Global-News.co.id
Metro Raya Pendidikan Utama

Mantan Wartawan Surabaya Post Raih Gelar Doktor

Nanang Krisdinanto saat memberikan orasi ilmiah, Selasa (16/1/2018)

SURABAYA (global-news.co.id) Sebagai sebuah arena, arena jurnalistik ternyata tidak mampu mempertahankan independensinya dari arena lain, terutama arena ekonomi.  Kuatnya tekanan komersialisasi yang datang dari arena ekonomi membuat jurnalis dan praktik jurnalistik berada pada situasi yang penuh kompleksitas dan pergulatan, terutama ketika dihadapkan pada persoalan independensi jurnalistik.

Demikian antara lain kesimpulan disertasi  bertajuk “Runtuh dari Dalam, Tekanan Komersialisasi terhadap Pagar Api Jurnalistik di Indonesia” yang mengantarkan Nanang Krisdinanto meraih gelar Doktor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair dengan predikat cum laude pada Selasa (16/1).

Dalam pidato pengukuhannya, mantan wartawan Harian Sore Surabaya Post ini  mengatakan, kuatnya tekanan komersialisasi tidak hanya membuat banyak jurnalis meruntuhkan pagar api jurnalistik dalam kondisi di bawah tekanan. Lebih dari itu, derasnya tekanan komersialisasi menciptakan situasi yang mengakibatkan jurnalis meruntuhkan pagar api jurnalistik secara masif, sistematik dan suka rela dari dalam ruang redaksi sendiri .

“Komersial yang datang dari arena ekonomi membuat posisi iklan semakin penting dalam struktur pendapatan media dan sekaligus membuat pemasang iklan memiliki apa yang secara metafor disebut sebagai “advertisers muscle” yang memiliki kekuatan mendikte, mengontrol atau memengaruhi praktik jurnalistik. Advertisers muscle inilah yang membuat sebagian besar redaksi suratkabar yang diteliti menjadi bagian yang aktif membahayakan atau bahkan menghancurkan pagar api jurnalistik dari dalam,” ujar Nanang yang kini menjadi staf pengajar di Universitas Widya Mandala ini.

Dalam ujian doktor terbuka yang dipromotori Prof Dr drs Hotman Siahaan tersebut, Nanang lebih lanjut mengatakan, yang  amat mengkhawatirkan masa depan jurnalisme. Sebab  studinya yang dilakukan pada beberapa suratkabar mendeteksi berubahnya doksa jurnalistik (keyakinan profesional yang memandu wartawan dalam melakukan praktik jurnalistik dan menentukan mana praktik yang bisa diterima dan mana yang tidak). Doksa yang berlaku selama ini bersumber pada etika jurnalistik yan menekankan pentingnya independensi jurnalistik dan kepentingan publik.

Dalam terminologi Bourdieu (Pierre Bourdieu, red), doksa jurnalistik dijaga kredibilitasnya oleh ortodoksa jurnalistik yang berupa gagasan/wacana tentang sakralnya pagar api jurnalistik . “Namun saat ini ortodoksa jurnalistik mendapat tantangan amat signifikan dari heterodoksa jurnalistik, yang berupa wacana/gagasan sinergi ruang redaksi atau dengan kata lain dibukanya pagar api jurnalistik demi keberlangsungan penerbitan atau keuntungan,” papar alumnus FISIP Unair ini.

Dengan mengacu pada dominannya sikap kompromistis dan mediatif dalam merespon tekanan komersialisasi, posisi heterodoksa jurnalistik terlihat semakin menguat dan ortodoksa jurnalistik terus melemah. Jika hal ini terus terjadi, pada suatu titik heterodoksa jurnalistik akan menjelma menjadi doksa jurnalistik.

“Pada titik ini penerabasan pagar api jurnalistik akan dianggap sebagai praktik jurnalistik yang absah, wajar, normal, dan benar, serta diterima sebagai sesuatu yang tak perlu dipertanyakan lagi. Dengan kata lain, tekanan komersialisasi telah mendorong terjadinya perubahan yang amat mendasar dalam cara jurnalis mendefinisikan pagar api jurnalistik. Dari yang semula mengacu pada prinsip independensi  jurnalistik menjadi mengacu pada kepentingan keuntungan,” ujarnya.ret

baca juga :

Pelaku Mesum Saat Naik Motor di Surabaya Diselidiki Polrestabes

Redaksi Global News

Jokowi Lantik Azwar Anas sebagai Menpan RB

Redaksi Global News

Liga 1: Coach Aji Bicara Kualitas Skuad Persebaya Musim Depan