Global-News.co.id
Indeks Metro Raya Utama

PDIP Siapkan Tim Lawan Gugatan Machfud Arifin-Mujiaman ke MK

Ketua DPC PDIP Kota Surabaya Adi Sutarwijono 

SURABAYA (global-news.co.id) – DPC PDIP Kota Surabaya menyiapkan tim senyap atau Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) untuk melawan gugatan Machfud Arifin-Mujiaman di Mahkamah Konstitusi (MK). Tim ini juga menjadi salah satu faktor pemenangan Eri Cahyadi dan Armudji di Pilkada Surabaya 2020.

Ketua DPC PDIP Kota Surabaya Adi Sutarwijono menyatakan, BSPN PDIP Kota Surabaya sudah bekerja sejak 1,5 bulan yang lalu. Mereka melatih 11.000 saksi. Setiap latihan, hanya diperbolehkan 100 orang dan mereka bisa menyelesaikan itu.
“BSPN juga membentuk kamar hitung. Inputernya banyak anak-anak mahasiswa yang menguasai IT. Sehingga dokumen C1 hasil diserahkan ke kantor DPC dari kecamatan-kecamatan dan mereka langsung menginput data tersebut,” katanya penyerahan laporan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kantor DPC PDIP Kota Surabaya, Jumat (18/12/2020).

Disinggung ke depan bagaimana dengan BSPN, Adi menegaskan, pihaknya akan terus melatih saksi di PDIP. Dia berharap pandemi COVID-19 segera berakhir. Sehingga pelatihan bisa semakin intensif. “Karena BSPN pusat mewajibkan pelatih saksi ini atau penetapan saksi bersifat permanen. Tidak hanya bersifat even pemilu ke pemilu,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua BSPN PDIP Kota Surabaya Purwadi mengatakan apa yang dilakukan tidak lepas dari dukungan partai. Mulai dari tingkat anak ranting hingga dewan pengurus cabang. “Jadi BSPN itu tidak bekerja sendiri. Tapi didukung oleh struktur partai. Dan yang kami lakukan ini memang sudah sesuai standar yang sudah diatur di dalam peraturan partai,” kata Purwadi.

Sedangkan Wakil Walikota Surabaya terpilih, Armudji mengatakan, dirinya tidak bisa menghalangi gugatan ke MK karena itu hak paslon. Terkait persiapan gugatan ke MK, Armudji mengaku sudah menyiapkan sudah ada tim hukum yang sudah berpengalaman di setiap Pilkada dan Pilpres. “Jadi kami sudah mempersiapkan semuanya,” ujarnya

MA – Mujiaman Gugat Hasil Pilwali
Sebelumnya sejumlah aktivis anti korupsi akan menggugat hasil Pilwali Surabaya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka adalah mantan Jubir KPK Febri Diansyah dan mantan Koordinator ICW (Indonesia Corruption Watch) Donal Fariz.
Selain itu, ada juga praktisi hukum seperti M Sholeh, Veri Junaidi, Jamil Burhan, dan Slamet Santoso. Semuanya tergabung menjadi satu tim. Mereka berenam menjadi kuasa hukum dari calon walikota dan wakil walikota Surabaya Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno (MAJU).

Pasangan nomor urut 2 ini menganggap banyak kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TMS).
“Bagi saya, langkah hukum di MK tidak sekadar menang atau kalah dalam pemilihan kepala daerah.  Menang atau kalah adalah hal yang biasa dan terlalu kecil untuk diperdebatkan,” kata Machfud didampingi Mujiaman dan tim kuasa hukumnya saat konferensi pers di Surabaya Kamis lalu.

Machfud mengatakan ingin menjadikan perjuangan di MK sebagai warisan (legacy) dan menjadikan demokrasi yang lebih baik untuk ke depannya.
“Karena ada persoalan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif yang terjadi secara kasat mata dan tidak bisa saya biarkan begitu saja,” tegas dia.

Dia mengatakan, berdasarkan data Sirekap, setidaknya ada sebanyak 400 ribu lebih warga Surabaya yang telah memilih dirinya.

