Global-News.co.id
Indeks Nasional Utama

Habib Rizieq Ditahan, Simpatisan HRS Diingatkan untuk Tidak Terpancing

Dok                                                                          Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun

JAKARTA (global-news.co.id) – Penahanan terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) sudah diprediksi oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
Polda Metro Jaya menurutnya terlihat beberapa kali telah mengatakan akan menangkap dan menahan Habib Rizieq Shihab.

Refly merasa khawatir kalau penahanan HRS tersebut menjadi sebuah tanda kesuksesan aparat kepolisian.
“Semoga tidak karena bagaimanapun tidak masuk di nalar saya pribadi yang berkecimpung di dunia hukum, mengambil porsi terlalu besar Kapolda dan Polda Metro Jaya terhadap kasus yang diperspektifkan Mahfud MD tidak boleh dikriminalisasikan,” ucapnya sebagaimana dikutip dari kanal Youtube Refly Harun dalam video yang berjudul Dan Habib Rizieq Pun Akhirnya Ditahan, Minggu (13/12/2020).

Refly menambahkan kasus yang dikenakan pada Habib Rizieq ini pelanggaran, dan hukuman dari pelanggaran adalah diberikan denda.

Akan tetapi ketika kerumunan terjadi dan misalnya massa menolak, serta melawan petugas maka baru bisa dikriminalkan karena dianggap melawan petugas.

Tetapi, diungkapkan Refly, hal itu tidak terjadi pada kasus kerumunan di Petamburan tersebut. Kasus itu dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, begitu juga lima orang tersangka lainnya, termasuk Ketua Umum FPI Sobri Lubis.

Refly menyebut bahwa sesungguhnya Pasal 93 itu pro dan kontra. Karena bisa atau tidak dikenakan kepada mereka yang melanggar kerumunan tetapi kondisinya sedang tidak ada karantina.

Karena seperti diketahui khalayak umum, bahwa kalau kondisinya sedang dalam karantina seperti karantina Rumah Sakit, maka Refly dengan yakin mengira Pasal 93 ini dapat diterapkan.

Akan tetapi yang diterapkan di Jakarta saat itu adalah PSBB transisi, yang dasarnya menggunakan Pergub (Peraturan Gubernur) seperti yang dikatakan oleh Ketua Satuan Tugas Covid-19, Doni Monardo, seharusnya Satpol PP saja yang melakukan penindakan. “Kalau dia melawan petugas barulah kemudian ada tindak pidananya, dalam kerumunan yang terjadi di Petamburan kalau mau jujur tidak ada yang namanya petugas datang membubarkan kerumunan tersebut,” katanya.

Refly melanjutkan tidak ada yang memperingatkan kerumunan tersebut, bahkan yang terjadi adalah BNPB memberikan masker agar massa yang hadir menggunakan masker dan mengingat protokol kesehatan, jadi dia menilai sesungguhnya tidak ada tindak pidana pada saat itu.

Tapi, dituturkan Refly, rupanya Habib Rizieq dikenakan tindak pidana lain yaitu tindak pidana menghasut Pasal 160 KUHP, yang sudah ditentang juga oleh Abdul Fickar Hadjar, ahli hukum pidana, bahwa sudah seharusnya berlaku kausalitas atau ada sebab dan akibatnya, karena pasal tersebut berisi soal penghasutan dan orang yang menghasut kemudian melakukan tindak pidana.

Refly merasa tidak ada tindak pidana yang dilakukan pada saat itu, yang ada adalah pelanggaran administratif, pelanggaran protokol kesehatan yang menurut Menko Polhukam, Mahfud MD, tidak bisa dipidana. “Jadi Pasal 160 yang ancamannya enam tahun itu juga rasanya dari perspektif saya mengada-ada,” ujarnya.

Refly mengungkapkan proses yang terjadi pada Habib Rizieq ini seolah-olah dipaksakan agar yang bersangkutan ditangkap dan ditahan dan proses penahanannya itu sedikit mempermalukan juga.

Karena sebagai pihak yang ditahan pasti menggunakan rompi tahanan dan diborgol, jadi kalau orang-orang kampung melihatnya hanya orang-orang yang jahat yang ditahan dan diborgol.
“Tapi itu terjadi kepada seorang Ulama, terlepas kita tidak suka dengan Habib Rizieq yang penampilannya meledak-ledak tapi dia seorang ulama yang tetap banyak pengikutnya yang juga harus kita hormati,” ujarnya.

