WASHINGTON DC (global-news.co.id)-Aksi boikot atas pelantikan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat 20 Januari 2017 pekan ini semakin meluas. Bahkan Trump diprediksi memecahkan rekor memalukan sebab pelantikannya paling banyak mendapat boikot dari para anggota parlemen.
Jumlah anggota parlemen dari Partai Demokrat yang terlibat aksi boikot pun terus bertambah. Warga juga terus melakukan protes atas pelantikan Trump tersebut. Khususnya warga yang hak-hak sipilnya terancam kebijakan Trump.
Jumlah pemboikot pada Rabu 18 Januari 2017 tercatat 60 anggota Kongres asal Partai Demokrat. Jumlah pemboikot ini melonjak setelah Trump secara terbuka mengkritik ikon hak-hak sipil, John Lewis, yang juga menjabat sebagai anggota Kongres untuk Georgia. Lewat sebuah pernyataan, anggota Kongres untuk Massachusetts, Katherine Ryan, mengatakan, dirinya tidak bisa memberi kontribusi “untuk menormalisasi Presiden terpilih yang menebar retorikanya” dengan berpartisipasi dalam acara pelantikan.
Anggota Kongres untuk California Mark Takano juga menyebut senada. “Saya bersama @repjohnlewis dan tidak akan menghadiri pelantikan,” kata Takano seperti dilansir The Express, Rabu (18/1/2017).
Seperti dilaporkan The Washington Post, pada Selasa, 17 Januari 2017, hanya 41 anggota Kongres menolak hadir dalam pelantikan di Gedung Capitol Hill. Tapi jumlah itu terus bertambah. Padahal saat Trump merisak John Lewis, saat itu baru 18 anggota Kongres saja yang menyatakan memboikot pelantikan Trump.
“Saya tidak akan merayakan kemenangan pria yang menyebabkan perpecahan dan kebencian. Saya tidak akan menghadiri pelantikan Donald Trump,” kata Keith Ellison, anggota Kongres sekaligus salah satu calon Ketua Partai Demokrat.
Sementara anggota Kongres Demokrat dari California, Maxine Waters, menegaskan menolak hadir karena membuang waktunya untuk menghadiri pelantikan. “Saya tidak mau menghadiri acara di mana Donald Trump ada di dalamnya,” kicau Waters di Twitter.
Dalam kicauannya di Twitter Sabtu lalu, Trump menulis, “Lewis hanya bicara, bicara, bicara. Dia seharusnya fokus pada kejahatan dan pembakaran di wilayahnya.”
Kicauan ini sebagai balasan atas pernyataan Lewis yang menilai terpilihnya Trump sebagai presiden tidak sah karena ada dugaan keterlibatan Rusia dalam pemenangannya. Rusia sendiri membantah hal itu.
Lewis dalam wawancara dengan NBC News pada Minggu lalu juga menegaskan akan memboikot pelantikan Trump. Lewis merupakan salah satu aktivis persamaan hak kulit hitam Amerika Serikat sejak 1960-an.
Bersama mendiang Martin Luther King, Lewis turut serta dalam pawai legendaris di Jembatan Edmund Pettus, Selma, Alabama pada 1965. Dalam peristiwa bersejarah tersebut, polisi negara bagian secara brutal memukuli dan menangkap para demonstran.
Rekor Richard Nixon
Nah, jika ditambah 22 lagi anggota Kongres memilih untuk memboikot upacara pelantikan pada Jumat besok, maka akan menjadi pelantikan Presiden AS paling terboikot dalam sejarah.
“Rekor pemboikotan sebelumnya dipegang oleh Richard Nixon, yang dipermalukan setelah 80 anggota parlemen absen dari upacara pengambilan sumpahnya,” kata sejarawan dari Arizona State University, Brooks Simpson.
Anthony Zurcher, BBC News, Washington, mengatakan, meskipun segala sesuatu terkait dengan Presiden Donald Trump tampaknya belum pernah terjadi sebelumnya, ini bukan pertama kalinya partai oposisi memboikot pelantikan presiden dalam jumlah yang cukup besar. Selain aksi boikot, biasanya pelantikan presiden AS dibanjiri masyarakat dunia.
Kali ini antara 800.000 dan 900.000 orang diperkirakan akan tiba di Washington untuk pelantikan Trump, yang akan disaksikan oleh jutaan pasang mata di seluruh dunia. Namun, jumlah ini kalah dengan Presiden Obama yang menarik perhatian sekitar 1,8 juta orang ketika dirinya pertama kali dilantik, delapan tahun lalu.
Para pejabat sudah mengklaim, mereka tidak tahu apakah orang banyak datang pada Jumat besok untuk merayakan atau memprotes kepresidenan Trump. Tapi sebelumnya sudah terjadi sejumlah aksi demonstrasi menolak Trump sebagai presiden AS yang ke-45.
“Tingkat antusiasme masyarakat dan permintaan kamar hotel belum mencapai seperti pelantikan sebelumnya,” kata Elliott Ferguson, presiden Destination DC, sebuah biro konvensi dan pariwisata Washington .
Justru sebaliknya, beberapa hotel malah mengurangi persyaratan minimum menginap dari empat malam menjadi hanya dua malam. Hotel-hotel lain hanya terisi 50%, tapi hotel kelas atas ternyata mendapatkan pemesanan lebih. “Ini jauh, jauh lebih rendah dari yang diperkirakan orang untuk suatu pelantikan presiden di masa jabatan pertama,” kata Ferguson pula.
Pelantikan Trump terjadi di tengah apa yang tampak sebagai perpecahan Amerika setelah pemilihan presiden. Meskipun Trump menyapu electoral college, lawannya, Hillary Clinton memenangkan suara populer dengan keunggulan hampir 2,9 juta pemilih.
Lalu bagaimana angka dukungan pada Trump? Jajak pendapat baru-baru ini juga menunjukkan tingkat dukungan paling rendah dalam sejarah untuk suatu transisi kepresidenan.
Sebuah jajak pendapat terbaru ABC News/Washington Post menunjukkan bahwa hanya 40% orang Amerika melihat Trump secara positif dibandingkan dengan 79% pendapat positif terhadap Presiden Obama pada tahun 2009.
Sebuah survei CNN/ORC dirilis pada hari Selasa juga menunjukkan Trump hanya mendapat 40% peringkat persetujuan dibandingkan dengan 84% yang diperoleh Obama pada tahun 2009.
Sebuah jajak pendapat Gallup yang dilakukan dua minggu sebelum pelantikan menemukan 51% responden tidak setuju pada cara Trump menangani transisi presiden dibandingkan dengan 44% yang setuju.
Tapi presiden terpilih itu pada Selasa menepis jajak pendapat sebagai ‘palsu’ dan ‘dicurangi,’ dan bersikeras bahwa ‘orang-orang akan berbondong-bondong datang ke Washington dalam jumlah yang memecahkan rekor.’ Sekitar 200.000 orang juga diperkirakan berkumpul di Washington sehari sesudah pelantikan untuk acara Pawai Perempuan di Washington.
Hampir 200 organisasi dan kelompok aktivis menyatakan akan mendukung pawai akar rumput itu. Acara itu diselenggarakan sebagai unjuk rasa untuk kesetaraan ras dan jenis kelamin, layanan kesehatan terjangkau, hak aborsi dan hak bersuara — masalah yang dirasakan berada di bawah ancaman saat kepresidenan Donald Trump. * ccni/hud