Global-News.co.id
Cahaya Ramadhan Utama

Ramadhan di Amerika Serikat: Tak Terusik Isu Rasisme, Rindu Tarawih di Masjid

Syarif Syaifulloh bersama jamaah Masjid Ibn Baaz di Kota Philadelphia.


Suasana Ramadhan di Kota Philadelphia, negara bagian Pensylvania, Amerika Serikat (AS), masih dirundung pandemi Covid-19. Para diaspora Indonesia di kota dengan bangunan kuno yang indah itu belum bisa menikmati kesyahduan ibadah Ramadhan di Masjid Al Falah–masjid yang dibangun oleh WNI. Namun demikian, ada sejumlah masjid lain sudah buka dengan jamaah sangat terbatas.

Oleh Gatot Susanto

SYARIF SYAIFULLOH, salah seorang diaspora Indonesia di Philadelphia, masih sibuk bertani di lahan sekitar rumahnya. Sesekali dia menyeka keringat ketika membersihkan rumput di kebun yang penuh dengan tanaman organik, seperti brosul sports, tuscan kale, clay flowers ungu, russian kale, kale keriting, kubis, bawang bombay putih dan kuning, singkong, bawang putih dan lain-lain.

Untuk mengusir rasa lelah, pria yang juga seorang seniman ini mendendangkan lagu-lagu Campursari. Ya, Syarif yang biasa disapa Pak Tani Philadelphia ini memang segera meluncurkan album Campursari usai Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriyah mendatang. “Meski puasa Ramadhan, tetap bekerja dan bertani di Haiqal’s Garden ini. Kalau lelah ya istirahat, sambil dengar Campursari hehehe…,” kata Syarif Syaifulloh kepada Koran Global News Rabu (21/4/2021).

Syarif bersyukur bisa dipertemukan kembali dengan Ramadhan. Pria asal Magelang tapi besar di Depok Jawa Barat ini sudah 20 tahun hijrah ke Amerika Serikat. Kini dia tinggal di sebuah rumah bersama istri, Hany White, dan tiga anaknya. Suka duka mereka alami selama hidup di negeri orang, tapi keluarga ini tetap berusaha gembira menyambut Ramadhan. Tetap bersyukur bisa berbuka puasa bersama istri dan anaknya serta sholat Tarawih di rumah. Umat Islam di kota ini menjalankan ibadah puasa selama 16 jam. Imsyak mulai pukul 05.00 dan Maghrib pukul 20.56 malam.

“Ramadhan tahun ini masih sama seperti tahun lalu, di mana untuk sholat Tarawih masih di rumah. Ada beberapa masjid sudah buka untuk aktivitas ibadah. Tapi Masjid Indonesia, Masjid Al-Falah, sampai saat ini belum buka,” kata Syarif.

Syarif yang biasa disapa Pak Tani Philadelphia–karena mempromosikan model pertanian organik ala Indonesia di Amerika–mengaku rindu salat di masjid. Dulu sebelum pandemi Covid-19, dia bersama keluarga dan WNI lain di kota ini selalu beribadah Ramadhan di Masjid Al-Falah. Suasana gayeng guyup melepas rindu sambil mencecap indahnya Ramadhan ala tanah air karena takmir masjid dan jamaah menyediakan menu berbuka puasa, lalu sholat Tarawih berjamaah, dan tadarus Al Quran. Namun semua kebahagiaan itu kini berganti sunyi gegera pandemi Covid-19.

“Tapi kami tetap bersyukur. Karena kami sudah terbiasa dengan keadaan jauh di negeri orang. Jauh dari keluarga sanak saudara di Indonesia. Jadi saya biasa saja. Terus menikmati kehidupan dan terus bersyukur. Tapi memang kadang muncul rasa rindu bertemu jamaah di Masjid Al-Falah,” kata pria yang menjadi inspirasi dan mentor urban farming ini.

Masjid Al-Falah adalah masjid yang didirikan oleh komunitas Indonesia di Philadelphia. Komunitas ini menjadikan Masjid Al-Falah bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai tempat untuk bersosialisasi, menimba ilmu agama, dan mengurangi rasa kangen untuk beribadah sebagaimana muslim di Indonesia.

Masjid Al-Falah terletak di 1603 S. 17th Street, Philadelphia, dan merupakan masjid Indonesia kedua yang didirikan di Amerika Serikat, setelah Masjid Al-Hikmah di New York yang imamnya, Imam Shamsi Ali, juga orang Indonesia . Masjid ini didirikan oleh Komunitas Indonesia di Philadelphia secara gotong royong pada tahun 2008.

