Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Indeks Utama

Minus hingga Kuartal IV, Pelaku Pasar Waspada

Ekonomi Indonesia bakal tetap tumbuh negatif hingga kuartal IV 2020.

JAKARTA (global-news.co.id) – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan ekonomi Indonesia bakal tetap tumbuh negatif hingga kuartal IV 2020. Kemungkinan terburuknya, pertumbuhan ekonomi nasional 2020 bisa mencapai minus 1%.

Artinya, dalam kuartal III dan IV, ekonomi Indonesia akan negatif. Hal ini seiring, kontraksi perekonomian yang terjadi di setiap negara selama masa pandemi Covid-19 saat ini.

“Di kuartal kedua kita terkontraksi minus 5,32% dan juga dibandingkan dengan berbagai negara relatif kontraksi kita tidak terlalu dalam,” kata dia dalam acara penyaluran KUR bagi UMKM mitra platform digital, Rabu (23/9/2020).

Menurut dia, pemerintah telah memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional bisa tetap tumbuh minus hingga kuartal IV 2020, yakni pada kisaran -1,1% sampai 0,2% . “Pemerintah melihat tren di kuartal kedua ketiga tentunya akan menentukan kuartal IV dan range daripada pertumbuhan yang diperkirakan di kuartal III mulai dari minus 3% sampai minus 1%,” jelasnya.

Namun, Airlangga berharap pertumbuhan ekonomi dapat mulai berbalik arah pada 2021. “Berbagai lembaga sudah melihat, bahwa perekonomian Indonesia akan maju di lajur positif 4,5%-5,5% di 2021,” sambungnya.

Kata dia, keyakinan itu dilontarkannya lantaran penanganan Covid-19 dalam bidang kesehatan mulai menunjukkan tren positif. Seperti pada rasio tingkat kesembuhan pasien. “Tentunya kita melihat ada hal yang positif juga, data menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan meningkat di Indonesia, 72,7%. Ini mendekati rata-rata global di 73%,” pungkasnya.

Sebelumnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap mengalami kontraksi pada kuartal III 2020. Hal ini menandakan bahwa Indonesia akan resesi.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, ekonomi Indonesia akan berada pada zona negatif yakni pada minus 1 hingga 2,9%. Hal ini seiring konsumsi rumah tangga yang masih mengalami kontraksi negatif seiring masih adanya pembatasan sosial berskala besar.

“Konsumsi rumah tangga masih negatif yang mana proyeksinya masih minus 3,0% hingga minus 1,5%,” ujar Sri Mulyani dalam video virtual, Selasa (22/9/2020).

Kata dia, perdagangan internasional juga mengalami tekanan yang cukup tajam. Hal ini seiring aktivitas ekspor dan impor yang cendurung menurun.  “Ekspor masih mengalami tekanan yang mana diproyeksi minus 13,9% hingga minus 8,7% lalu impor juga mengalami tekanan yang mana kita proyeksi turun bisa minus 26,8%,” jelasnya.

Dia menekankan virus Covid-19 ini masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi perekonomian baik dalam skala global maupun nasional. Kemampuan mengendalikan virus ini menjadi sangat penting.

“Dengan kondisi Covid-19 yang masih menjadi faktor pertama pengaruhi ekonomi, di level global dan nasional kita masih sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan Covid-19,” tandasnya.

Pernyataan Menkeu Sri Mulyani mengenai ekonomi Indonesia kuartal III 2020 akan kembali minus membuat investor asing dan para pelaku pasar mulai waspada. Hal ini menandakan bahwa Indonesia masuk ke jurang resesi.

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, para pelaku pasar dan investor akan melakukan penyesuaian dan mengambil langkah jika ekonomi Indonesia dipastikan resesi. “Investor mulai lakukan penyesuaian terhadap strategi investasi dan merombak portfolio aset untuk tekan rugi,” kata Bhima saat dihubungi, Jakarta, Rabu (23/9/2020).

Kata dia, pernyataan Sri Mulyani yang mengindikasi resesi akan direspon negatif oleh pasar. Hal ini dikarenakan IHSG mengalami tekanan sehingga bergerak di bawah level 5.000.

“Sementara itu investor asing terus lakukan jual bersih atau nett sells yang menembus Rp 2,35 triliun sepekan terakhir di seluruh pasar,” katanya.

Dia pun menambahkan, ucapan Sri Mulyani merupakan strategi komunikasi yang mirip dengan kuartal II 2020 lalu. Beberapa kali kemenkeu merilis revisi pertumbuhan ekonomi, sehingga ketika minusnya 5,3% di kuartal ke II justru IHSG naik di atas 5.100. Artinya investor sudah price in di pasar.

“Strategi ini mau digunakan lagi, sehingga syok pada pasar saham diharapkan di awal, sebelum 5 November nanti ketika BPS umumkan resmi pertumbuhan kuartal III 2020,” jelasnya. jef, wah, ins, okz

baca juga :

Pemkot Surabaya Gulirkan Program PTSL Khusus Nasabah YKP

Redaksi Global News

PLTD Pulau Gili Raja, Bupati Sumenep Nilai Wujud Membangun Kepulauan

Redaksi Global News

Bank Jatim Imbau Nasabah Ganti Kartu ATM Lama dengan Kartu ATM Chip