Global-News.co.id
Nasional Utama

Ansori Berbagi Pengalaman Umrah Saat Pandemi

Mohammad Ansori, owner Gift Travel, Semarang, terharu bisa umrah saat pandemi Covid-19. (foto: dok pribadi)

SURABAYA (global-news.co.id) – Mohammad Ansori, owner Gift Travel, Semarang, mengaku terkesan saat umrah di awal pandemi. Dia berangkat ke Tanah Suci bersama rombongan dari perwakilan penyelenggara umrah dan haji. Saat itu berjumlah sekitar 46 orang yang diberangkatkan dari berbagai daerah dan berbagai travel agent.

“Hari pertama kami stay di hotel Jakarta untuk swab. Hasilnya keesokan harinya, dari anggota rombongan kami kalau tidak salah, dari 18 orang, 7 orang positif covid-19. Dan yang 11 orang negatif dan bisa berangkat. Akhirnya kami berangkat, memakai maskapai Saudia Airlines. Di dalam pesawat duduk kami ditata menggunakan standard protokol kesehatan (yang berjarak),” ujarnya.

Ia melanjutkan, begitu landing juga dibuat tertib, semua diatur untuk keluar satu per satu, bergiliran dan berjarak, setiba di kedatangan. “Kami disambut petugas kesehatan yang sudah sigap, langsung mengarahkan kami untuk ke Imigrasi, hampir tidak ada antrean yang terjadi. Dalam sejarah saya lebih dari 5 kali ke Tanah Suci (termasuk haji) baru kali ini saya melihat counter Imigrasi Jeddah buka semua, dan tidak ada antrean. Kalau suasana normal antreannya, masya Allah, apalagi kalau haji, panjang sekali antreannya,” katanya.

Begitu selesai Imigrasi, kata dia, langsung ada petugas kesehatan yang mengecek surat PCR jamaah. Termasuk dicek suhu tubuh dan lain-lain. “Begitu selesai, kita langsung menuju bus yang sudah disiapkan, untuk bagasi dan lain-lain sudah diambilkan dan ditata oleh petugas, dimasukkan ke bus yang sudah menunggu. Kami harus masuk bus sesuai dengan daftar nama yang ada, tidak diperkenankan tukar posisi atau pindah-pindah. Di dalam bus juga semuanya taat prokes,” katanya.

Sampai di hotel semua rapi antre masuk. Koper dan barang bawaan jamaah disemprot disinfektan. “Begitu sudah dapat kamar, kami langsung ke kamar masing-masing. Selama tiga hari kami harus di dalam kamar saja, tidak boleh keluar, makanan akan diantar di depan kamar 3 kali sehari, makanan berlimpah. Hari ke-2 kami PCR, hari ke-3 hasilnya keluar. Alhamdulillah rombongan kami semua tidak ada yang positif,” katanya.

Bagaimana awalnya bisa umrah? “Kami sudah diberitahu untuk bisa umrah saat itu, kami sudah siap-siap dan ba’da Ashar sudah berihram dan hendak mengambil miqod. Bahkan kami sudah dilepas secara resmi oleh KJRI Jeddah, karena kami adalah rombongan umrah ketiga saat pandemi. Seingat saya begitu. Tapi beberapa saat kemudian, kami diminta turun dari bus dan kembali ke kamar, karena ada kabar, di Masjidil Haram ada orang yang positif. Jadi disterilkan semua. Baru hari berikutnya kami bisa umrah. Kami hanya diizinkan umrah 1 kali. Dan sholat Jumat. Masuk ke Masjidil Haram sudah menggunakan aplikasi, dan tidak setiap orang bisa masuk kalau belum terdaftar pada aplikasi tersebut,” katanya.

Saat rombongan masuk area Masjidil Haram, kata dia, kondisinya lengang, Tawaf juga lengang, sholat juga begitu lengang. “Ada perasaan lain. Ada rasa haru, gembira, sedih, campur aduk rasanya,” katanya.

Hari berikutnya, kata dia, rombongan diizinkan untuk berangkat ke Madinah. “Kami rombongan ketiga, rombongan 1 tanggal 1 November dan rombongan ke-2 tanggal 5 November, rombongan ke-3 tanggal 8 November. Tapi yang kondisinya paling aman, semuannya negatif, taat aturan, dan diizinkan ke Madinah hanya rombongan kami,” katanya.

Saat itu umrah dibuka secara khusus dengan kuota harian sangat terbatas. “Kuota yang bisa berangkat umrah sangat terbatas, kalau dulu kan ribuan jamaah per hari,” katanya.

Mengenai beaya umrahnya? Sebab dengan situasi seperti tersebut biaya bisa membengkak? Menurut Ansori sebenanya tidak membengkak. “Sebenarnya sama saja sih kalau dihitung-hitung, kemarin biayanya kurang lebih Rp 35 juta dengan layanan yang mewah. Ya, pesawat direct, hotel bintang 5 (Conrad dan group), makanan full board, bus bagus, walau tidak ada city tour, tapi tetap saja pelayanan yang didapat lebih bagus kok,” lanjutnya.

Dikatakan, dulu saat tidak pandemi juga segitu kurang lebihnya. Kalaupun lebih mahal, juga hanya kisaran 2-3 jutaan saja. Tapi saat itu sangat longgar, tidak berjubel, satu kamar 2 orang. “Bahkan saya sendiri satu kamar yang luas dan bagus. Sangat nyaman,” katanya.

Ansori mengaku merasakan sungguh nikmat umrah saat itu. Mengapa? “Kami terharu dan gembira, karena cukup lama umrah ditutup. Dari Februari-Oktober. Dan saya terakhir ke Tanah Suci bulan Desember tahun 2019 sampai Januari awal 2020, dan dengar kabar di-lockdown tanah suci, bahkan haji juga cuma untuk sedikit orang,” katanya.
“Sungguh sedih. Begitu diberitahu ada kesempatan umrah saya langsung daftar dan bisa berangkat. Itu sangat membuat saya terharu, berasa pertama kalinya ke Tanah Suci. Di Masjidil Haram juga kondisinya lengang, tidak desak-desakan. Bahkan waktu di Madinah juga lengang, masuk ke Raudhoh sangat nikmat, tidak rebutan, tidak desak-desakan. Ini yang membuat saya sangat terharu,” katanya. (gas)

baca juga :

Walikota Madiun: Etika Pers Harus Sesuai Butir-Butir Pancasila

gas

SEA Games 2021 Berakhir, Indonesia Sukses Menembus Tiga Besar

Bike To Work, Armuji Bagikan Masker hingga Serap Aspirasi Warga

Titis Global News