Global-News.co.id
Indeks Kesehatan Metro Raya Utama

Infertilitas Bukan Berarti Mandul

Memperingati ulang tahunnya yang ke- 7, Morula IVF Surabaya menggelar jalan sehat sekaligus kampanye ‘You are not alone’ di area CarFree Day Raya Darmo, Minggu (3/11/2019)

SURABAYA (global-news.co.id) – Masyarakat kita kerap dengan gampang memberi label mandul pada wanita atau pria yang belum memiliki anak setelah beberapa waktu menikah. Masalah yang menimpa sebagian besar pasangan tersebut sebenarnya adalah infertilitas (tidak subur) dan bukan sterilitas. “Artinya pasangan ini sebenarnya memiliki kemungkinan si istri mengandung, hanya saja lebih kecil dibandingkan pasangan lain dan mereka ini membutuhkan bantuan ahli,” ujar Dr dr Amang Surya Priyanto SpOG F-MAS, spesialis kandungan dan kebidanan dan konsultan infertilitas dari Morula IVF Surabaya, Minggu (3/11/2019).

Lewat momen ulangtahunnya yang ke-7, Morula IVF bermaksud menggugah kesadaran masyarakat bahwa infertilitas bukan akhir segalanya dan mengajak pasangan yang mengalami masalah ini untuk tidak berhenti berupaya. Dan bayi tabung merupakan solusi terakhir setelah cara alami tidak berhasil dilaksanakan.

Infertilitas sendiri merupakan kondisi kegagalan mencapai kehamilan setelah 12 bulan melakukan hubungan suami istri secara teratur tanpa kontrasepsi. Sedang pada wanita yang menikah di atas usia 35 tahun, disebut infertil bila belum mencapai kehamilan setelah 6 bulan.

Amang menyebut, meningkatnya angka infertil salah satunya disebabkan semakin banyaknya pasangan yang menikah di atas usia 30 tahun. Kalau dulu banyak dijumpai pasangan yang menikah di usia belasan, kini yang menikah di bawah usia 20 tahun sudah sangat jarang, rata-rata mendekati 30 tahun bahkan di atas usia 30 tahun baru menikah.

Menurut Amang, kemampuan hamil yang paling baik berada di usia 20-30 tahun. Di atas usia 30 tahun, kemampuan hamil akan turun, apalagi kalau mereka menikah di usia 35 berarti kemampuan juga semakin turun. “Kalau pada pasangan ini masih dimulai menggunakan cara alami, tentu akan bertahun-tahun, sementara usia semakin bertambah, kondisi rahim pun sudah semakin menurun,” ujarnya.

Dijelaskan, ada 3 faktor yang berperan dalam proses kehamilan, embrio, lapisan dalam rahim, serta komunikasi antara rahim dan embrio. Faktor yang paling besar adalah embrio yaitu 70-80%.

“Tema ulang tahun ‘You are not alone’ atau Anda tidak sendiri ini dapat dimaknai bahwa masalah ketidaksuburan bukan hanya masalah wanita. Masyarakat perlu tahu, faktor  pria dan faktor wanita memiliki proporsi yang sama sebagai penyebab ketidaksuburan. Suami maupun istri memiliki peran yang sama besar dalam usaha mewujudkan impian memiliki buah hati,” lanjut Amang yang didampingi tim dokter kandungan dari Morula IVF Surabaya.

Dia menyayangkan, ketika mengalami ketidaksuburan, banyak pasangan justru menutup diri dan minder dalam hubungan sosial mereka baik dari teman sebaya, lingkungan sekitar, maupun keluarga besar. “Padahal sebenarnya ketidaksuburan adalah kondisi medis yang seperti kita sakit pada umumnya. Dengan berkonsultasi pada ahli fertilitas dan mengenali penyebabnya dengan tepat, kondisi ini dapat diperbaiki,” terangnya.

Ketidaksuburan dialami oleh 10-15% pasangan usia subur di Indonesia. Artinya apabila dalam satu ruang ada 7-10 orang yang dalam usia subur (19-45 tahun), salah satu dari orang tersebut mengalami kondisi ketidaksuburan.

Di Surabaya, Amang mengumpamakan dari total penduduk 6 juta sebanyak 15-20% dari pasangan usia suburnya adalah subfertil dan dari jumlah itu 10%-nya terindikasi harus menjalani bayi tabung dan 10% dari jumlah itu adalah pasangan mampu bayar, berarti ada sekitar 300-an orang yang menjalani program bayi tabung.  Sementara kemampuan klinik bayi tabung yang ada di Surabaya belum sampai 200 orang per bulan.

Egg Bank

Egg bank kini menjadi salah satu alternatif yang mulai banyak dipilih untuk mengantisipasi infertilitas. Dengan menyimpan sel telur yang diambil saat usia 20-30 tahun, bila nantinya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seseorang itu tetap bisa memiliki peluang memiliki keturunan. Atau bila nantinya baru menemukan jodoh dan menikah di atas usia 30 tahun, wanita tersebut tetap bisa hamil dengan telur sehat yang sudah terlebih dulu disimpan di egg bank.

Amang mencontohkan karena mengalami kanker endometriosis dan harus menjalani kemoterapi, bukan tidak mungkin sel telur di dalam rahim ikut terdampak. Pasca pengobatan kanker dan sudah dinyatakan sehat, kalau menginginkan punya anak, sel telur yang sudah disimpan semasa masih sehat bisa ditanamkan kembali, tentu saja setelah terlebih dulu menjalani proses pembuahan di luar. “Jadi tinggal ditanamkan saya, dengan catatan rahim yang menjadi tempat janin nantinya itu dalam kondisi baik,” terangnya.

Bukan hanya  sel telur, menyimpan sperma juga mulai diminati.  Amang menyebut seseorang yang masih dalam usia produktif  yang karena mengalami kanker, salah satu skrotum-nya terpaksa harus diangkat. Ketika itu tidak terpikirkan untuk menyelamatkan spermanya sebelum dilakukan pengobatan kankernya. Jika sebelumnya sperma sehat dari skrotum yang masih sehat sudah diselamatkan dalam arti disimpan, seseorang tersebut masih punya kesempatan memiliki anak yang sehat.

Di egg bank, telur atau sperma ini  disimpan dalam nitrogen dengan suhu minus 120 derajad. Mengapa nitrogen, karena kalau pun aliran listrik mati, dia tak akan terpengaruh. Masa simpan telur ini juga cukup panjang, bahkan bisa ratusan tahun. “Tapi apakah kita mau menunda kehamilan sampai ratusan tahun,” ujar Amang.ret

 

baca juga :

Kerja Keras Walikota Eri Cahyadi Wujudkan Surabaya Jadi “Kota Wisata Olahraga”

Redaksi Global News

Bhayangkara FC Akhiri Musim dengan Kalahkan Tim Juru Kunci Persiraja

Redaksi Global News

Babak 16 Besar Sepakbola Putra Asian Games 2018, Tantang UEA, Indonesia Waspadai Postur Tubuh  

Redaksi Global News