Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Utama

Waralaba, Bisnis yang Kian Berkembang dan Diminati

SURABAYA (global.news.co.id) – Bisnis waralaba (franchise) semakin bertumbuh dan diminati. Salah satunya karena bisnis ini membutuhkan modal yang relatif lebih kecil dibanding jika memulainya dari nol.

“Selain itu juga punya peluang sukses yang lebih cepat, tidak perlu pengalaman bisnis yang memadai untuk menjalankannya karena sudah punya nama. Yang diperlukan adalah keseriusan dalam menjalankan agar usaha itu berkembang,” kata Dr Sandy Wahyudi, Presiden Direktur SLC Marketing Inc dalam virtual talk yang digelar dalam rangkaian 27 tahun Esther House of Beauty, Jumat (12/11).

Sebuah usaha bisa diwaralabakan bila telah berjalan lebih dari 5 tahun dan dalam kurun waktu itu memiliki laporan keuangan yang positif.
Sisi positif lainnya, waralaba memberikan manfaat jaringan bisnis yang luas bagi pemilik usaha kecil. Karena tidak perlu bingung mencari supplier sendiri.

Kendati begitu, founder Connectpedia tersebut mengingatkan kerugian yang juga harus diperhitungkan sebelum membeli waralaba. Yang pertama, karena akan terikat perjanjian dengan orang lain, pastikan kenal dengan owner dan tahu performance-nya.

“Kalau tidak satu visi dan satu misi, sebaiknya jangan. Karena pembeli waralaba kan harus mengikuti komitmen. Selain itu tidak dibolehkan menjual produk sembarang. Harus siap berbagi keuntungan dengan penjual waralaba seperti untuk membayar royalty, fee,” kata Sandy.

Namun demikian, lanjutnya, waralaba merupakan pilihan tepat bagi pebisnis yang ingin menambah portfolio incomenya, tapi tak ingin terlalu dibebankan dengan risiko dan waktu.
Sementara itu, Michael Donny Kurniawan, National Sales Manager Esther House of Beauty, menyebut di masa pandemi, produk kesehatan dan kecantikan menjadi kelompok belanja yang paling sedikit dikurangi. Sebaliknya, belanja produk pakaian dan alas kaki mengalami penurunan yang cukup besar.

Mengapa produk kesehatan, jelas karena semua orang pasti menginginkan diri dan keluarganya tak ingin terpapar virus Covid-19. “Kalau produk kecantikan, mau pandemi atau tidak, orang tetap ingin terlihat cantik. Meski sekarang semuanya dilakukan secara virtual, tapi perut ke atas yang tampak di layar tetap harus cantik. Soal bawahnya pakai alas kaki sandal, tak akan telihat. Karena itulah, kecantikan jadi bisnis yang mampu bertahan di era pandemi ini,” kata Donny.

Dia lantas menunjukkan hasil survei perilaku konsumsi  dari Gen X,  Gen Y (milenial), dan Gen Z (AB 17-18 tahun). Gen X yang diasumsikan berpenghasilan Rp 20 juta, membelanjakan 1-2 juta uangnya untuk kebutuhan fashion, Rp 500.000 – Rp 999.000 untuk kebutuhan kecantikan. Gen Y diasumsikan penghasilannya Rp 6-10 juta, membelanjakan Rp 500.000 – Rp 999.000 untuk fashion dan Rp 2 juta untuk kecantikan. Gen Z yang penghasilannya Rp 500.000– Rp 2 juta, mengeluarkan Rp 200.000 – Rp 499.000 untuk belanja kebutuhan fashion, dan Rp 1 juta – Rp 2,999 untuk membeli produk yang membuatnya cantik.

Diingatkan, perempuan tidak hanya harus cantik, tapi kulitnya juga harus sehat.
Pemilik klinik Esther Sidoarjo, Dian Kyriss, mengungkap ketertarikannya mengikuti bisnis waralaba Esther bermula dari statusnya sebagai pengguna. Kecocokan kulitnya dengan produk perawatan yang diracik dr Esther, sahabatnya, membuatnya jadi setia.

Sampai di Jerman pun dia tetap pakai dan tidak memunculkan problem. Karenanya ketika ada kesempatan membeli franchise, Dian langsung minat. Kebetulan dia juga mengenal baik pemiliknya. “Saya membuka klinik pertama kali di Sidoarjo pada tahun 2009. Kenapa Sidoarjo, karena waktu itu belum banyak klinik kecantikan,” ujarnya.

Sandy menyebut, saat yang dipilih Dian itu tepat yaitu ketika belum ada orang lain yang buka. Kalau di tempat yang berdekatan sudah ada usaha sejenis, hanya akan berebut pasar yang sama. Dicontohkan waralaba minimarket yang bersaing ketat.

Ditambahkan, keberhasilan waralaba di antaranya juga dipengaruhi adanya passion serta visi dan misi yang sama dengan pemilik franchise.
“Mengapa harus kenal dengan sosok pendirinya, karena mimpi itu akan dibangun dari founder. Kalau nggak kenal, bagaimana bisa mendiskusikan visinya dan misi yang dibangun,” katanya.

Kalau soal lokasi usaha, lanjutnya, tergantung produk yang dijual. Strategis tak selalu harus di jalan raya. Dicontohkan usaha laundry atau cuci pakaian, kalau sasarannya keluarga di kampung-kampung  tentu tidak tepat kalau memilih lokasi usahanya di jalan protokol. (ret)

baca juga :

Bakal Jalani Operasi Kedua, Mensos Risma dan Bupati Muhdlor Jengkuk Balita Gangguan Anus

Redaksi Global News

Gerakan Peduli Lingkungan SIG Berhasil Kumpulkan 566 Karya Inspiratif

Redaksi Global News

Satlantas Polresta Sidoarjo ‘Blusukan’ ke Pasar Loak

Redaksi Global News