SURABAYA (global-news.co.id) — Rencana Komisi C yang akan melayangkan interpelasi ke Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan gugatan ke Otorotis Jasa Keuangan (OJK) langsung mendapat penolakan dari Ketua DPRD Jatim. Mengingat untuk melayangkan interpelasi atau gugatan harus atas nama institusi yaitu DPRD Jatim dan harus mendapat persetujuan oleh 120 anggota dewan dan 9 fraksi, meski dalam aturan hak interpelasi diatur dalam UU dan tidak dilarang.
Ketua DPRD Jatim Kusnadi menegasksn meski hak interpelasi tidak dilarang dalam UU, namun sangat naif jika hubungan antara eksekutif dan legislatif yang sangat baik dan bagus kemudian tiba-tiba interpelasi dilayangkan.
” Sejak awal sudah kita sampaikan ke anggota, kita bebas berpendapat tapi semua ada aturannya. Begitu pula menjalin komunikasi dengan eksekutif. Termasuk jika ingin bertemu dengan Bu Khofifah untuk mentraktir misalnya monggo-monggo saja, saya malah senang, karena komunikasi bisa berjalan lancar,” tegas politisi asal PDIP ini, Senin (13/7/2020).
Tidak itu saja, tambah Kusnadi yang juga Ketua DPD PDIP Jatim ini jika selama ini hubungan dengan gubernur maupun wakil gubernur lancar-lancar saja dan setiap saat bisa komunikasi buat apa dilayangkan interpelasi. Terkecuali jika gubernurnya tidak bisa diajak berkomunikasi dan menjaga jarak, baru dilayangkan interpelasi.
Di sisi lain dalam melayangkan hak interpelasi harus mengatasnamakan institusi atau lembaga dewan. Sementara saat ini hanya satu fraksi saja terjadi pro dan kontra, sehingga sulit terjadi kesepakatan.
“Jangan sampai gara-gara interpelasi kita terbelah. Padahal saat ini banyak masalah rakyat Jatim yang harus diselesaikan. Ayo kita sama-sama memikirkan kepentingan rakyat,” lanjutnya.
Sementara itu menurut sumber di internal Bank Jatim yang menolak namanya disebutkan menginformasikan sebagai BUMD Jatim yang menyumbang PAD terbesar dibanding BUMD yang lain, diminta semua pihak untuk menjaga Bank Jatim di tengah pandemi corona seperti ini. Sebaliknya hal ini ini bisa dibicarakan secara elegan dengan duduk bersama.
Disebutkan jika kondisi Bank Jatim yang memiliki keuntungan tinggi dari nasabah di antaranya dari PNS di Jatim, ternyata banyak membuat iri bank pemerintah lainnya sehingga muncul keinginan untuk mengambil alih.
” Karenanya jika dikritisi dan ribut terus dikhawatirkan akan terjadi rush dan ini sangat merugikan Pemprov dan DPRD Jatim. Apalagi dalam kondisi PAD Jatim saat ini rawan turun di tengah pendapatan dari pajak yang mengalami penurunan. Untuk itu dibutuhkan support dari semua pihak,” lanjutnya. Untuk diketahui Komisi C DPRD Jawa Timur sebelumnya akan menggulirkan interpelasi terhadap Gubernur Khofifah Indar Parawansa terkait proses rekrutmen direksi Bank Jatim.
Tidak sekadar interpelasi bahkan Komisi C menegaskan jika eksekutif tak segera memberi jawaban, sejumlah sikap telah disiapkan komisi yang membidangi keuangan dan pendapatan daerah ini.
Rekomendasi ini dikeluarkan terkait kosongnya jajaran direksi di Bank Jatim. Juga, soal perkembangan seleksi direksi oleh panitia seleksi.
Komisi C juga menyiapkan beberapa langkah. Pertama, menyiapkan interpelasi seperti halnya yang telah mengemuka beberapa waktu terakhir. Selain itu menyiapkan gugatan terhadap OJK. Di antaranya, atas adanya Peraturan OJK No. 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.
Termasuk, Pasal 6 yang mengatur bahwa setiap usulan pengangkatan anggota Direksi oleh Komisaris kepada RUPS harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi (Koreno).
POJK tersebut menjadi dasar gubernur dalam memilih direksi.
Versi Komisi C, gubernur seharusnya juga memperhatikan Peraturan Pemerintah No 54/2017 tentang BUMD dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37 Tahun 2018.
Untuk diketahui, Direktur Utama dan Direktur Konsumer Ritel definitif Bank Jatim hingga saat ini memang belum terisi. Posisi Dirut diisi oleh Pelaksana Tugas (Pgs) Direktur Utama Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha. cty