Terbukti ketika Habib Rizieq pulang dari Arab Saudi, ada ratusan ribu massa yang menyambutnya di Bandara Soekarno Hatta.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Habib Rizieq bukan tidak memiliki pengikut.
“Salah besar praduga Menko Polhukam yang mengatakan pengikut Habib Rizieq sedikit, dan ketika diperlakukan tidak adil bukan tidak mungkin dia akan muncul terus sebagai tokoh yang akan membesar terus,” ucap Refly.

Jadi, Refly menyatakan, tidak bisa dipungkiri proses hukum kepada Habib Rizieq penuh dengan nuansa politik, penuh dengan nuansa non hukum yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam proses penegakkan hukum.

Refly menilai walaupun dianggap sebuah pelanggaran, pelanggaran tersebut masih bisa direkonsiliasi.

Pertama hal yang perlu dilakukan adalah diperingatkan, tapi tanpa diperingatkan ternyata Habib Rizieq sudah membatalkan semua kegiatan yang sudah pasti akan mengumpulkan banyak massa, serta memiliki potensi akan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan. “Jadi sudah dibatalkan semua, diumumkan dalam reuni 212 yang kebetulan saya hadir. Dan dia juga sudah membayar denda Rp 50 juta, denda terbesar yang telah dikenakan kepada kerumunan, jadi apa lagi?” kata Refly.
Selain itu, Refly mengingatkan bahwa Habib Rizieq pun harus kehilangan enam orang pengawalnya, yang hingga saat ini masih misteri apakah dibunuh, dibantai, atau sebagai tindakan pembelaan diri oleh aparat keamanan.

Refly menilai banyak sekali perlakuan tidak adil kepada Habib Rizieq, dan sayangnya penegak hukum seperti sudah membuat target bahwa keberhasilan menahan Habib Rizieq seperti keberhasilan tugas seorang aparat keamanan yang bertugas di Polda Metro Jaya.
“Kalau itu yang terjadi tentu menyedihkan, tapi mudah-mudahan semuanya tetap berjalan baik dan saya juga mengimbau kepada pendukung Habib Rizieq untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang anarkistis, kenapa begitu?” ucapnya.

Karena itu akan melegitimasi bahwa simpatisan FPI adalah kelompok-kelompok yang tidak taat hukum, yang suka mengganggu, membuat kerusuhan, atau keamanan.

Refly mengingatkan walaupun Habib Rizieq ditahan, massa Habib Rizieq harus tetap tidak terpancing untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak bisa dibenarkan. “Boleh protes, boleh saja, channel ini sendiri sebenarnya memprotes penahanan tersebut. Walaupun tidak kenal, tidak pernah bertemu, tidak tahu juga Petamburan itu di mana persisnya, tetapi hati nurani dan hati kecil saya menyatakan bahwa Habib Rizieq diperlakukan tidak menurut hukum, ini pandangan saya,” urai Refly.

Dikatakannya boleh saja berbeda pendapat, karena Indonesia negara demokratis, tapi yang paling penting adalah hukum ditegakkan sebenar-benarnya dan selurus-lurusnya tanpa agenda lain, tanpa tumpangan kepentingan yang lain.

Sekali lagi Refly mengingatkan kepada pendukung Habib Rizieq dan FPI, supaya hendaknya tetap aman dan damai, berdoa di rumah masing-masing, agar proses penahanan terhadap Habib Rizieq berjalan dengan penuh hikmah. “Jadi jangan sampai kemudian terpancing untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis, memprovokasi yang justru akan memunculkan stigma bahwa memang benar Habib Rizieq dan pengikutnya kelompok pengacau yang tidak taat hukum,” katanya.

Refly mengatakan hal itu akan merugikan sendiri, kalau mau protes tetap diperbolehkan karena bentuk protes dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Akan tetapi yang penting tidak melanggar hukum, apalagi memunculkan dan menimbulkan kerusakan, terlebih hingga terjadi bentrok dengan aparat keamanan yang bukan tidak mungkin akan menimbulkan korban lagi. “Mudah-mudahan semuanya berjalan baik, dan yang terpenting Presiden Jokowi tergerak untuk turun tangan menengahi soal ini, Presiden Jokowi ditunggu kenegarawannya agar bersikap seperti bapak kepada anak-anaknya, kepada warganya,” ucapnya.

Juga terhadap rakyatnya, jelas Refly, yang barangkali diperlakukan tidak adil, dan diperlakukan tidak pada tempatnya oleh tangan-tangan kekuasaan negara. dja, gel

 

baca juga :

‘Miratus Sholihah’ Wisata Peduli Lingkungan

gas

Perkuat Dukungan UMKM Perempuan, BNI Hadirkan Pertiwi Indonesia di Kriyanusa 2023

Redaksi Global News

Ruang Isolasi untuk Pasien COVID-19 di Surabaya Overload

Redaksi Global News