Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Indeks Utama

BI Tahan Bunga Acuan 3,75 Persen Januari 2021

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI periode Januari 2021 secara virtual, Kamis (21/1/2021).

JAKARTA (global-news.co.id) –  Bank Indonesia memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRR) di posisi 3,75 persen pada Januari 2021. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing tetap di 3 persen dan 4,5 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20-21 Januari 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRR sebesar 3,75 persen,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI periode Januari 2021 secara virtual, Kamis (21/1/2021).

Perry mengatakan keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang terus membaik didukung program vaksinasi di berbagai negara. Pemulihan ekonomi ditopang oleh Tiongkok, AS, Eropa, Jepang, India dan ASEAN.”Keyakinan bisnis di berbagai negara berlanjut dan meningkatkan volume perdagangan dan harga komoditas,” katanya.

Likuiditas global diperkirakan tetap besar karena didukung kebijakan bank sentral di berbagai negara. Hal ini memunculkan aliran modal asing ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Keputusan BI juga mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia yang membaik, tercermin dari kinerja ekspor, manufaktur, hingga program vaksinasi nasional. “Ini juga didukung pembukaan sektor produktif di berbagai negara, stimulus fiskal, hingga digitalisasi sistem pembayaran,” ujarnya.

Bank sentral memperkirakan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,8 persen sampai 5,8 persen pada tahun ini. Sementara Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD) diramal akan berada 1 persen sampai 2 persen dari PDB pada 2021. “Kinerja positif defisit transaksi berjalan diperkirakan berlanjut, didukung surplus neraca perdagangan,” imbuhnya.

Aliran modal masuk ke dalam negeri mencapai US$5,1 miliar dari awal tahun sampai 19 Januari 2021. Cadangan devisa 135,9 miliar dolar AS per Desember 2020.

Kemudian, nilai tukar rupiah menguat 0,77 persen secara rerata dan 0,14 persen secara poin ke poin dari level akhir Desember 2020. Penguatan rupiah didukung aliran modal asing dan penurunan ketidakpastian di pasar keuangan global.

“BI memandang penguatan rupiah akan berlanjut karena level masih undervalue. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi rendah dan terkendali, daya tarik aset domestik yang tinggi, dan premi risiko yang menurun, serta likuiditas global yang besar,” terangnya.

Inflasi ditargetkan sekitar 3 persen plus minus 1 persen pada tahun ini sejalan dengan realisasi inflasi 2020 yang masih rendah sebesar 1,68 persen. “Inflasi didukung permintaan yang belum kuat,” imbuhnya.

BI juga mempertimbangkan indikator sistem keuangan nasional yang disebut masih stabil. Tercatat, rasio Alat Liquid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 31,67 persen per Desember 2020.

Lalu, rata-rata suku bunga PUAB 3,04 persen, suku bunga deposito 4,53 persen, kredit modal kerja 9,21 persen, dan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) meningkat menjadi 6,27 persen.

“Peningkatan imbal hasil SBN terjadi karena ketidakpastian di pasar keuangan global seiring pergantian pemerintahan di AS,” tuturnya.

Sementara rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank sebesar 24,13 persen pada November 2020. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 3,18 persen (gross) atau 0,99 persen (net).

Pertumbuhan kredit bank terkontraksi 2,41 persen dan pertumbuhan DPK mencapai 11,11 persen per Desember 2020. “Pertumbuhan kredit rendah karena permintaan dari dunia usaha dan risiko penawaran perbankan,” pungkasnya. jef

baca juga :

Lolos Liga 2, Gus Muhdlor Guyur Bonus Rp 150 Juta ke Deltras FC

Redaksi Global News

Liga 1: Madura United Pindah Homebase ke Stadion Bangkalan

Dikabarkan Meninggal Dunia, Kim Jong Un Muncul Resmikan Pabrik Pupuk