Global-News.co.id
Kesehatan Utama

Soal Pembekuan Darah Pasca Vaksinasi, Ras Asia Aman

Dr dr Gatot Soegiarto SpPD-KAI

SURABAYA (global-news.co.id) – Pemberitaan yang menyebutkan terjadinya pembekuan darah atau istilah medisnya trombosis pada pasca divaksin menggunakan AstraZeneca tentu saja membuat sedikit banyak orang jadi khawatir.  Agar tidak ragu, begini penjelasan anggota Tim Advokasi Vaksinasi Covid-19 PB IDI, Dr dr Gatot Soegiarto SpPD-KAI FINASIM:

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan European Medicines Agency (EMA) melakukan kajian, antara lain dengan membandingkan antara kejadian trombosis sebelum masa vaksinasi dengan setelah vaksinasi. Data tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Namun tetap dilakukan evaluasi lebih lanjut.

“Dan didapat detail bahwa kejadian lebih banyak di negara Eropa (ras Kaukasian) sementara minim sekali laporan dari India yang juga mayoritas menggunakan vaksin AstraZeneca,” katanya saat dihubungi Rabu (14/4/2021).

Lebih lanjut antar negara Eropa, di Jerman lebih banyak daripada di Belanda. Lalu lebih banyak pada wanita usia subur yang diduga masih menggunakan kontrasepsi hormonal. Dibandingkan penyebab lainnya seperti penggunaan pil kontrasepsi hormonal atau merokok, atau bahkan infeksi Covid-19.

Kejadian trombosis yang dikaitkan dengan vaksin AstraZeneca itu jauh lebih kecil persentasenya.

Akhirnya oleh EMA disimpulkan, memang ada kemungkinan ada korelasi (possible correlation) yang menimbulkan reaksi simpang yang sangat jarang (very rare adverse effect) yaitu trombosis. Masih diteliti lebih lanjut faktor-faktor risiko terkait yang diduga adalah faktor genetik (ras), penggunaan kontrasepsi hormonal, dan kecenderungan genetik tertentu untuk membentuk antibodi terhadap komplek PF4 yang dapat mengaktifkan trombosit.

“Sekali lagi, karena manfaatnya jauh lebih besar daripada kemungkinan efek simpangnya, maka vaksin (AstraZeneca) tersebut tetap dapat digunakan dalam vaksinasi massal,” terang spesialis penyakit dalam dari RSUD dr Soetomo ini.

Jadi, lanjutnya, ras Asia seperti Indonesia tidak perlu terlalu khawatir. Alasannya, seperti di India yang sudah menggunakan jutaan dosis vaksin AstraZeneca, tidak satupun dilaporkan menyebabkan efek simpang trombosis.

Lebih Merangsang Imun

Pada bagian lain, konsultan alergi dan imunologi ini menjelaskan respon imun yang dihasilkan vaksin Sinovac dan AstraZeneca. Vaksin Sinovac adalah vaksin yang dibuat dari virus SARS-CoV-2 yang dimatikan, ditambah adjuvant untuk lebih merangsang sistem imun, buffer dan pelarut. “Jika dibandingkan dengan vaksin AstraZeneca yang dibuat dari adenovirus hidup (sejenis virus yang umumnya menyebabkan selesma/common cold) yang sudah dilumpuhkan agar tidak bisa beranak-pinak dan disisipi kode genetik yang menyandi protein spike (tonjolan permukaan) virus SARS-CoV-2, tentu saja vaksin AstraZeneca lebih merangsang respons imun,”  katanya.

Akibatnya manifestasi inflamasi sebagai efek simpang vaksin AstraZeneca persentasenya lebih kerap dibandingkan vaksin Sinovac. Efek simpang demam pada vaksin Sinovac antara 0,5-2% sedangkan pada vaksin AstraZeneca demamnya antara 28-35%.  “Namun keduanya hanya dalam derajat yang ringan hingga sedang saja, tidak ada yang bersifat serius. Jadi pendapat bahwa vaksin AstraZeneca lebih keras itu juga tidak tepat, perlu diluruskan,” ujarnya.

Efek simpang dari suntikan vaksin adalah sesuatu yang sangat wajar. Dan ini sudah terjadi sejak vaksinasi pertama dilakukan oleh Edward Jenner di tahun 1796.

Kenapa ini terjadi? Tubuh kita memiliki sistem kekebalan (sistem imun) yang dalam keadaan normal akan selalu memberikan respon terhadap masuknya barang asing ke dalam tubuh. Respon awal umumnya berupa inflamasi yang dapat berwujud lokal ditempat masuknya barang asing itu (dalam hal vaksinasi, lokasi suntikan di lengan atas) atau sistemik.

Wujud lokalnya bisa berupa nyeri, bengkak, gatal di tempat suntikan, kalau tidak memenuhi syarat sterilitas bahkan bisa menimbulkan abses (bisul bernanah). Wujud sistemiknya bisa berupa nyeri kepala, nyeri sendi dan otot, demam,  serta mual-muntah.

Kejadian di Sulawesi Utara yang menyebabkan 5 orang terpaksa menjalani perawatan di rumah sakit dan menimbulkan kehebohan sesaat, setelah  diinvestigasi oleh KomDa dan KomNas PP Kejadikan Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), hasilnya semua pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya dalam batas normal. Setelah 1-2 hari mereka dipulangkan dari rumah sakit dan disimpulkan, reaksinya terjadi karena stres berlebihan takut divaksin (Immunization Stress-Related Response).

“Buntutnya, pelaksanaan vaksinasi AstraZeneca di Sulawesi Utara terus dilanjutkan,” ujarnya.

Gatot juga menyebut pernah pula terjadi 2 kasus ISSR di RSUD dr Soetomo, rujukan dari Madura. Ternyata semua normal dan ketika dikonsultasikan ke Bagian Psikiatri dan Kesehatan Jiwa ternyata kepribadian orangnya adalah penakut, pesimistis, gampang panik.ret

 

 

baca juga :

Kerjasama dengan PEM Akamigas, Blora Siapkan 20 Kuota untuk Putera Daerah

Unair Temukan Lima Senyawa untuk Obati Pasien Covid-19

2021, Pendapatan PT INAI Naik 39,7%

gas