JAKARTA (global-news.co.id) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui bahwa tingkat pengangguran dan kemiskinan mengalami kenaikan tajam akibat dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, angka kemiskinan telah mencapai 9,78% atau terbesar sepanjang sejarah.
“Pandemi Covid-19 yang terjadi telah menaikkan angka pengangguran dan kemiskinan dan ini menjadi pusat perhatian kita untuk meresponsnya. Di Indonesia sendiri (angka kemiskinan) sudah meningkat hingga 9,78%,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (16/9/2020).
Menurutnya, pandemi Covid-19 ini menimbulkan tantangan ekonomi yang cukup berat bagi Indonesia. Pasalnya, semua sektor ekonomi sangat tertekan dan membutuhkan perbaikan. “Kita melihat situasi Covid-19 itu harus ada policy response yang berfokus pada masalah kesehatan dan mencegah penyebarannya. Untuk dampak sosial harus ada social protection dan jaring pengamanan sosial untuk menghadapi tantangan ekonomi, bagi usaha kecil, menengah, besar dan juga sektor keuangan,” jelasnya.
Sri Mulyani menambahkan, pemerintah akan berupaya menyeimbangkan kebutuhan antara penanganan Covid-19 pemulihan ekonomi melalui instrumen APBN. Kementerian Keuangan, kata dia, akan mendesain belanja negara untuk memulihkan ekonomi Indonesia. “Desain dari sisi ekonomi ini bisa menjaga fundamental ekonomi Indonesia,” tandasnya.
Dia memastikan akan melanjutkan bantuan sosial (bansos) dan kartu Prakerja. Hal itu sebagai upaya pemerintah untuk menekan tingkat kemiskinan. “Pemerintah pada tahun 2021 akan melanjutkan pelaksanaan program perlindungan sosial melalui PKH, kartu sembako, dan melanjutkan pemberian bansos tunai,” ujarnya.
Pemerintah akan melakukan penguatan pelaksanaan program perlindungan sosial untuk mempercepat penurunan kemiskinan akibat pandemi Covid-19 dengan melaksanakan reformasi sistem perlindungan sosial.
Sebelumnya Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksi angka kemiskinan bakal kembali mengalami peningkatan pada periode September 2020. Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan, peningkatan angka kemiskinan akan sama seperti peningkatan jumlah penduduk miskin yang terjadi pada periode September 2019 hingga Maret 2020 lalu, yakni jumlah penduduk miskin naik 1,63 juta jiwa atau 0,56 persen selama pandemi. “Asumsi kami, pertambahan jumlah penduduk miskin pada September 2020 sama dengan pertambahan dari September 2019 ke Maret 2020, sebesar 0,56 persen,” ujar Rusli.
Indef pun memperkirakan, dengan kenaikan jumlah penduduk miskin tersebut, angka kemiskinan Indonesia akan kembali double digit, yakni di kisaran 10,34 persen. Padahal, pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah menekan angka kemiskinan 1,64 persen atau sebesar 2,93 juta jiwa. Rata-rata setiap tahun, pemerintahan periode pertama Jokowi menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,34 persen atau 0,58 juta jiwa. Namun pada periode II, dalam enam bulan masa kepemimpinannya, angka kemiskinan kembali naik hingga 1,63 juta jiwa atau 0,56 persen. “Covid-19 ini menggerus kesejahteraan, meningkatkan angka kemiskinan,” ujar Rusli.
Rusli pun menilai, upaya pemerintah untuk menekan angka kemiskinan di tahun depan bisa terealisasi hanya bila penyebaran Covid-19 di Indonesia bisa terkendali. Untuk diketahui, pemerintah menargetkan angka kemiksinan tahun depan mampu terjaga di single digit, yakni di kisaran 9,2 persen hingga 9,7 persen. dja,wah, ndo