Sebelum ada Masjid Al-Falah, komunitas ini mengadakan kegiatan pengajian atau Tarawih di gereja yang dipinjamkan oleh jemaat gereja yang kebetulan juga orang Indonesia. Kadang mereka salat di apartemen anggota komunitas itu. Nama Al-Falah sendiri dipilih sebagai simbol dan harapan kemenangan anggota komunitas ini di negeri perantauan. Yang menarik, para perantau itu ternyata banyak yang berasal dari Kota Surabaya, sehingga di kota ini ada kawasan yang diberi nama kampung Surabaya.

Achmad Munjid dan Ahmad Rafiq, dua orang mahasiswa S3 di Temple University di Philadelphia, jurusan Religious Studies, dikenal sebagai aktivis masjid ini. Secara bergantian dengan anggota lain di komunitas masjid ini, mereka berdua menjadi imam, berkotbah, dan berbagi ilmu agama dengan jamaah Masjid Al-Falah.

Menurut Munjid, kebutuhan untuk berkumpul dan kerinduan akan beribadah ala Indonesia, terutama dalam bulan Ramadhan dan ketika Idul Fitri, menjadi salah satu faktor pendorong untuk mendirikan Masjid Al-Falah.

“Pertama, karena tidak pakai bahasa Indonesia. Meskipun kami mengikuti semuanya, karena yang namanya orang Islam itu sembahyang kan sama saja. Tetapi di luar hal-hal itu kami merasa kurang at home, kadang komunitas tertentu terlalu kaku, sedikit-sedikit bid’ah sedikit-sedikit haram. Kami yang di Indonesia terbiasa lentur cara beragamanya,” kata Munjid.

Sudah Kondusif

WNI senang tinggal di kota Philadelphia karena tenang. Kotanya mirip Yogyakarta. Kota budaya. Ramah imigran. Namun suasana Kota Philadelphia yang tenang sempat terusik oleh ulah segelintir warga lokal yang membenci keturunan Asia. Hal itu berdampak pula pada dua WNI yang menjadi korban kekerasan bermotif rasial di kota yang sering menjadi lokasi syuting film Hollywood (seperti Rocky Balboa–Sylvester Stallone) dan Bollywood (Kabhi Alvida Naa Kehna–Shah Rukh Khan) ini. Namun, menurut Syarif, suasana Ramadhan tidak terpengaruh oleh kasus penyerangan terhadap dua WNI tersebut.

“Berkaitan dengan penyerangan terhadap WNI beberapa minggu lalu tidak ada pengaruhnya di bulan Ramadhan ini. Suasana sudah kondusif,” kata Syarif.

Sebelumnya Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengungkap kronologi serangan terhadap dua orang remaja warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat. Keduanya diduga diserang sekelompok remaja saat berada di stasiun kereta di Kota Philadelphia.

“Penyerangan dilakukan oleh sekelompok remaja putri warga African American saat kedua korban tengah menunggu kereta di stasiun City Hall Philadelphia,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha kepada wartawan.

Dia mengatakan peristiwa itu terjadi pada 21 Maret 2021. Dua orang WNI yang menjadi korban penamparan itu adalah perempuan berinisial N (18) dan M (17). Kasus rasialisme di Amerika Serikat sendiri dipicu terkait pandemi Covid-19 di mana virus Corona disebut berasal dari Wuhan China. “Tapi, Philadelphia, sangat jarang terjadi kasus semacam itu,” kata Syarif Syaifulloh yang ingin mempromosikan lagu-lagu Jawa, khususnya Campursari, di Amerika ini.

Syarif memilih sholat Tarawih di rumah sebab bisa berjamaah bersama keluarga. Namun untuk sholat Jumat, dia harus ke masjid yang membuka ibadah Jumatan tersebut. Salah satunya Masjid IBN BAAZ.

“Subhanalloh. Senang rasanya menjadi bagian dari Komunitas Muslim yang ada di Amerika Serikat. Sudah 4 kali berturut-turut saya melakukan sholat Jumat di Masjid IBN BAAZ yang jamaahnya rata-rata orang Amerika, tambah silaturahmi kembali berkenalan dengan sahabat baru. Sempat kaget karena mereka bersama teman-temannya berkata, ‘yeah…you are Asia?’ Saya jawab yes sir! Lalu saya berkata sudah 4 kali sholat di tempat ini. Minggu lalu di sini juga. Mereka senang sekali. Dan saling tos tangan tanda persahabatan. Walau Muslim sebagai minority tapi terasa sekali persaudaraannya. Dan terasa nyaman, walau saat sholat saya kebagian tempat di luar masjid,” katanya. (*)

baca juga :

Mei 2021, AP I Targetkan Seluruh Bandara Layani Tes GeNose

Titis Global News

Dirjen Migas dan Direksi Patra Niaga Pastikan Stok BBM Selalu Tersedia di Jawa Timur

Redaksi Global News

Piala Dunia 2022: Argentina Sua Belanda di Perempatfinal Usai Tekuk Australia

Redaksi Global News