SURABAYA (global-news.co.id) – Skenario new normal atau era normal baru di Indonesia sedang dipersiapkan. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, beberapa daerah di Indonesia siap menghadapi kehidupan new normal di masa pandemi COVID-19. Setidaknya ada 25 kabupaten/kota yang dikatakan siap menjalani new normal.
Salah satunya kota yang termasuk siap new normal adalah Kota Surabaya. Tetapi, diketahui setiap harinya terdapat kasus positif yang bertambah. Pada hari Rabu (3/6/2020) tercatat sejumlah 2.803 kasus terkonfirmasi di Surabaya dengan recovery rate sebesar 0,5 persen dan dead rate sebesar 8,3 persen.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Fisip Unair) Prof Drs Bagong Suyanto MSi memberikan penjelasan. Menurutnya, masyarakat di daerah mana pun belum dalam menghadapi new normal termasuk masyarakat Kota Surabaya. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang sulit untuk memenuhi protokol kesehatan terutama masyarakat di daerah padat penduduk.
Selain itu, sambungnya, pendekatan yang dikembangkan pemerintah selama ini lebih banyak pada pendekatan yang sifatnya ancaman hukuman atau regulasi. Di mana jika dilihat keadaan masyarakat saat ini lebih membutuhkan pendekatan alternatif dengan basis reward atau insentif pada masyarakat.
“Jadi mestinya, kalau memang mau menyiapkan masyarakat nyambut era new normal. Pemerintah harus siap dengan berbagai alternatif pendekatan yang tidak menghomogenisasi seluruh masyarakat Surabaya dengan satu pendekatan itu,” terang Bagong, Kamis (4/6/2020).
Dalam menghadapi new normal, lanjutnya, yang menjadi persoalan saat ini adalah cara memfasilitasi dan mempercepat kesiapan masyarakat. Hal itu supaya kesiapan masyarakat dalam merespon new normal tidak gagap atau tidak ketinggalan dan bahkan bisa mengancam keselamatan.
“Tapi perlu begini, jangan hanya menjelaskan arti penting new normal itu dari segi medis artinya mengancam keselamatan nyawa dan sebagainya. Justru itu pemerintah itu harus menggeser, selama ini kan pendekatan hanya medis dan ekonomi, sosialnya kan belum digarap. Sekarang penanganan untuk COVID-19 dari sisi sosial juga harus diperhatikan, harus mau membantu kesiapan masyarakat ke arah sana,” jelasnya.
Dengan begitu, menurut Prof Bagong, penekanan pendekatan yang digunakan dalam menghadapi new normal tidak dihommogenisasi atau disamaratakan. Pemerintah juga harus merangkul kelompok masyarakat sebagai support system. Dan juga, salah satu fokus pemerintah yaitu memiliki skala prioritas dengan memilih kelompok-kelompok yang harus diprioritaskan. tri