartani.

Energi terbarukan dan energi baru terbarukan (EBT) sedang ngetren di Tanah Air. EBT sebelumnya banyak dipakai untuk membantu daerah di pelosok desa yang kesulitan mengakses listrik dari PLN, tapi kini banyak warga kota juga menggunakan EBT secara mandiri untuk mendukung program Pemerintah meningkatkan penggunaan energi bersih dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

 

OLEH:  GATOT SUSANTO

 

ADA pemandangan baru di Padepokan ASA Wedomartani, Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekarang di padepokan yang menjadi rumah berbagi generasi peduli, incubator dan jembatan bagi organisasi dan komunitas agar dapat lebih merangkul masyarakat dengan berbagai kegiatan sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan ini, tidak hanya kental dengan sentuhan etnik Jawa, tapi juga bernuansa modern dengan hadirnya panel surya di sejumlah sudut padepokan tersebut.

Ya, itulah solar cell atau panel energi matahari yang menambah kesan alami di tengah suasana persawahan yang hijau. Suasana di rumah joglo limasan Padepokan ASA pun semakin terasa asri.

Sapto Anggoro, owner Padepokan ASA Wedomartani, tampaknya ingin membantu Pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada listrik dari energi fosil. Apalagi energi fosil tidak ramah lingkungan alias menjadi biang polusi yang memicu gas rumah kaca dan pemanasan global.

Sapto Anggoro, bos perusahaan riset media Binokular ini, awalnya memasang panel surya ukuran mini di kolam ikan yang berada di antara bangunan rumahnya dengan bangunan padepokan ASA Wedomartani yang menjadi pusat kegiatan anak muda mengembangkan ilmu dan skill-nya. Tujuannya untuk menggerakkan air agar terjaga sirkulasi udara untuk ikan-ikan yang ada di kolam tersebut.

Namun, dengan pertimbangan efisiensi pula, Sapto lalu memasang panel surya ukuran besar sebanyak enam lembar sejak Kamis (7/10/2021). Panel surya di Padepokan ASA Wedomartani itu menghasilkan daya sekitar 2.600 watt.

“Kita harus mandiri, gak harus bergantung PLN.  Gerak daya bisa dikontrol dari HP juga (dengan panel surya ini, Red.). Agar kehidupan lebih baik, dan ikan koi, nila, bawal, gurame, gak mati gegara pompa oksigen mati karena mati lampu. Ayo hidup-hidupkan makhluk hidup dengan panel surya,” katanya.

Kepada global-news.co.id yang menemuinya beberapa waktu lalu, Sapto menceritakan, ide awal berasal dari ikan koi. Saat itu lampu mati hampir 4 jam, akibatnya ikan koi kurang oksigen karena mesin filter dan aerasi kolam mati. Esoknya belasan ikan mati.

“Akhirnya cari-cari listrik alternatif untuk bisa membantu oksigenisasi ikan koi. Ya, sudah cari ahli pemasangan EBT lalu disurvei. Alhamdulillah sudah berjalan 6 bulan ikan aman terkendali karena aerasi baik. Oksigen terjaga,” kata Sapto.

Kemudian, kata dia, tidak hanya untuk kolam ikan koi saja tapi juga untuk rumah dan kegiatan padepokan serta kolam ikan konsumsi di belakang. Semua jadi ikut aman terjaga. Artinya, ketersediaan listrik yang cukup bisa membuat hidup manusia dan makhluk menjadi lebih hidup.

Sapto mengakui sebagian kalangan menilai memasang panel surya sekarang masih mahal, tapi untuk jangka panjang dia menilai lebih menguntungkan. Tentu saja keuntungan itu ditambah faktor pentingnya: energi bersih.

Biaya pembangunan untuk 6 panel surya, kata dia, sekitar Rp 50 juta. Daya tahan panel surya ini sampai 30 tahun.

“Dengan ketahanan panelnya yang kita beli sampai 30 tahun atau paling cepat menurut penjualnya 20 tahun asal tak pecah kejatuhan benda berat atau benda tajam. Justru akinya yang sering ganti. Rata-rata usia pemakaian 3 tahun. Biaya operasionalnya sepertinya di aki ini. Maka penggunaannya tidak dipakai maksimal, melainkan hanya 50-60 persen,” katanya.

Untuk itu, dibuat sistem Off Grid. Sehingga kalau listrik PLN mati, lampu  tetap bisa menyala dengan energi surya. Kalau malam hari di atas pukul 22.00 sampai pukul 06.00 pagi, saat konsumsi rendah karena banyak yang dimatikan lampunya, baru memakai listrik PLN.

