Global-News.co.id
Indeks Kesehatan Metro Raya Utama

DP3AK Ajak Masyarakat Cegah Perkawinan Anak

SURABAYA (global-news.co.id) – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur mengimbau Bupati/Walikota memerintahkan atau mengajak para Camat, KUA, Lurah/Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat untuk bersama-sama melakukan pencegahan terjadinya perkawinan anak. Termasuk di dalamnya, tidak memberikan dukungan terjadinya perkawinan anak,  baik secara tertulis, lisan atau tindakan lainnya.

Kepala DP3AK, Andriyanto.

Kepala DP3AK Jatim, Dr Andriyanto SH MKes mengatakan, imbauan itu dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Gubernur Jatim nomor 819 Tahun 2021 tertanggal 18 Januari 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

Mendasarkan data Pengadilan Tinggi Agama di Surabaya, Andriyanto menyebut, perkawinan anak –usia di bawah 19 tahun laki-laki dan usia di bawah 16 tahun perempuan—di Jatim meningkat dari 3,29% (11.211 perkawinan anak dari 340.613 perkawinan) pada tahun 2019 menjadi 4,79% (9.453 dari 197.068 pada 2020). Dan pengajuan dispensasi perkawinan lebih banyak dari pihak perempuan.

“Akibat perkawinan ini sangat berdampak pada kualitas SDM dan kemiskinan. Anak yang kawin usia muda cenderung jadi putus sekolah. Kemudian ketika masuk dunia kerja, dengan pendidikan yang rendah, maka upah yang diterima menjadi rendah dan kemiskinan akan bertambah,” terang Andri dalam rilisnya Kamis (21/1/2021).

Lebih lanjut, mantan Direktur Akademi Gizi Surabaya ini mengatakan, perkawinan anak akan cenderung berakibat pada tingginya angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), stunting dan kehilangan generasi yang unggul.

Perkawinan anak juga memicu munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data Simfoni (Sistem Informasi Online) Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak) di Jatim menunjukkan adanya 2.001 kekerasan. Dari jumlah itu, sebanyak 38,9% di antaranya kekerasan seksual dan 60,9% kejadiannya di rumah tangga.

Andriyanto menyebut, akar masalah dari tingginya perkawinan anak pada 2020 adalah faktor ekonomi keluarga dan budaya pada beberapa daerah yang membolehkan  atau menganggap perkawinan anak sebagai hal yang biasa.

Dengan adanya pencegahan perkawinan anak, diharapkan proses perkawinan hanya  bisa dilakukan  bila  usia  calon pengantin pria atau wanita minimum  19 (sembilan belas) tahun. “Memang perkawinan yang ideal itu jika calon pengantin pria  telah berusia 25 (dua puluh lima) tahun dan calon pengantin wanita telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun,” tandas Andri.

Selain mencegah perkawinan anak,  Bupati/Walikota juga diminta memfasilitasi dan menyediakan sarana prasarana pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). PUSPAGA ini yang nantinya akan memberikan layanan konseling keluarga dan pendampingan untuk mendapatkan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan serta keterampilan  yang karena sesuatu hal dengan sangat terpaksa terjadi perkawinan anak.

“Kami juga meminta Bupati/Walikota untuk memfasilitasi dan  mendorong pelaksanaan Sekolah Calon Pengantin bagi remaja yang akan melaksanakan pernikahan. Lewat sekolah inilah nantinya calon pengantin akan mendapatkan keterampilan dan pengetahuan persiapan kehidupan berumah tangga,” kata Andri.

Andri berharap terbitnya SE ini dapat mempercepat turunnya jumlah perkawinan anak dan jumlah permohonan dispensasi perkawinan di Jawa Timur.ret

 

baca juga :

Ada ASN Pemkot Menghuni Rusun, Wakil Ketua DPRD: Mestinya Tahu Dirilah!

Redaksi Global News

Liga 1: Jelang Pesut Etam Kontra Bajul Ijo, Milo Puji Aji

Redaksi Global News

Pemkot Surabaya Hentikan Sementara Pertunjukan Seni di Alun-alun Surabaya

Redaksi Global News