PAMEKASAN (global-news.co.id) – Pemkab Pamekasan selama tiga hari mulai Kamis (19/11/2020) lalu melakukan studi komparatif tentang tata niaga tembaau ke Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Pamekasan Raja’e. Rombongan diterima oleh Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur.
Selain diikuti pejabat terkait di Pemkab Pamekasan kegiatan ini juga diikuti oleh komisi terkait di DPRD Pamekasan. Studi komparatif tata niaga tembakau yang dimaksud secara lebih khusus terkait dengan pola kemitraan antara petani dengan pengusaha yang diterapkan di Lombok Timur.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pamekasan Achmad Syaifuddin mengungkapkan latar belakang dilakukannya studi komparatf ini terkait dengan persiapan untuk melakukan revisi Perda Tata Niaga Tembakau Pamekasan. Masalah pola kemitraan tembakau di Pamekasan diatur dalam Perda No 4 Tahun 2015.
“Sentra tembakau di Indonesia itu ada 3, Pemalang, Madura dan NTB. Dari sekian sentra itu yang paling adem ayem itu adalah di NTB. Kenapa di NTB itu adem ayem? Karena disitu mengedepankan mengarusutamakan pola kemitraan antara pabrikan dengan petani, “ kata Achmad.
Alasan menitikberatkan masalah komitraan, lanjutAchmad, karena pola kemitraan menjamin kepastian pembelian dan kepastian harga dalam tata niaga tembakau. Dalam kemitraan ada kontrak kerjasama dari para pihak dan menghormati atas kesepakatan itu.
“Dengan kemitraan maka insya Allah tidak ada pihak yang merasa dirugikan, ada kejelasan diawal baik yang berkaitan dengan pembelian maupun hal teknis lainnya. Kecuali misalnya kalau ada kejadian force majeure karena hujan atau karena hal lain terpaksa gak bisa,” ungkapnya.
Selama ini di Pamekasan, tata niaga tembakau bersifat pasar bebas. Dimana petani selalu khawatir apakah tembakaunya terbeli dangan harga wajar atau tidak. Dengan alasan tersebut, maka Pemkab Pamekasan bersama pihak legislatif melakukan studi komparatif itu.
Bagaimana hasilnya ? Achmad mengungkapkan hampir 80 persen tembakau di Lombok Timur dijual dengan pola kemitraan. Hanya 20 persen saja yang dijual bebas dan dari 20 persen yang dijual bebas itu selalu muncul masalah tata niaga secara umum.
Persoalan tata niaga yang muncul di Lombok Timur relative kecil. Akan tetapi karena mayoritas petani terlibat dalam kemitraan maka tidak mengganggu tata niaga secara umum. Di Lombok Timur areal lahan tembaku sekitar 13 ribu hektar. Masih lebih luas Pamekasan yang mencapai 30 ribu hektar.
Ahmad mengaku bahwa pola kemitraan itu bisa mengurangi persoalan. Karena itu pasca Studi komparatif Pemkab Pamekasan telah bersepakat dengan DPRD Pamekasan untuk mempercepat proses revisi Perda Tata Niaga Tembakau Pamekasan yang arahnya mengedepankan masalah kemitraan.
“Cuma yang harus diperhatikan adalah perlunya ada sosialisasi yang bagus setelah Perda itu disahkan. Karena ketika masalah kemitraan itu berjaan maksimal, akan ada pihak yang merasa dirugikan yakni tengkulak atau bandol tembakau. Selama ini bandul dan tengkulak yang diuntungkan. Dengan kemitraan peran mereka nanti akan terhapus. Karena petani langsung berhubungan dengan pabrikan.” pungkasnya. (mas)