“Perpindahannya otomatis. Enam  panel memang menghasilkan daya sampai 4.400 VA tapi di program maksimal sampai 3.000 VA agar baterai awet, bisa lebih lama penggunaannya. Harga aki atau baterai 4, masing-masing Rp 2 jutaan,” katanya.

Sapto membenarkan Indonesia harus segera hijrah dari era energi fosil ke energi ramah lingkungan alias EBT, di mana salah satunya energi surya. Green energy tidak bisa bergantung pada satu energy saja, melainkan harus memperbanyak penggunaan EBT.

“Saya EBT mandiri. Bila banyak EBT mandiri beban PLN akan berkurang. Sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfer. Apalagi EBT-EBT lain juga digencarkan, pasti akan memasyarakat. Menjadi gaya hidup,”  katanya.

Saat ini, banyak orang mulai menggunakan EBT. Bukan hanya untuk penerangan jalan, tapi juga untuk keperluan lain. Untuk itu Sapto menyarankan agar Pemerintah memberikan subsidi untuk panel surya ini agar harganya bisa lebih murah lagi.  Lebih terjangkau banyak masyarakat.

“Agar kita tak tergantung satu energi, coal saja, misalnya,” ujar mantan wartawan Surabaya Post yang juga pendiri portal detik.com dan tirto.id ini. “Subsidi bisa berupa pengurangan pajak, PPN, misalnya,” katanya lagi.

Energi melimpah pemberian Tuhan harus maksimal dimanfaatkan untuk masyarakat. Selain untuk penerangan, juga membangkitkan ekonomi masyarakat. Hal itu juga sudah dibuktikan di Padepokan ASA saat ikan-ikan hias maupun ikan konsumsi mati karena tidak adanya listrik. Kini dengan adanya listrik yang cukup, budi daya ikan di padepokan ini pun bisa terus berlanjut.

Hal ini bisa dikembangkan untuk budi daya ikan guna dipasarkan di daerah sekitarnya. Sama dengan manusia dan tanaman, ikan dan hewan juga butuh kesinambungan energi agar hidupnya lebih hidup.

Semakin Diminati

Energi bersih sekarang menjadi primadona. Termasuk di Indonesia. Karena itu, permintaan masyarakat terhadap layanan energi bersih, seperti panel surya, pun meningkat. Perusahaan penyedia alat-alat EBT pun bertambah banyak. Booming EBT, termasuk EBT mandiri, harus dibarengi dengan peningkatan kualitas dari perusahaan penyedia layanan EBT tersebut. Selain skala industri, EBT mandiri yang dilakukan individu seperti di Padepokan ASA pun perlu mendapat perhatian dari Pemerintah.

Berdasarkan rilis PLN yang diterima redaksi global-news.co.id, sebanyak 28 perusahaan lokal dan global membeli sertifikat energi baru terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) dari PT PLN (Persero). Pemerintah melalui Kementerian ESDM pun optimistis produk layanan REC PLN dapat menjadi salah satu solusi konkret untuk mencapai target bauran energi 23 persen atau lebih pada 2025.

Kontrak jual beli REC ditandatangani PLN dengan 28 perusahaan lokal dan global di Kantor Pusat PLN, Jakarta pada Senin (13/12/2021) kemarin. Perusahaan seperti Nike Trading Company B.V (Nike), PT Fast Retailing Indonesia (Uniqlo), PT Clariant Indonesia, PT South Pacific Viscose, PT Reckitt Benckiser, Kawasan GIIC – Deltamas, dan 22 perusahaan besar lain yang beralih ke energi bersih melakukan penandatanganan perjanjian jual beli REC dengan PLN.

Melalui REC, PLN menghadirkan opsi pengadaan bagi pelanggan untuk pemenuhan target penggunaan energi terbarukan yang transparan, akuntabel dan diakui secara internasional. Melihat respons positif dari industri, PLN pun berkomitmen akan terus bertransformasi untuk dapat menghasilkan lebih banyak produk energi ramah lingkungan dan mengembangkan layanan-layanan inovatif seperti green tariff.

Ya, dengan melibatkan lebih banyak masyarakat, berbagai inovasi itu menjadi salah satu solusi konkret untuk mencapai target bauran energi 23 persen atau lebih pada tahun 2025.  (*)

 

 

baca juga :

Pemerintah Putuskan PPKM Mikro Diperpanjang, Diperluas Jadi 15 Provinsi

Titis Global News

Doa Bonek untuk Aremania Korban Tragedi Kanjuruhan

Redaksi Global News

Situasi Amerika Parah, Trump Ancam Hukum Tiongkok

Redaksi Global News