ADA terobosan baru dari Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur, Dr Andriyanto SH MKes. Para perempuan, khususnya sejumlah janda yang selama ini masih dipandang menjadi beban secara ekonomi, selanjutnya mereka akan diberdayakan.
Bekerja sama dengan sejumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) di Jatim serta sejumlah instansi terkait, mereka akan diberdayakan menjadi wanita-wanita produktif.
“Memberdayakan para janda yang dimaksud, yakni meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilannya dengan metode literasi, sehingga secara ekonomi mereka diharapkan menjadi manusia-manusia produktif yang pada akhirnya bermanfaat bagi keluar hingga lingkungan,” katanya ditemui Global News di ruang kerjanya, Selasa (11/2/2020).
Ada kasus-kasus tertentu yang membuat perempuan para janda itu tidak produktif. Dengan metode literasi yang melibatkan SMK, mereka diajak memelajari sesuatu yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
“Mereka (para janda) itu sudah tidak berdaya. Oleh karena itu saya bermimpi, mereka yang single parent akan kita berdayakan dengan memanfaatkan SMK. Jadi bagi keluarga yang mungkin ada jandanya, ada dudanya, ada anak-anaknya yang membutuhkan perhatian lebih khusus, kita inginkan ada pelatihan,” terangnya.
Nantinya SMK akan menjadi pusat pelatihan. “SMK sendiri pada kenyataan tidak menguasai materi semisal bagaimana mencegah stunting, harus mempunyai mitra yang mengetahui secara jelas hal tersebut, dan ini para ahlinya berada di kota/kabupaten. Literasinya pakai IT dan itu dikerjakan SMK. Pihak SMK yang akan membantu bagaimana membuat web, membuat vlog. Jadi peningkatan literasi ini nantinya yang masok dan menjalankan SMK, sedang pembuatan aplikasinya akan dibantu ITS atau PENS, dan yang berdaya keluarga,” tambah mantan Direktur Akademi Gizi Surabaya ini.
Para janda nantinya diharapkan akan menjadi manusia-manusia mandiri. Misalnya, mereka bisa memproduksi produk makanan dan minuman.
Selanjutnya, produk ini akan dipasarkan secara langsung maupun tidak langsung. Yakni bisa melalui koperasi atau menggunakan pemasaran berbasis teknologi (aplikasi).
Bukan hanya para janda, lanjutnya, para duda pun atau mereka yang single parent pun ingin dia berdayakan. Mengapa para duda juga jadi sasaran? Pria yang akrab disapa Dodik ini menyebut, karena mungkin di situ ada anak-anak yang butuh perhatian.
Lantaran ditinggal istrinya, mereka tidak mengerti bagaimana memberikan makan yang baik sesuai kebutuhan anak.
Kesulitan yang dihadapi, misalnya dalam pola asuh, bisa jadi bukan hanya dialami kaum laki-laki, tapi juga di kalangan perempuan. Di situlah perlunya dilakukan intervensi. Intervensi yang sifatnya sensitif, yaitu intervensi yang menyentuh, yang peka terhadap kebutuhannya. Juga bisa para duda itu bertindak ekonomi seperti para janda-janda.
“Tidak bisa kalau kita mengatakan, ‘Bu sekolaho cek pinter’, supaya mengerti cara menyusui anak yang benar, bagaimana memberikan makanan yang baik. Mereka ini tak sempat lagi belajar, karena subuh bangun terus bekerja pulang sudah magrib. Tapi kalau misalkan dengan IT akan beda,” kata pakar gizi ini.
Dijelaskan, dari 35% kasus stunting, gizi buruk, angka kematian ibu, angka kematian bayi tinggi itu karena kemiskinan, lebih banyak atau 55% karena faktor pola asuh, karena ketidaktahuan dan kurangnya informasi.
Sehingga kalau SMK itu punya banyak profil pembelajaran, maka para janda itu bisa dikumpulkan untuk dilatih misalnya membuat kue, dilatih menangani anak stunting, sedang pada ibu hamil dilatih cara menyusui.
