Global-News.co.id
Indeks Nasional Politik Utama

Kenaikan Iuran BPJS, LBH Sebut Presiden Membangkang terhadap Hukum

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana

JAKARTA (global-news.co.id) — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai langkah Presiden Jokowi yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah bentuk pembangkangan terhadap hukum dan bermain-main dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Diketahui, lewat Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden Jokowi memutuskan menaikkan kembali iuran BPJS yang akan berlaku Juli nanti.
Keputusan ini diambil tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai awal 2020 lalu.
“Langkah Presiden adalah bentuk pembangkangan hukum. Dalam Putusan MA 7P/2020, terdapat kaidah hukum yang dinyatakan hakim agung bahwa kebijakan menaikan iuran BPJS melanggar hukum sebab tidak didasarkan pada pertimbangan yang memadai dari segi yuridis, sosiologis, dan filosofis,” kata
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam keterangan tertulis, Kamis (14/5/2020).
Dikatakannya meskipun nominal kenaikan iuran dalam Perpres 64 Tahun 2020 berbeda, namun tindakan mereplikasi kebijakan serupa dengan dasar yang sama hanya menunjukan Presiden bermain-main dengan putusan MA dan tidak menghormati hukum.
Presiden, menurut dia, telah melanggar ketentuan Pasal 31 UU Mahkamah Agung dan juga Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No. 12 Tahun 2011 dengan mereplikasi pengaturan yang telah dinyatakan tidak sah.
“Lebih jauh, tindakan Presiden adalah pelecehan terhadap prinsip dasar negara hukum dalam UUD 1945,” ucap dia.
Selain itu, ia mengatakan, penerbitan Perpres 64 Tahun 2020 menunjukkan Presiden tidak peduli pada pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat di situasi pandemi COVID-19.
“Alih-alih memperbaiki dan memperkuat keterjangkauan layanan BPJS bagi rakyat kecil, Presiden justru semakin membebani rakyat dengan kenaikan iuran BPJS,” ucap dia.
LBH pun meminta pemerintah untuk menghentikan kebijakan itu. “Menghentikan seluruh tindakan, kebijakan ataupun manuver politik yang semakin memiskinkan rakyat kecil di tengah darurat kesehatan COVID-19,”cetus dia.

Modus Tambal Defisit
Terpisah, Asisten peneliti dari Lokataru Fian Alaydrus menilai pemerintah sedang mempermainkan warga dengan menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan.
“Kebijakan Presiden yang ngotot menaikkan iuran BPJS Kesehatan meski sebelumnya telah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Agung adalah sebuah tabiat yang tak terpuji dalam demokrasi dan kehidupan bernegara,” ucap dia dalam keterangannya, Kamis (14/5/2020).
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu hanya bertujuan untuk menambal defisit, bukan untuk memperbaiki manajemen lembaga tersebut.
Padaha, ujarnya, tata kelola BPJS Kesehatan penuh kesemrawutan yang mencakup data kepesertaan, ketiadaan tindakan tegas terhadap ribuan badan usaha yang tidak membayar dan menjamin tenaga kerjanya, hingga minimnya pengawasan dan pemberian sanksi bagi tindakan kecurangan (fraud).”Lokataru Foundation sejak awal menilai kebijakan menaikkan iuran hanya untuk menutup lubang defisit BPJS Kesehatan tidak dapat memastikan bahwa di kemudian hari BPJS Kesehatan tidak akan mengalami defisit lagi,” ujarnya.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengaku enggan menanggapi penerbitan Perpres soal iuran BPJS Kesehatan. Sebab, katanya, itu ranah pemerintah.
MA tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi, sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah,” kata Andi,  Kamis (14/5/2020).
Diberitakan sebelumnya, aturan terbaru soal iuran BPJS Kesehatan mengatur besaran dana yang beda tipis dari aturan yang dibatalkan MA. Perpres 64 Tahun 2020 menyebutkan bahwa peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp 150 ribu, dari saat ini Rp 80 ribu. Iuran peserta mandiri Kelas II Rp 100 ribu, dari sebelumnya Rp 51 ribu. Kenaikan ini berlaku mulai Juli.
Selain itu, iuran peserta mandiri Kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Namun, ada subsidi Rp 16.500 hingga 2021 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500. Pada 2021, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7000. Walhasil, iuran BPJS Kesehatan Kelas III mencapai Rp 35.000.
Sementara, pada Perpres 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA, iuran Kelas I Rp 160 ribu, Kelas II Rp 110 ribu, dan Kelas III Rp 42ribu. dja, yan

baca juga :

Tertimpa Pohon Tumbang saat Hujan Deras dan Angin Kencang, Pasutri Tewas

Redaksi Global News

Dinkes Sebut Kasus Pneumonia Balita di Surabaya Alami Penurunan

Redaksi Global News

All England 2023: Akibat Kelelahan, The Daddies Takluk dari Fajar/Rian

Redaksi Global News