Global-News.co.id
Indeks Nasional Utama

UU Karantina Kesehatan Juga Bisa Menjerat Mendagri

Mendagri Tito Karnavian

JAKARTA (global-news.co.id)  – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga bisa dijerat sanksi pemberhentian, merujuk instruksi yang telah dikeluarkannya sendiri.

Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, instruksi Mendagri mengacu pada sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan pengendalian penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Salah satunya, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut dia, sulit juga bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan maupun kepala daerah lainnya untuk diberhentikan jika berbasis pada UU Kekarantiaan Kesehatan tersebut. “Apalagi jika mencermati Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018,” kata Feri, Kamis (19/11/2020).

Menurutnya, Pasal 93 tersebut harus memastikan akibat yaitu timbulnya darurat kesehatan di mana penyakit itu meluas akibat pelanggaran. Sepanjang tidak timbul darurat kesehatan maka kepala daerah tidak bisa dijerat begitu saja oleh Mendagri.

Feri menegaskan bahwa UU Nomor 6 Tahun 2018 juga bukan hanya menyasar para kepala daerah yang dianggap melanggar protokol kesehatan. Mendagri pun berpotensi menjadi sasaran UU Kekarantinaan Kesehatan ini dengan alasan juga membuka peluang terjadinya pelanggaran protokol kesehatan.

“Karena pasal itu juga bisa dikenakan kepada Mendagri sendiri yang ikut melanggar UU 6 Tahun 2018 karena merestui pilkada di tengah pandemi.  Hajatan ini berpotensi mempercepat penyebaran Covid-19. Jadi jika Anies kena maka Mendagri juga kena karena dia juga melanggar soal kekarantinaan kesehatan,” tuturnya melanjutkan.

Feri Amsari juga angkat bicara soal diterbitkannya instruksi Mendagri yang menyebut bahwa pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar protokol kesehatan.

“Secara prinsip instruksi ini tidak diperlukam karena telah diatur dalam UU Pemda soal pemberhentian,” kata Feri.

Feri khawatir instruksi tersebut justru diterbitkan hanya karena ada kaitan dengan situasi kekinian. Dalam hal ini, dia menyinggung kasus yang menyeret Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.

Dia menjelaskan bahwa, siapapun kepala daerah yang melanggar Undang-Undang (UU) dapat dimakzulkan (impeachment). Kendati demikian, proses pemberhentian juga tidak mudah. Urusan pemakzulan, lanjut Feri, bukanlah kewenangan Mendagri atau pemerintah pada ujungnya, melainkan Mahkamah Agung (MA). “MA adalah ujung akhir proses pemberhentian,” ujar dia.

Untuk diketahui Mendagri Tito Karnavian menerbitkan instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan (Prokes) untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Dalam instruksi itu disebut pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar protokol kesehatan.

Instruksi ini terbit sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta kepala daerah konsisten menegakkan protokol kesehatan. Arahan itu disampaikan Presiden pada Senin (16/11/2020) lalu.

Sorotan Penerapan UU Kekarantinaan Kesehatan

Sementara itu opsi penerapan Pasal 93 UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam memproses kerumunan yang terjadi di tengah pandemi Covid-19 membuat beberapa orang ikut menyorot.
Diketahui, salah satu kegiatan berkerumun yang paling disoroti adalah acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan puteri imam besar FPI, Habib Rizieq Shihab di Petamburan yang menyeret Gubernur DKI Anies Baswedan hingga pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana.
Menurut aktivis manusia merdeka Said Didu, opsi penerapan UU Kekarantinaan Kesehatan terkesan sengaja dilakukan hanya untuk menjerat pihak-pihak yang kontra dengan pemerintah.
Sebab sebelumnya, penerapan UU Kekarantinaan ditolak habis-habisan oleh pemerintah pusat. Hal itu terlihat saat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan hendak menerapkan kebijakan karantina wilayah di awal wabah Covid-19 di Jakarta namun ditolak pemerintah pusat.
Medio Maret 2020 silam, usulan Anies tersebut tak diindahkan Presiden Joko Widodo yang justru memilik kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Oleh sebab itu, Said Didu pun menganggap penerapan Pasal UU Kekarantinaan dalam penindakan kerumunan di Jakarta mengesankan hanya untuk menyasar Gubernur Anies Baswedan. “Dulu Anies mau lakukan (karantina) tapi dimaki oleh pusat. Sekarang mau gunakan UU itu untuk jerat Anies. Kalian waras?” kritik mantan Sekretaris BUMN ini di akun Twitternya, Kamis (19/11/2020).  ejo, yan, sin, rmo

Bunyi pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),”

 

baca juga :

Atasi Kebutuhan Air, Pemkab Sediakan Rp 25 M untuk Perluasan Embung Kodik

BNI TapCash Hadir di Jalur Mudik

Berkunjung ke Kejari Surabaya, Plt Walikota Tegaskan Sinergi Pemkot dan Kejaksaan Akan Terus Dilanjutkan

Redaksi Global News