JAKARTA (global-news.co.id) – Dua konfederasi buruh terbesar di Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) resmi menjadi yang pertama memasukkan pengajuan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dalam keterangannya mengatakan, dengan diundangkannya UU Cipta Kerja, KSPSI di bawah pimpinannya dan KSPI pimpinan Said Iqbal resmi mengajukan gugatan ke MK.
Andi Gani meyakini MK akan berpihak pada jalur kebenaran dan keadilan. “Kami memilih jalur konsititusional karena MK merupakan benteng keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hakim-hakim di MK juga penuh integritas dalam memutuskan UU Cipta Kerja nantinya,” tegasnya di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Andi Gani menilai, UU Cipta Kerja ini merampas masa depan buruh depan Indonesia. Menurutnya, buruh akan mengawal secara penuh sidang gugatan terhadap UU Cipta Kerja. Jika sidang digelar, lanjut Andi Gani, nantinya buruh siap memenuhi sidang dengan aksi di depan Gedung MK. “Kita akan penuhi setiap sudut Mahkamah Konstitusi di setiap sidang. Tentunya dengan damai dan penuh kesejukan. Ini sekaligus membuktikan bahwa masyarakat Indonesia ikut mendukung,” ujarnya.
Temukan Banyak Kejanggalan
Terpisah, Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf menemukan banyak kejanggalan dan perubahan dalam naskah Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) (Jokowi) pada Senin (2/11/2020) malam kemarin yang disandingkan dengan draf yang dikirim Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR setebal 812 halaman pada 14 Oktober lalu.
Seperti misalnya, tidak sinkronnya ketentuan Pasal 6 yang merujuk pada Pasal 5 dalam Bab III UU Ciptaker mengenai Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Sementara, tidak ada Pasal 5 dalam Bab III tersebut. “Pasal 6 jadi satu ketentuan yang merujuk pada Pasal 5, di situ tidak ada, maksudnya merujuk ke mana itu?” ujar Bukhori, Selasa (3/11/2020).
Bukhori memaparkan bukan hanya Pasal 6 Bab III saja, PKS juga menemukan banyak perubahan dan kejanggalan lainnya. Karena, PKS sendiri telah menyandingkan naskah UU Ciptaker yang dikirim DPR ke Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada 14 Oktober lalu setebal 812 halaman, naskah 905 halaman yang disahkan pada Rapat Paripurna DPR 5 Oktober dan naskah yang diteken Jokowi setebal 1.187 halaman. “PKS telah sandingkan naskah 812, 905 dan 1.187, ini kan yang ditandatangani presiden naskah 1.187 yang telah dilakukan perubahan oleh Setneg,” jelasnya.
Menurut Anggota Komisi VIII DPR ini, semestinya Setneg tidak berhak untuk melakukan perubahan dalam naskah UU Ciptaker tersebut setelah disahkan di DPR meskipun sekadar titik atau koma. “Nah, semestinya Setneg itu bukan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengubah meski hanya titik koma sekalipun tapi kan faktanya tidak demikian,” tukas Bukhori.
Oleh karena itu, Bukhori menambahkan hasil temuan dari PKS ini akan segera dipublikasikan. Namun, partai pimpinan Achmad Syaikhu ini masih menunggu waktu yang tepat.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja diundangkan dengan Nomor 11 Tahun 2020. Salinan UU Cipta Kerja itu telah resmi diunggah oleh pemerintah dalam situs Setneg.go.id. Dalam situs itu, UU Cipta Kerja memuat 1.187 halaman. dja, sin