Global-News.co.id
Indeks Nasional Utama

BNPB Sebut Data Kasus Positif COVID-19 Tidak Sesuai

BNPB mengakui jika data kasus positif corona baru atau COVID-19 yang selama ini disajikan pemerintah pusat tidak sinkron dengan pemerintah daerah.

JAKARTA (global-news.co.id)– – Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo membenarkan jika data kasus positif virus corona baru atau COVID-19 yang selama ini disajikan pemerintah pusat tidak sinkron dengan pemerintah daerah. Ia berdalih asupan data dari Kementerian Kesehatan juga terbatas. Namun, Gugus Tugas tetap mengacu pada data Kementerian Kesehatan.
“Kami dapat feeding data dari Kemenkes terbatas jadi kami belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau terbuka,” katanya dalam diskusi virtual Bersama Melawan Covid-19 seperti yang ditayangkan kanal YouTube Energy Academy Indonesia, Minggu (5/4/2020).
Agus menjelaskan, BNPB kini membangun aplikasi Lawan COVID-19 yang nantinya digunakan untuk menampung data terkait kasus positif. Harapannya, bisa menghasilkan data yang lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Kami kerahkan banyak tenaga baik dari BNPB, BPBD, termasuk militer dan polisi untuk entry data di seluruh Indonesia dan nanti connect ke aplikasi,” ujarnya.
Agus mengamini pula jika data antara pemerintah pusat dan daerah terkait COVID-19 tidak sinkron. Tapi ia mengaku tidak tahu pangkal masalahnya.
Menurut Agus, BNPB bekerja di belakang layar mencatat semua laporan terkait kasus penyakit virus corona itu dari seluruh daerah. Namun mereka tidak bisa mempublikasikannya karena bukan juru bicara pemerintah.
“Kami punya data dua-duanya. BNPB kumpulkan data dari daerah dan Kemenkes, kami sandingkan. Tapi karena jubirnya Pak Yuri, jadi apa yang disampaikan Pak Yuri itu yang kami publikasikan,” katanya menuturkan.
Penggagas Kawal COVID-19 Ainun Najib, mendesak pemerintah terbuka soal data kasus positif. Menurut dia, dengan data yang terbuka akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
Ainun berpendapat kasus positif COVID-19 di Indonesia jauh lebih besar daripada yang dilaporkan pemerintah. Ia khawatir data yang ditutupi akan membuat masyarakat menjadi lengah. “Jangan-jangan masyarakat menyangka (wabah corona) sudah landai,” ucap dia.

DIsorot Media Asing
Sebelumnya Gubernur DKI Anies Baswedan mengungkap jika jumlah penguburan orang meninggal di Jakarta meningkat tajam pada Maret 2020. Anies curiga lonjakan angka kematian itu mengindikasikan bahwa jumlah korban jiwa akibat COVID-19 mungkin lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi.
Paparan sang gubernur menjadi sorotan Reuters, media asing yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Media itu meninjau statistik dari Dinas Pertamaman dan Hutan Kota DKI Jakarta—membawahi urusan kehutanan, pelayanan pertamanan dan pemakaman—bahwa hampir 4.400 penguburan terjadi pada Maret. Angka itu, 40 persen lebih tinggi dari bulan apa pun sejak Januari 2018.
Total penguburan tertinggi kedua selama periode itu adalah Maret 2019, ketika hampir 3.100 orang dimakamkan.
Ibukota ini telah menjadi pusat infeksi COVID-19 di Indonesia. Menurut data pemerintah pusat, ada 971 kasus dan 90 kematian di Jakarta. Angka itu kira-kira setengah dari total kasus dan kematian nasional.
Gubernur Anies dan beberapa ahli kesehatan masyarakat mencurigai jumlah kasus infeksi dan kematian di Jakarta yang dilaporkan saat ini karena salah satu tingkat tes COVID-19 terendah di dunia.
“Ini sangat mengganggu,” kata Anies kepada Reuters, Jumat (3/4/2020) merujuk pada statistik pemakaman. “Saya berjuang untuk menemukan alasan lain selain kematian COVID-19 yang tidak dilaporkan,” katanya.
Angka-angka dari Dinas dan Hutan Kota tidak mengidentifikasi penyebab kematian yang melonjak tajam tersebut, tetapi tidak ada epidemi baru yang dilaporkan di Jakarta selama periode tersebut dan juga tidak ada bencana alam besar.

Dalam sebuah wawancara Kamis sebelumnya Anies membuat komentarnya, juru bicara pemerintah untuk krisis COVID-19 Achmad Yurianto, membela sistem pelaporan dan tes COVID-19 yang sudah dijalankan.
Dia mengatakan pemerintah pusat mendasarkan data pada hasil laboratorium menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang akurat. Dia tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari angka pemakaman yang dicurigai Anies.
Menurut Kantor Gubernur DKI Jakarta yang dikutip Reuters, staf rumah sakit dan pengurus di Jakarta telah mengambil tindakan pencegahan khusus terhadap jenazah 438 orang yang mereka duga meninggal akibat COVID-19 antara 6 Maret hingga 2 April.
Protokol berarti jenazah didesinfeksi dan dibungkus dalam plastik, bukan dengan kain kafan seperti pemakaman dalam Islam. Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Indonesia sedang memerangi wabah COVID-19 dengan memperkenalkan kebijakan social distancing, tetapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menentang langkah-langkah keras seperti lockdown yang diadopsi di banyak negara termasuk tetangga Indonesia.
Presiden Widodo mengatakan bahwa dia ingin melindungi orang miskin dari dislokasi ekonomi dan merasa bahwa orang-orang Indonesia kurang disiplin untuk menerima tindakan karantina yang keras.
Sedangkan Anies memberlakukan tindakan lebih keras di Jakarta, di mana ia telah mengumumkan keadaan darurat, di mana sekolah-sekolah serta banyak toko dan bisnis tutup.
Tetapi seruannya untuk larangan perjalanan bus dari Jakarta ke daerah lain di Indonesia dalam upaya untuk menghentikan penyebaran virus telah ditolak oleh pemerintah pusat. ejo, tmp, tri, gel

baca juga :

Jl A Yani Nganjuk, Ikon Baru Kebanggaan Kota Bayu

Pastikan Kelancaran Stok dan Penyaluran, Pertamina Siagakan Satgas RAFI 2022

Redaksi Global News

Wabup Subandi Minta Forum BPD Sidoarjo Tingkatkan Komunikasi dan Harmonisasi sebagai Mitra Pemdes

gas