SURABAYA (global-news.co.id) – Penanganan masalah HIV/AIDS di masa pandemi Covid-19 mengalami hambatan. Upaya untuk menemukan kasus-kasus baru pun jadi tidak bisa maksimal.
Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan, jika sejak 2017 hingga 2019 setiap tahunnya terjadi kenaikan jumlah kasus baru penderita HIV/AIDS, namun pada 2020 justru mengalami penurunan (lihat tabel).
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, dr Herlin Ferliana MKes, mengakui, penurunan angka kasus HIV/AIDS ini terjadi karena adanya kekhawatiran masyarakat untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan. “Termasuk pula mereka yang mungkin terindikasi mengalami HIV/AIDS,” ujarnya dalam rangka Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember, Selasa (1/12/2020).
Kendati begitu, Dinkes Jatim tetap berkomitmen untuk terus mengimplementasikan Suluh-Temukan-Obati-Pertahankan (STOP) HIV AIDS untuk Indonesia Sehat.
Masih mendasarkan data Dinkes, secara keseluruhan jumlah orang di Jatim yang dites HIV pada 2020 ini sebanyak 447.594 orang. Hingga November ditemukan sebanyak 5.674 kasus baru HIV dan 340 kasus AIDS, dari estimasi tahunan sebanyak 12.426 ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Jumlah ODHA yang masuk perawatan sebanyak 6.504 orang dan yang mulai ARV atau menjalani pengobatan dengan antiretroviral sebesar 4.522 orang. Untuk diketahui ARV tidak membunuh virus HIV namun dapat memperlambat pertumbuhan virus.
Herlin menambahkan, pasien HIV terbanyak (70%) berasal dari kelompok usia 24 – 25 tahun, lebih dari 50 tahun sebanyak 14%, dan usia 20-24 tahun sebanyak 11%. Sementara pada pasien anak sebesar 5%. Sedang sebaran jumlah pasien HIV terbanyak di Lumajang (621), menyusul Kota Surabaya (435), Kab. Jember (416), dan Kab. Banyuwangi (357).
Untuk pasien AIDS, secara kumulatif terbanyak dari usia 30 – 34 tahun dan berdasarkan kelompok kerja terbanyak dari kalangan wiraswasta dan ibu rumah tangga.
Diungkapkan, secara kumulatif jumlah kasus HIV yang ditemukan di Jatim sebanyak 62.392 orang, atau 105% dari estimasi ODHA sebesar 59.317 orang, capaian ini merupakan tahun pertama telah melampaui target fastrack 90% ODHA mengetahui statusnya.
Jumlah ODHA yang masuk perawatan dukungan dan pengobatan (PDP) sebanyak 40.658 orang, sementara jumlah patuh berobat sebanyak 20.087orang atau 34% dari estimasi ODHA sebesar 59.317 orang. Sedang jumlah pasien HIV meninggal sebanyak 8.415 orang.
Untuk menangani HIV ini, Dinkes Jatim menyiapkan layanan yang meliputi tes HIV di 1.328 titik yang terdiri puskesmas, rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Selain itu ada layananPDP di 264 titik yang terbagi 194 puskesmas, 70 rumah sakit pemerintah, dan 8 rumah sakit swasta.
Sementara untuk menanggulangi HIV, Dinkes Jatim menerapkan beberapa strategi STOP yaitu strategi penemuan dengan melakukan Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan. “Suluh ini meliputi penyuluhan, edukasi, dan sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada semua masyarakat. Temukan, itu ditemukannya penderita di semua faskes melalui testing HIV yang bisa dilakukan di puskesmas atau beberapa rumah sakit,” terangnya.
Sedang obati, bisa dilakukan pemberian ARV di layanan PDP. Dan yang juga tak kalah penting adalah memertahankan adherence atau kepatuhan ODHA dalam minum ARV seumur hidup agar virus tidak berpotensi menular karena pertumbuhannya dihambat.
