SURABAYA (global-news.co.id) – Belum adanya lahan pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) secara legal membuat Pemprov Jatim harus kucing-kucingan dengan para pengusaha. Karenanya, Fraksi Demokrat Jatim mendesak Pemprov Jatim menyiapkan SDM yang benar-benar kapabel untuk menyosialisasikan keberadaan lahan pembuangan B3 baik ke masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Ketua Fraksi Demokrat Jatim Sri Subianti menegaskan belum adanya lahan yang legal untuk pembuangan limbah B3 sangat merugikan Pemprov Jatim. Karena itu dibutuhkan SDM yang kapabel dalam menyosialisasikan adanya keberadaan limbah B3 di Jatim. Ini penting, karena untuk menekan angka pembuangan limbah B3 di Mojokerto yang terjadi akhir-akhir ini secara ilegal yang justru merugikan rakyat.
“Kita tahu saat Pakde Karwo duduk sebagai gubernur pernah menggagas keberadaan pembuangan serta pengelolaan limbah B3 di Kecamatan Dawarblandong Mojokerto. Begitupun dengan Bu Khofifah di Lamongan. Tapi apa nyatanya semua ditolak oleh masyarakat sekitar dan LSM. Dan kalau hal ini dibiarkan dan tidak ada solusi, maka Pemprov Jatim dan masyarakat yang dirugikan,”tegas perempuan ayu berjilbab ini, Rabu (25/12/2019).
Ditambahkannya dengan kondisi ini banyak perusahaan di Jatim yang membuang limbah B3nya di Cilincing Cibinong Jawa Barat. Tentu saja mereka menanggung cost yang tinggi. Dan risikonya membuat perusahaan tidak dapat bersaing karena menanggung cost tinggi hanya untuk membuang limbah B3. Karena itu untuk mengatasinya dewan mendesak Pemprov Jatim untuk segera memiliki lahan sendiri untuk pengelolaan limbah B3. Selain meringankan perusahaan yang memanfaatkan lahan pembuangan limbah B3, sekaligus rakyat mendapatkan keuntungan dari hasil pengelolaan limbah karena dapat terkonsentrasi di satu tempat. Tidak seperti saat ini, oleh perusahaan dibuang sembarangan demi menekan cost yang ditanggung.
Seperti diketahui, di Mojokerto telah disiapkan lahan seluas 50 hektare di Kecamatan Dawarblandong. Namun sebelum izin tersebut keluar dari Kementerian Lingkungan Hidup, masyarakat sekitar tempat tersebut melakukan penolakan.
Padahal di satu sisi, tegas Anti yang juga Anggota Komisi C DPRD Jatim ini, baik Pemprov Jatim maupun DPRD Jatim sudah menyiapkan pengelolaannya, baik itu BUMD atau swasta dengan menggunakan sistem PPP (Public Private Partnership). ani