JAKARTA ((global-news.co.id) — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyanggupi sebagian kebutuhan anggaran yang diusulkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19 sebesar Rp 1,36 triliun. Menurutnya, penambahan ini bersifat sementara agar tahapan pilkada lanjutan yang dimulai pada 15 Juni nanti bisa dilakukan.
“Kami dalam situasi dari kemarin sampai hari ini mendapatkan berbagai permintaan, namun dalam intern pemerintah kami berkoordinasi dengan Mendagri. Apa yang disampaikan Mendagri, dari sisi pendanaan, merujuk UU Pilkada No 10 Tahun 2016 semua kegiatan pemilihan dibebankan pada APBD namun dapat didukung oleh APBN sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Sri dalam rapat virtual dengan Komisi II DPR terkait Anggaran Pilkada, Kamis (11/6/2020).
Sri menjelaskan, 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada, dana sudah dialokasikan sebelumnya. Sehingga, pemerintah dalam posisi memperhitungkan sesuai permintaan dari KPU dan hal ini sudah dirapatkan bersama Kemendagri. Seperti diketahui, KPU mengusulkan tambahan Rp 4,77 triliun yang terdiri atas Rp 1,02 untuk tahap pertama, Rp 3,29 triliun untuk tahap kedua dan Rp 0,46 triliun tahap ketiga.
Kemudian, lanjut Sri Mulyani, Mendagri pun sudah melakukan penyisiran terhadap komitmen daerah di 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada, seharusnya mereka mampu mencadangkan anggarannya. Namun, pihaknya menyadari pandemi COVID-19 ini berdampak pada daerah dan mengurangi pendapatan daerah. Sehingga, pemerintah akan memberikan dukungan anggaran Rp 1 triliun untuk pilkada agar tahapan pilkada bisa berjalan.
“Oleh karena itu, apa yang disampaikan Mendagri dengan mengidentifikasi fiskal daerah, kebutuhan sebesar Rp 1,36 triliun dalam surat yang disampaikan Sekjen Mendagri hari ini. Kami memutuskan untuk memberikan tahapan pertama Rp 1 triliun sebagaimana permintaan KPU ini dengan harapan tidak membuat proses tertunda karena menurut KPU dan Kemendagri bahwa tahapan pilkada akan dimulai 15 Juni,” katanya.
Sehingga pihaknya mengalokasikan Rp 1 triliun itu dengan terus melakukan review terhadap dokumen-dokumen yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, guna memberikan kepastian terhadap tahapan Pilkada Lanjutan pada 15 Juni mendatang. “Sementara untuk daerah akan terus dilakukan identifikasi bersama Kemendagri, karena pilkada pada dasarnya dikenai APBD masing-masing,” ucapnya.
KPU Vs Kemendagri
Sebelumnya KPU dan Mendagri Tito Karnavian berbeda pendapat soal sumber penambahan anggaran untuk Pilkada Serentak 2020 dengan menggunakan protokol COVID-19. KPU menginginkan agar tambahan anggaran Rp 4,77 triliun usulannya itu bisa dipenuhi sepenuhnya oleh APBN, sementara Tito ingin memaksimalkan kemampuan APBD dengan restrukturisasi dan optimalisasi. “Kami perlu menyampaikan dari 270 satker yang akan pilkada berdasarkan surat edaran yang kami sampaikan, sebanyak 269 satker telah menyampaikan restrukturisasi anggaran, satu satker belum menyampaikan laporannya yaitu Kota Makassar,” ujar Ketua KPU Arief Budiman dalam rapat virtual dengan Komisi II DPR, Kamis (11/6/2020).
Arief menjelaskan berdasarkan hasil laporan dari 269 daerah, dapat dilakukan efisiensi sebanyak Rp 641 miliar lebih, tetapi belum dapat dipastikan apakah Pemda pasti akan menyetujui hasil efisiensi ini. Sehingga, data ini sebagai referensi saja, belum dapat dipastikan dan belum ada keputusan secara tertulis atau secara resmi yang dibuat KPU dan Pemda terhadap NPHD yang sudah ditandatangani sebelumnya. “Atas usulan Rp 4,7 triliun itu KPU butuh pencairan dengan tiga tahap, pertama dapat dicairkan Juni sebesar Rp 1,024 triliun dan tahap kedua Agustus sebesar Rp 3,286 triliun dan ketiga Rp457 miliar,” urainya.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan dengan menindaklanjuti hasil rapat dengan DPR dan penyelenggara pemilu terdahulu, Kemendagri tentu melihat kesiapan APBD karena UU Pilkada No 10 Tahun 2016 mengamanatkan anggaran dari APBD dan dibantu dari APBN sehingga, Langkah yang dilakukan Kemendagri adalah melihat kemampuan daerah.
“Kalau langsung lempar handuk ke APBN, dalam UU dikatakan dapat bukan harus dari APBN, langkah ini harus dilakukan untuk mengetahui kemampuan daerah,” kata Tito di kesempatan sama. jef, yan, ndo