Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Indeks Utama

Hati-hati, Indonesia Sudah Terperangkap Jeratan Utang

Indonesia sudah masuk dalam perangkap utang. Pasalnya, pemerintah menambah utang untuk membayar utang maupun bunga utang.

JAKARTA (global-news.co.id) –  Ekonom Senior Indef Didik J. Rachbini mengatakan Indonesia sudah masuk dalam perangkap utang. Pasalnya, pemerintah menambah utang untuk membayar utang maupun bunga utang. “Sekarang kita ini sudah masuk dalam perangkap utang, harus utang untuk bayar utang, saat ini kondisi sudah relatif berat,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (2/9/2020).

Berdasarkan data yang dikantonginya, penerbitan utang pemerintah selalu bertambah tiap tahunnya selama periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pada 2016, penerbitan utang sebesar Rp 660,8 triliun, kemudian bertambah menjadi Rp 726,3 triliun pada 2017. Setahun kemudian, utang penerbitan utang pemerintah menjadi Rp 782,3 triliun dan Rp 921,5 triliun pada 2019 lalu.

Tahun ini, karena pandemi COVID-19, pemerintah berencana menambah utang hingga Rp1.530,8 triliun. Utang tersebut memiliki konsekuensi pembayaran pokok utang jatuh tempo maupun bunga utang setiap tahunnya. “Indonesia membayar utang pokok Rp 475 triliun, kemudian bayar bunga Rp 275 triliun, jadi Rp 750 triliun. Jadi, setiap tahun pemerintah Jokowi bayar utang Rp 750 triliun. Ini beberapa tahun kemudian setiap tahun akan bayar utang Rp 1.000 triliun lebih,” ujarnya.

Didik mengungkapkan utang tahun 2020 sama dengan 20 kali lipat atau 2.000% dari anggaran pendidikan untuk seluruh rakyat indonesia. “Anggaran Kementerian Pendidikan sebesar Rp 71 triliun sedangkan utang tahun ini Rp 1.530,8 triliun. Artinya apa? APBN sudah masuk perangkap, harus utang untuk bayar utang,” papar dia.

Ia menilai langkah pemerintah menarik utang tersebut terlalu ugal-ugalan. Menurutnya, masih terdapat sumber-sumber pendanaan yang bisa digali dari APBN yang serapnya kurang maksimal alih-alih menambah utang. “Saya kritisi, ugalan-ugalan ini utangnya, utang menggunung dan kasus COVID-19-nya terus meningkat,” imbuhnya.

Ia melanjutkan jika utang pemerintah pusat tersebut ditambah dengan utang pemerintah daerah dan utang BUMN, maka totalnya menjadi Rp 7.428 triliun. Kumpulan utang ini disebut sebagai utang publik. Selain itu, jika menghitung utang perbankan BUMN, maka totalnya menjadi Rp 10.732 triliun.

“Selain utang ini, ada beban pemerintah yaitu BUMN bank pemerintah, itu dinilai sebagai utang, kenapa? Kalau itu bank gagal bayar, maka yang akan bayar negara dan dalam kategori sistem moneter itu dianggap sebagai utang,” katanya. Jadi, menurut dia, utang ini menjadi palu godam mematikan buat presiden yang akan datang. Presiden selanjutnya harus siap-siap terima tumpukan utang saat ini.  jef, yan

baca juga :

Dorong Geliat Ekonomi Kreatif, DPR Apresiasi Gelaran BNI Java Jazz Festival 2023

Badrut Tamam Ajak Internalisasi Nilai-Nilai Al Quran

gas

Ritual ‘Maut’ Pantai Payangan, Ketua Padepokan TJN Jadi Tersangka

Redaksi Global News