Penyetaraan Gender
Berbeda dengan periode sebelum-sebelumnya, di mana DP3AK Jatim selalu dipimpin perempuan, kini yang memimpin pria. Dan tentunya bukan tanpa alasan pula kalau Gubernur Khofifah Indar Parawansa menempatkan seorang pria di posisi itu. Apakah pengangkatan sosok pria ini sebagai upaya untuk melihat bagaimana perspektif laki-laki terhadap pemberdayaan perempuan sehingga lebih objektif? Andriyanto tak berani menduga-duga. Yang pasti dia mengapresiasi keberanian Gubernur Jatim tersebut.
Ketua Tim Pangan dan Gizi Jatim ini juga menjelaskan, penyetaraan gender bukan berarti pemisahan hak dan kewajiban, ini pria, ini perempuan. “Melainkan menyatukan bagaimana peran keduanya supaya tidak ada dominasi. Sehingga kalau ada keluarga yang ditinggal ibunya bekerja di luar negeri dalam jangka lama, si ayah bisa menggantikan perannya dengan baik,” tandasnya.
Diakui, masih banyak bapak-bapak yang tidak mengerti bagaimana memberi makanan yang baik supaya anaknya jadi cerdas. Mereka biasanya hanya memberikan uang sekolah untuk jajan, tanpa memerhatikan apa saja yang dikonsumsi anaknya.
Keinginan memberdayakan itulah impian yang ingin diwujudkan Andriyanto bersama jajarannya di DP3AK. Ditegaskan dinas yang kini dipimpin memiliki tiga ranah bidang, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan kependudukan.
“Saya sering katakan 3 bidang ini adalah 3 in 1, tdak bisa parsial,” terangnya sembari menyebut pemberdayaan sebagai program yang dikerjakan saat ini.
Diungkapkan, saat memanggil bidang-bidang, dirinya pun merasa perlu melibatkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Data kependudukan ini sangat penting sebagai informasi untuk keperluan intervensi dalam upaya pemberdayaan.
“Untuk melakukan ini, pemerintah tidak bisa sendiri. Dibutuhkan pula sinergi dari unsur swasta, media, dan masyarakat, supaya tidak timpang. Ini yang disebut konvergen, semuanya akan menuju ke tujuan yang sama,” ujarnya.
Mendasarkan data kependudukan yang diberikan Kabid Kependudukan, Pujo Irianto, diketahui dari total penduduk Jatim 40.821.150, jumlah laki-laki dan perempuan-nya berimbang dengan rincian laki-laki 20.407.728 dan perempuan 20.413.422. Yang menarik, dari 38 kota/kabupaten sebanyak 16 kota/kabupaten di antaranya memiliki jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak.
Andiyanto menyebut, adanya tren lebih banyaknya jumlah laki-laki itu disebabkan perubahan situasi. Kalau dulu angka morbiditas (kesakitan) paling tinggi pada perempuan dan angka mortalitas (kematian) paling tinggi laki-laki.
Dan sekarang penyakit lebih banyak terjadi pada perempuan, 90% kanker menimpa perempuan, penyakit autoimun dari 10 penderita, 9 di antaranya terjadi pada perempuan, juga karena pola makannya yang kurang lantaran dia lebih mengutamakan keluarga.
“Sehingga bisa dikatakan sekarang angka morbiditas pada perempuan tinggi dan angka mortalitasnya pun tinggi,” ujarnya.
Kapan program tersebut direalisasikan? Tentang ini Dodik mengatakan, ini program baru. Belum pernah tersentuh mungkin juga belum terpikirkan, terutama yang melibatkan para janda. Karena itu perlu persiapan yang matang dan perlu sinergitas instansi, organisasi, sekolah dan lainnya yang berkaitan dengan program ini.
“Kalau saya, pengennya tancap gas saja, tetapi kan harus dipersiapkan semuanya. Harapannya agar program ini menuai keberhasilan seperti yang kita harapkan,” pungkasnya.(ret,fan)