Upaya penanggulangan lainnya dengan melakukan tes HIV pada semua ibu hamil, bayi yang lahir dari ibu hamil ODHA, orang dengan gejala dan tanda HIV dan orang yang berisiko HIV, calon pengantin (catin), pasien positif infeksi menular seksual (IMS), pasien positiv hepatitis B dan C, semua penderita TBC, serta kelompok kunci seperti homoseksual dan pengguna jarum suntik tidak steril.
Secara Nasional, jumlah kasus HIV yang dilaporkan sejak 2005 hingga November 2020 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan, sebanyak 409.857 ODHA (75% dari estimasi ODHA tahun 2020 sebanyak 543.300)
Jumlah ODHA patuh minum obat sebanyak 139.585 ODHA (26%). Jatim sendiri menempati peringkat kedua jumlah kasus HIV tertinggi setelah DKI Jakarta (71.296). Peringkat ketiga Jawa Barat (46.525), Papua (41.118), dan Jawa Tengah (39.145).
Sedang untuk kasus baru, sepanjang Januari hingga September 2020 dilaporkan sebanyak 32.293 orang. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (70,7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (15,6%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (8,5%). Sedangkan kelompok anak-anak hingga usia 19 tahun sebesar 5,1%.
Di Jakarta, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid mengatakan, sebenarnya banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah terkait perjalanan HIV/AIDS di Indonesia sejak 1987.
Di awal tahun 2012 estimasi orang dengan HIV/AIDS di Indonesia ada sekitar 630 ribu. Estimasi ini cukup baik karena kemudian angkanya turun menjadi 543 ribu di 2018. “Jadi ini merupakan kerja bersama kita dan kerja semua. Tidak bisa hanya oleh sektor kesehatan saja, berbagai lintas sektor dan lintas program ikut terlibat. Dari mulai upaya pencegahan, tentunya sejak remaja, bagaimana mengubah perilaku berisiko seksual, atau bagaimana pengobatan, hingga bagaimana seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS tidak jatuh pada kondisi terpuruk dan tetap beraktivitas secara normal,” kata dr Nadia saat media briefing secara virtual, Senin (30/11/2020) di Gedung Kemenkes.
Tahun 2019 lalu, Kementerian Kesehatan bisa melakukan tes khususnya untuk HIV, Sifilis, dan Hepatitis kepada dua juta lebih ibu hamil. Tahun ini, tambahnya, mungkin karena terkendala Covid-19, ibu hamil yang dites baru pada angka 1,7 juta, di mana dari 1,7 juta ini kurang lebih 0,3% nya positif HIV/AIDS.
“Kita kuatkan komitmen untuk berupaya mencegah ibu hamil yang positif HIV/AIDS menularkan kepada anaknya. Ini yang sudah pasti, supaya kita menghasilkan SDM yang tentunya berdaya saing dan tentunya nanti akan berkontribusi pada pembangunan secara umum,” ucap Nadia.
Langkah awal yang dilakukan adalah mencegah anak yang dilahirkan terinfeksi HIV/AIDS melalui Program Aku Bangga Aku Tahu. Kemenkes juga berusaha mengurangi stigma dan diskriminasi yang dirasakan orang dengan HIV/AIDS.
“Terutama pada anak-anak ataupun bayi yang tadinya HIV/AIDS positif kemudian mengalami stigma dan diskriminasi di masyarakat. Dengan ‘Program Aku bangga Aku Tahu’ untuk tahun ini kita berusaha mengurangi bahkan menghilangkan stigma dan diskriminasi,” tambahnya.
Melalui program “Aku Bangga Aku Tahu”, Kemenkes mengajak semua orang untuk mengetahui status HIV/AIDS nya. “Supaya memastikan pada saat nanti berkeluarga dan kemudian berencana untuk memiliki keturunan, dipastikan sudah mengetahui status HIV/AIDS-nya,” pungkas Nadia.ret
Tabel Penderita HIV AIDS di Jatim
2017 2018 2019 2020
HIV 8.317 8.930 9.981 5.674 (hingga November)
AIDS 1.069 1.388 1.254 340 (hingga September)