Sementara itu perwakilan tim kuasa hukum Machfud-Mujiaman, Donal Fariz menjelaskan gugatan ke MK diajukan karena proses pilkada di Kota Surabaya banyak terjadi kecurangan yang bersifat TMS.
Khususnya struktur birokrasi, kebijakan, dan anggaran yang diarahkan untuk memenangkan paslon tertentu.
Dia melanjutkan tim hukum akan mencari fakta hukum yang kuat dan akurat, sampai kepada konklusi petitum, dalam permohonan ke MK.  “Saya tentu belum bisa menguraikan secara spesifik karena banyak hal yang sedang kami kumpulkan, banyak hal yang sedang kami analisis.
Khususnya dengan pola pola kecurangan yang terjadi di Pilkada Surabaya,” terang dia.

Intinya, tim hukum MAJU menilai  problem terbesar dan fundamental adalah adanya mesin birokrasi kepentingan alokasi anggaran yang diduga menguntungkan paslon tertentu. “Tentu kami akan menguraikan apa saja itu,” katanya.

Lainnya adalah penegakan hukum atau electoral justice menjadi macet selama pilkada di Surabaya.

Tim hukum sedang mengumpulkan sejumlah laporan yang punya tendensi administrasi sampai dengan pidana pemilu, namun tidak pernah ditindaklanjuti.

Ia berharap, perkara ini berjalan dengan baik di Mahkamah Konstitusi. Terlebih, terdapat Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

KPU Surabaya telah mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Surabaya menunjukkan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman kalah dari Eri Cahyadi-Armudji. Machfud-Mujiaman memperoleh 451.794 suara. Sedangkan Eri-Armudji mendapat 597.540.

Tim Pemenangan Eri Cahyadi dan Armuji meresponsnya langkah kubu MAJU dengan santai.
“Adalah hak dari masing-masing pihak untuk menempuh jalur hukum terkait hasil rekapitulasi Pilkada Surabaya,” ujar Adi Sutarwijono.

Adi mengatakan tudingan curang dari Machfud-Mujiaman sungguh salah alamat. “Sebab, dari seluruh proses Pilkada hingga Hari-H coblosan, rakyat tahu siapa yang bagi-bagi sembako, bagi-bagi sarung dan bagi-bagi uang. Kami menemukan bukti-bukti kecurangan itu, yang terstruktur, massif dan sistematis, yang dilakukan di banyak tempat di Surabaya. Dan, temuan-temuan itu sudah kami laporkan ke Bawaslu,” ujarnya.

Bahkan, sambung Adi, ada keterlibatan kepala daerah di Jawa Timur dalam kampanye Pilkada di Surabaya, yang diperoleh dari media sosial. Ada video salah seorang bupati menggunakan nama jabatannya untuk mendukung Machfud.
“Kalau Machud Arifin-Mujiaman mengajukan sengketa Pilkada ke MK, kami pun akan memohon keadilan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Kami yakin Majelis Hakim MK akan memutus sesuai keadilan,” ujar Adi yang juga ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya.

Adi menegaskan hasil Pilkada Surabaya terdapat selisih suara yang amat jauh, sebanyak 145 ribu lebih, di mana paslon Eri Cahyadi-Armuji mengungguli Machfud Arifin-Mujiman. “Selisih yang sedemikian besar adalah akibat rakyat Surabaya yang berdaulat menghendaki Eri Cahyadi-Armuji. Sekaligus rakyat menghendaki seluruh karya kebaikan Bu Risma dijaga dan dikembangkan. Itulah fakta demokrasi setelah 9 Desember 2020. Kalau saran kami sebaiknya legowo saja, kita terima ‘sabda’ rakyat seluruh Surabaya 9 Desember 2020 lalu. Karena rakyat adalah tuan dalam proses demokrasi ini,” tegasnya. pur, tim

 

baca juga :

Khodijah, Nenek Usia Seabad Lebih Masih Jualan Ikan Bandeng

Piala Dunia 2022: Kalahkan Kanada, Maroko Sukses ke 16 Besar

Redaksi Global News

Lelang Serentak Kemenkeu Satu, Wujudkan Indonesia Maju

Redaksi Global News