Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Indeks Utama

Restrukturisasi Kredit Tembus Rp 932,6 Triliun

OJK mencatat nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 932,6 triliun hingga 26 Oktober 2020.

JAKARTA (global-news.co.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp 932,6 triliun. Data itu berdasarkan pencatatan terakhir per 26 Oktober 2020 dan secara nasional dimanfaatkan oleh 7,53 juta debitur.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan, dari total itu sebesar Rp 562,5 triliun dimanfaatkan oleh debitur non UMKM yang jumlahnya mencapai 1,69 juta atau sekitar 22%.
“5,84 juta debitur (77 persen) ini di antaranya adalah UMKM dengan nilai outstanding Rp 369,8 triliun,” kata Heru dalam diskusi virtual, Jumat (20/11/2020).
Menurut dia, total outstanding yang mencapai Rp 932,6 triliun itu diharapkan para debitur melalui program restrukturisasi kredit dapat berhasil melunasi utangnya.
“Angka-angka yang begitu besar tentunya menjadi perhatian kita, bank-bank juga mengharapkan restrukturisasi ini bisa memberi ruang yang baik bagi bank menata cashflow dan debitur menata diri untuk bisa menghadapi pandemi ini,” kata dia.
Dia menilai bila dari 50% outstanding tersebut tak kembali, maka tak dapat dibayangkan kondisi lembaga perbankan di Indonesia akan bernasib seperti apa. Namun, dirinya tetap optimistis karena mengingat pihaknya telah memutuskan untuk memperpanjang POJK/11 hingga Maret 2022.
“50% gagal, saya nggak mau berpikir seperti itu karena dampaknya akan sangat luar biasa bagi perbankan kita,” ujarnya.
Heru Kristiya menjelaskan dengan perpanjangan itu, program restrukturisasi tersebut baru akan berakhir pada Maret 2022 mendatang.
Pihaknya memutuskan untuk memperpanjang program tersebut lantaran melihat tren jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang belum menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan data per 10 November 2020, terdapat 444.000 kasus positif Covid-19 di Tanah Air.
“Dalam hal vaksin telah tersedia, dampak Covid-19 kemungkinan juga masih belum dapat selesai segera, mengingat kemungkinan perlunya pentahapan untuk distribusi vaksin tersbut,” kata Heru.
Dia mengaku sebagai langkah antisipatif untuk membentuk debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki prospek usaha, namun memerlukan waktu lebih panjang untuk bisa kembali normal. “Langkah ini juga bisa membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi kredit,” ujarnya.
Selain itu, sejalan dengan rencana pemerintah untuk menangani dampak Covid-19 secara multiyears, yang tercermin dalam penetapan defisit APBN yang dapat melampaui 3% sampai dengan akhir tahun 2022.
“Dalam hal Covid-19 terus berlanjut dan POJK stimulus Covid-19 tidak diperpanjang maka terdapat potensi kenaikan NPL dan CKPN yang dapat berdampak pada modal dan solvabilitas bank,” jelasnya. jef, sin

baca juga :

METI: Target 23% Bauran EBT Sulit Terwujud

gas

Pemkot Surabaya: Walikota Eri Beri Sanksi Berat ASN Terlibat Pungli

Redaksi Global News

Polemik Nasi Anjing Berakhir Damai

Redaksi Global News