Global-News.co.id
Gresik-Sidoarjo-Mojokerto Indeks Utama

Terancam Gulung Tikar, Banyak Perajin di Mojokerto Omset Anjlok di Tengah Pandemi

GN/Bambang Sujarwanto
Wabah Covid-19 membuat usaha batu bata di Mojokerto makin terpuruk. Jika tahun ini Covid-19 tidak selesai, kian banyak perajin bakal gulung tikar.

 

MOJOKERTO (global-news.co.id)-Diterjang wabah Covid-19 selama berbulan bulan omzet penjualan batu bata, miniatur kapal kapal, dan gantungan kunci di Kabupaten Mojokerto merosot 60 persen dari sebelum ada serangan wabah. Jika sampai akhir 2021, kondisi pandemi tetap seperti ini, tentunya akan banyak perajin yang gulung tikar.

Seperti dikatakan, Gatot, perajin batu bata di Kutorejo, Kab. Mojokerto, sudah 7 bulan ini omset penjualan batu batanya menurun sampai 60 persen. Sebelum ada wabah, sebulan dia mampu menjual batu batanya 270 ribu buah bata bata. Namun sejak wabah sebulan bapak 3 anak ini maksimal hanya bisa menjual 100 ribu batu batanya. “Saya bisa menjual segitu saya harus sering pergi ke Surabaya, Sidoarjo dan Gresik menawarkan bata saya pemilik toko bangunan. Kalau tidak melakukan seperti itu, bisa-bisa sebulan saya hanya bisa menjual 40 ribu batu bata saja,” katanya, Rabu (10/2/2021).

Supaya tidak gulung tikar, tambah Gatot, selama pandemik ini dia mengurangi jumlah pekerja. Sebelum wabah merebak, ia memiliki10 pekerja, kini  tinggal 4 pekerja. “Untuk sementara pencetak batu batanya saya hentikan 6 orang. Kalau nanti omset penjualan meningkat lagi,mereka kita pekerjakan lagi. Kebetulan, sekarang musim penghujan, pekerja yang sayahentikan bekerja jadi buruh tani. Tenaga mereka di musim penghujan sangat dibutuhkan pemilik sawaah untuk menggarap sawahnya,” katanya.

Sementara itu Sutrisno, perajin gantungan kunci mengaku terjadi penurunan omset mencapai 70%. Sebelum pandemi, sebulan bapak empat anak asal Mojosari Kab. Mojokerto ini mampu menjual 1.000 gantungan kunci dari plastik ini. Namun, saat ini ia hanya mampu menjual gantungan kunci 200 buah saja.

Dengan menurunnya omset penjualan gantungan kuncinya, selain memberhentikan 3 karyawannya, Sutrisno  juga harus kerja jadi kuli bangunan. Agar bapak empat anak ini bisa mendapatkan uang untuk menghidupi anak dan istrinya. “Kalau saya hanya mengandalkan jualan gantungan kunci, jelas saya tidak bisa memberi uang belanja ke istri. Selama pandemi, membuat gantungan kunci dilakukan malam hari. Setelah saya pulang jadi kuli bangunan,” katanya.

Perajin lainnya seperti Sumali, perajin minimatur arca batu dari Trowulan,  Kabupaten Mojokerto, mengakui akibat pandemi membuat bapak dua anak ini harus memberhentikan 3 karyawan bekerja di rumahnya.

Kalau mengandalkan penjualan arca, tentu tidak cukup untuk membiayai hidup dia dan keluarganya. Pasalnya, selama pandemi ini dalam seminggu dia hanya mampu mendapatkan uang Rp 1 juta dari menjual arcanya. Padahal sebelum ada serangan Corona dalam seminggu, Sumali mampu mendapatkan uang Rp 3 juta sampai Rp 4 juta dalam seminggu.

“Corona benar-benar membuat saya dan keluarga terpuruk. Untung saya ditolong kakak untuk bekerja di Surabaya saat kondisi ekonomi lesu seperti ini,”katanya.

Tiga perajin dari Mojokerto ini berharap, wabah ini cepat mereda dan ekonomi bisa pulih kembali. Agar para perajin bisa kembali bekerja mendapatkan uang dari hasil kerajinan yang diciptakan.

Menurut ketiga perajin itu,jika ekonomi tidak semakin membaik, bisa dipastikan akan banyak perajin seperti mereka gulung tikar karena pekerjaannya tidak bisa diandalkan untuk bisa mendapatkan uang guna membiaya hidup mereka.bas

 

baca juga :

Bertambah 11.278, Kasus Covid-19 di Indonesia Capai 858.043 Orang

Redaksi Global News

Kunjungi ITS, Dubes Denmark Jajaki Kerjasama Bidang Maritim

Redaksi Global News

OTT di Bondowoso, KPK Konfirmasi Tangkap 6 Orang

Redaksi Global News