Global-News.co.id
Indeks Sosok Utama

Kisah Wartawan Radio Australia Asal Indonesia, Tetap Mempertahankan Ciri Khas Indonesia

Nuim Khaiyat di tengah aktivitasnya menjadi penyiar radio di Australia.

Para pendengar setia Radio Australia siaran Bahasa Indonesia (RASI) pasti tidak asing lagi dengan nama Nuim Khaiyat. Dulu pria ini selalu menyapa pemirsa RASI dengan suaranya yang khas setiap hari. Namun kini Nuim sudah pensiun. Beberapa hari lalu dia menerima undangan dari ABC Indonesia untuk hadir ke studio ABC Melbourne.

———————————–

KUNJUNGAN ke kantor ABC Melbourne yang berada di kawasan Southbank itu menjadi yang pertama kali baginya sejak berhenti bekerja di tahun 2014. Nuim mengaku tak ada alasan lain untuk tinggal di Melbourne, Australia, selain untuk bekerja bersama lembaga penyiaran publik Australia, ABC. Tapi mengapa setelah berhenti bekerja, dia lebih memilih menghabiskan pensiun di Melbourne, ketimbang pulang ke tanah kelahirannya di Medan, Sumatera Utara?

“Kalau orang Medan mengatakan tempat jatuh lagi dikenang. Nah, ini kan pula tempat bermain,” katanya kepada ABC Indonesia.

Pria kelahiran tahun 1938 tersebut mengaku menjadi pilihan yang berat untuk meninggalkan Melbourne.  “Ketika masih kerja di RASI, saya bayar pajak lebih dari 30.000 dolar Australia per tahun, jadi saya ikut membantu pemerintah Australia,” katanya.

Kini setelah tak bekerja lagi, Nuim merasa giliran pemerintah Australia membantunya. Hal ini karena sebagian pengeluarannya ditanggung oleh pemerintah Australia.

Nuim bekerja untuk ABC selama lebih 40 tahun. Dan dia merasa keberadaannya sebagai warga Indonesia di Australia telah “memanfaatkan dan dimanfaatkan”.

Ia menjelaskan salah satu misi RASI adalah untuk saling memperkenalkan dua bangsa dan berharap bisa memberikan rasa saling pengertian. “Kami memberikan penjelasan kepada masyarakat di Australia mengenai Indonesia dan dalam kasus tertentu mengenai Islam,” ujar Nuim.

“Kemudian kepada para pendengar Radio Australia di Indonesia, kami mencoba memberikan penerangan, keterangan, penjelasan, mengenai keadaan yang sebenarnya di Australia.”

Nuim juga mengaku merasa beruntung pernah menjadi wartawan saat rezim Orde Baru di bawah pimpinan Suharto berkuasa.  Tentu ada tantangan dan kekhawatiran saat memberitakan laporan yang tidak diinginkan pemerintah untuk didengar rakyatnya saat itu.  “Tapi dalam setiap pemberitaan kita menyiarkan tanpa rasa takut dan tanpa pilih kasih,” tegas Nuim.

Banyak warga Indonesia yang menyukai RASI saat itu, menurut Nuim, karena selalu mampu melaporkan pemberitaan yang “cepat dan tepat” tanpa melewati filter atau sensor, seperti dialami media-media lainnya di Indonesia saat itu.

“Kita memberitahu kepada rakyat Indonesia apa yang tidak mereka dengar dari pemerintah Indonesia, karena banyak kejadian di Indonesia yang oleh pemerintah waktu itu tidak ingin disampaikan kepada rakyatnya.”

Rezim Orde Baru merasa terancam, karena mereka tidak mampu memblokir siaran-siaran luar negeri seperti dari RASI lewat gelombang pendek. Tapi kemudian RASI menghentikan siarannya karena terus-menerus mengalami pemotongan anggaran dan kini hanya menyediakan layanan digital dengan nama ABC Indonesia.

Budaya Indonesia

Kisah Nuim juga soal Arab Saudi. Tak ada yang menyangka jika Nuim pernah tinggal secara ilegal di Arab Saudi–kampung halaman ayahnya. Ia bahkan pernah menjadi tenaga kerja selama berada di sana, termasuk menjadi guru bahasa Inggris. Namun karena tidak punya izin menetap dia dipulangkan ke Indonesia.

Lulusan Fakultas Sastra dari Universitas Islam Sumatera Utara ini kemudian sempat menjadi dosen, sebelum akhirnya mendapat tawaran menjadi penyiar RASI di Melbourne. “Saya sempat juga jadi penyiar BBC, tapi saya lebih suka Melbourne daripada London. Jadi tak lama di sana dan kembali ke RASI. Rumah dalam hati saya itu ada dua, di Indonesia dan di Melbourne,” katanya.

Dan meski dia bergaul dengan orang Australia, tapi tetap mempertahankan ciri-cirinya sebagai orang Indonesia. Nuim tidak larut dalam budaya Barat di negeri Kanguru. Tidak membuang tradisi budaya Indonesia.

Karenanya, Nuim menolak untuk menyelipkan kata-kata Bahasa Inggris saat berbicara dalam Bahasa Indonesia. Hal itu seringkali dilakukan oleh orang Indonesia di Australia yang bicara Bahasa Indonesia dicampur Bahasa Inggris agar keren.

Anak bungsu dari 8 bersaudara ini mengaku kedua orang tuanya adalah yang paling berjasa dalam hidupnya hingga bisa menjadi wartawan di luar negeri. Meski demikian itu bukan mimpinya saat kecil.

“Karena orang tua saya memberi bekal, selain dari bekal agama dan lain sebagainya. Ayah mengatakan untuk hidup senang jangan cerewet. Nomer dua, sukai apa yang engkau kerjakan, jangan kerjakan apa yang tidak engkau sukai, nanti susah,” katanya. abc

baca juga :

Rapat Penanganan COVID-19, Ketua DPRD Surabaya Dukung Langkah Risma

Redaksi Global News

Kapolri: Hasil Forensik dari Autopsi Tepis Spekulasi Penyiksaan Brigadir J

Redaksi Global News

Pandemi COVID-19 Belum Tuntas, Pemotongan Gaji Anggota Dewan Jatim Kembali Dilakukan