JAKARTA (global-news.co.id) – Polri mencopot dua Kapolda yakni Irjen Nana Sudjana (Metro Jaya) dan Irjen Rudy Sufahriadi (Jawa Barat/Jabar) karena dinilai tidak menegakkan protokol kesehatan Covid-19.
Pencopotan diduga terkait dengan kerumunan massa di acara pernikahan puteri Habib Rizieq Shihab dan saat Imam Besar FPI berkunjung ke kawasan Puncak, Bogor.
Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melihat pencopotan Irjen Nana ada kaitannya dengan pertarungan menuju Tribrata-I.
“Bagian dari manuver persaingan dalam bursa calon Kapolri dimana Kapolda Metro sebagai salah satu calon kuat dari ‘Geng Solo’. Kecerobohan itu dimanfaatkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis ke media, Senin (16/11/2020).
Neta mengatakan sejak pandemi Covid-19, sikap Polri mendua dalam menegakkan protokol kesehatan. Padahal, Kapolri Jenderal Idham Azis sudah jelas meminta jajarannya untuk bersikap tegas terhadap masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan.
“Hal ini terlihat dari berbagai kegiatan masyarakat yang dibubarkan polisi di sejumlah daerah, apakah pesta perkawinan atau lainnya. Akan tetapi, dalam kegiatan yang dilakukan sejumlah tokoh berpengaruh, politisi, polisi tidak berani membubarkannya,” tuturnya.
Neta menyebut kegiatan Musyawarah Nasional Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang dipimpin Wantimpres Wiranto di Tangerang, tak dibubarkan. Polisi kembali tak berdaya ketika Habib Rizieq pulang dari Arab Saudi. “Dari kasus-kasus tersebut muncul opini, polisi hanya berani pada masyarakat yang tidak punya pengaruh. Namun, (polisi) takut pada figur-figur berpengaruh. Apalagi dalam kasus Habib Rizieq, Polda Metro Jaya dan Jabar sepertinya tak mau ambil risiko dan membiarkannya,” pungkasnya.
Kesalahan Pertama Anggap Enteng Jumlah Pendukung
Sementara itu analis politik yang juga Direktur Mahara Leadership, Iwel Sastra mengatakan, ada tiga hal yang menyebabkan kerumunan massa Habib Rizieq terjadi yang kemudian berujung pada pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar.
Pertama, kesalahan sudah dimulai semenjak menganggap enteng jumlah pendukung Habib Rizieq, sehingga Menko Polhukam Mahfud MD mempersilakan masyarakat untuk menjemput sang habib ke Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Tangerang, Banten.
“Di luar dugaan, penjemput Habib Rizieq membeludak menyebabkan terjadinya kemacetan yang parah dan mengganggu jadwal sejumlah penerbangan,” ujar Iwel Sastra, Senin (16/11/2020).
Kedua, tidak adanya antisipasi terhadap kegiatan Habib Rizieq begitu kembali ke Tanah Air. Ini akibat anggap enteng tadi.
“Kehadiran Habib Rizieq dalam acara-acara yang dihadiri, pesertanya sangat membeludak. Ini terkait antisipasi pihak keamanan dan cara penanganan apabila terjadi kerumunan. Apa yang harus dilakukan jika berhadapan dengan massa jumlah banyak?” tuturnya.
Ketiga, lanjut Iwel Sastra, langkah Kapolri melakukan pencopotan ini karena kasus ini begitu ramai bergulir dan banyak protes dari masyarakat, termasuk di media sosial, bahkan relawan yang selama ini terlibat dalam penanganan Covid-19.
“Ini juga yang rasanya membuat Kapolri dengan segera mencopot Kapolda Metro dan Kapolda Jabar. Jangan sampai kemudian muncul desakan agar Kapolri-nya yang dicopot atau bisa juga muncul desakan agar Menko Polhukam yang dicopot, karena dianggap tidak bisa melakukan antisipasi kedatangan Habib Rizieq dan berbagai kegiatannya,” tandasnya. ejo, rmo, ins