Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Indeks Utama

Kembali Produksi, Harga Tahu Tempe Naik

Sebagian pedagang menaikkan harga tahu tempe pasca mogok produksi dalam menyikapi kenaikan harga kedelai. 

JAKARTA (global-news.co.id) – Setelah tiga hari di awal 2021 menyatakan mogok produksi dalam menyikapi kenaikan harga kedelai, Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) akhirnya kembali berproduksi.

Ketua Gakoptindo Aip Syaifuddin mengatakan pihaknya telah mendistribusikan ke pasar-pasar, sehingga keberadaan tahu dan tempe yang sempat menghilang di pasaran kini mulai dipasok kembali.

Aip mengatakan untuk menyikapi kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe, produsen pun terpaksa menaikkan harga di seluruh wilayah di Tanah Air. Kenaikannya sekitar 25 persen.

Untuk tahu dan tempe ukuran kecil harga di kawasan Jabodetabek naik dari Rp 4.000 menjadi Rp 5.000. Sementara untuk ukuran besar naik dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000.

“Selama ini bahan baku tahu dan tempe banyak dipasok dari impor. Kenaikan harga kedelai impor membuat pusing produsen tahu dan tempe,” katanya, Senin (4/1/2021).

Di sejumlah daerah di Jatim, harga tahu tempe juga mengalami kenaikan. Ukuran kecil dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000, ukuran sedang dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 dan ukuran besar dari Rp 8.000 menjadi Rp 10.000. Sebagian pedagang ada yang tak menaikkan harga namun ukuran tahu tempe menjadi lebih kecil.

Sejumlah pengrajin tahu dan tempe di Desa Pacarkeling, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, mengeluh tingginya harga kedelai yang terjadi sejak dua bulan terakhir. Kondisi ini membuat mereka kesulitan menjual tahu dan tempe dengan harga tinggi.

” Harga kedelai sudah mencapai Rp 9.050/kg. Biasanya harga normalnya mencapai Rp 4.500/kg. Kondisi ini membuat kami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan, karena harga tempe juga tidak bisa dinaikkan terlalu tinggi, dampaknya sepi pembeli,” ujar produsen tempe, Fadilah.

Dia mengaku, kini harus menyiasati naiknya harga kedelai tersebut dengan cara mengurangi ukuran tempe, agar harga jualnya tidak naik. “Sejak ada pandemi Covid-19, daya beli masyarakat juga menurun. Omzet kami turun 50% dari kondisi normal,” tuturnya.

Sebelum harga kedelai mengalami kenaikan, dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 400 ribu/hari. Kini untuk mendapatkan omzet Rp 250 ribu/hari sudah sulit. Kondisi ini akan semakin memberatkan keberlangsungan usaha tempenya.

Fokus Genjot Produksi

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut memasuki tahun 2021 Kementerian Pertanian (Kementan) akan fokus melipatgandakan produksi kedelai dalam negeri. Program terobosan peningkatan produksi kedelai telah disiapkan dan dipastikan secara penuh diimplemensikan di tingkat lapangan dalam 200 hari ini.

“Masalah kedelai yang ada saat ini adalah kontraksi global, khususnya akibat pandemi Covid 19. Kami sikapinya dengan siapkan langkah konkret mendorong petani tingkatkan produksi. Program aksi nyatanya kami susun, tapi bagi kami yang terpenting dapat diimplementasikan di lapangan. Ini yang kita pastikan,” ujar Mentan di Jakarta, Senin (4/1/2021).

Menurut dia, peningkatan produksi kedelai dalam negeri yang berdaya bersaing, baik kualitas maupun harga, merupakan program prioritas pembangunan pertanian. Program konkretnya yakni melalui perluasan areal tanam dan meningkatkan pelibatan integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.

“Dengan langkah cepat dari Kementan bersama berbagai integtator dan pengembang kedelai yang ada, kita lipat gandakan dengan kekuatan. Kita bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri meningkat,” ungkap dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menegaskan, langkah nyata yang diimplementasi Kementan guna meningkatkan produksi kedelai 2021 di antaranya percepatan budi daya di klaster-klaster dengan integrator. Tahun 2021 ini digelontarkan bantuan pengembangan kedelai di Provinsi Sulawesi Utara seluas 9.000 ha, Sulawesi Barat 30.000 ha, dan Sulawesi Selatan 9.000 ha.

“Membangun kemitraan hilirisasi dan pasar industri tahu tempe dengan petani di Jateng 15.000 ha, Jabar 15.000 ha, Jatim 15.000 ha, NTB 4.000 ha dengan dukungan KUR dan akses kepada offtaker,” jelasnya.

Dia juga menambahkan yang terpenting juga adalah bekerjasama dengan Badan Litbang Pertanian untuk meningkatkan produktivitas. Adapun rata-rata produktivitas kedelai saat ini 1,5 ton/ha dan harus ditingkatkan menjadi 2 ton/ha melalui riset benih unggul dan teknologi budi daya.

“Perlu juga pengendalian impor melalui kebijakan dari non
lartas menjadi lartas dan mewajibkan setiap importir kedelai bermitra dengan petani sekaligus menyerap produksi kedelai lokal dengan harga yang ditetapkan,” tandas dia. dja, zis, sin

baca juga :

Lockdown Lokal, Tiga Warga Malang Terpapar Varian Omicron

Redaksi Global News

Kemlu Sebut 1.163 WNI di Luar Negeri Terinfeksi COVID-19

Para Guru Besar, Jurnalis dan Pengusaha Hadiri “Grand Launching” Buku Yusron Aminulloh

gas