Global-News.co.id
Jogja Solo Utama

Pemkot Solo Hadapi “WTS” dengan Teknik Ala Jokowi

GN/Totol Suwarto Dr. Srihascaryo dari UNS tengah membaca koran Global News bersama mahasiswanya di sela Forum Diskusi Kapasitas Kehumasan Pemkot Solo, Senin kemarin.
GN/Totol Suwarto
Dr. Srihascaryo dari UNS tengah membaca koran Global News bersama mahasiswanya di sela Forum Diskusi Kapasitas Kehumasan Pemkot Solo, Senin kemarin.

SOLO (Global News)-Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo menabuh genderang perang terhadap “wartawan bodrex” alias wartawan tanpa surat kabar (WTS) karena kesal terhadap orang yang mengaku wartawan tapi medianya tidak jelas. “Wartawan bodrex” tersebut, katanya, meresahkan kalangan Pemkot Solo dan institusi kehumasan di Kota Solo.
Kekesalan itu diungkapkan Walikota pada forum Diskusi Terbuka dengan tema “Kemampuan Kehumasan dalam Menghadapi Media Massa di Era Keterbukaan” di Balai Kota Solo, Senin (4/4/2016) siang.
Di forum itu, Walikota Rudy mengisahkan pengalamannya, sejak menjadi wakil walikota semasa Jokowi menjadi Walikota Solo, didatangi “wartawan bodrex” yang terpaksa dihadapi dengan keras yang dia sebut “cara preman”. Sejak kejadian tersebut, katanya, di Kota Solo tidak ada “wartawan bodrex” yang berani merambah jajaran Pemkot Solo.
“Orang mengaku wartawan yang medianya tidak jelas sekarang makin berani. Dahulu yang terkena hanya kalangan eksekutif, sekarang yudikatif dan lembaga lain. Untuk mengatasi itu kata kuncinya adalah jalinan komunikasi yang baik di antara lembaga humas dan yang jelas harus berani. Jika kita tidak berani akan menjadi bulan-bulanan,” ujarnya.
Di depan puluhan peserta diskusi dari berbagai instansi dan pimpinan SKPD di lingkungan Pemkot Solo, Walikota Rudy menyatakan, kalau ada “wartawan bodrex” urusannya dengan wali kota. Di sisi lain dia mengajak jajarannya menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, meski bukan berarti berwibawa dengan gaya preman.
Walikota Solo yang dikenal dengan sikap tegasnya itu menekankan,  menghadapi “wartawan bodrex” yang minta duit dianjurkan tidak segan mengusirnya. Dia berharap, dalam era keterbukaan sekarang media massa jangan sekadar menjalankan fungsi sebagai kontrol sosial, namun juga harus menyajikan berita-berita berimbang yang mendidik, membangun dan memotivasi masyarakat.
Wartawan senior di Solo, Ari Kristiyono, mengemukakan, sebutan “wartawan bodrex” sudah muncul di tahun 1980-an. Nama bodrex mengacu salah satu iklan obat yang memvisualisasi  pasukan yang siap datang, menyerang, dan menang. “Sebutan lainnya adalah wartawan tanpa surat kabar (WTS), wartawan muncul tanpa berita (muntaber), grandhong, vampire dan sejumlah nama lainnya. Namun intinya mereka minta duit, bukan cari berita,” ungkap Ari (tok)

baca juga :

Lokasi Incaran Dijual, Temukan Solusi untuk Venue Futsal

Redaksi Global News

KPAI Sebut Banyak yang Tidak Setuju Sekolah Dibuka Juli

Redaksi Global News

PWI Jatim Gelar Seminar Pemilihan Serentak 2020

gas